SESAMA BA'ALAWI TIDAK MENGAKUI SEBAGAI DZURRIYAH NABI? USTADZ NUR HADI MENJAWAB
RUMAH-MUSLIMIN.COM | NASIONAL – Ustadz Nur Hadi, salah satu Dewan Guru Ma’had Darussa’adah Al-Islamy Gubuklakah, Tumpang, Kabupaten Malang, menyampaikan kritik terbuka terhadap seorang ustadz yang mengunggah potongan bacaan kitab ke media sosial. Video yang viral itu menuai sorotan karena menyampaikan kutipan kitab secara tidak utuh, sehingga memicu kesalahpahaman terhadap isi kitab serta sejarah keilmuan Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya mengenai garis keturunan Ba ‘Alawi.
Dalam unggahan yang beredar, ustadz tersebut membaca kitab Is'ad al-Rafiq Syarh Sullam al-Taufiq yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Salim Ba Bashil al-Makki al-Syafi’i. Kitab tersebut adalah syarah (penjelasan) dari Sullam al-Taufiq yang merupakan karya al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir Ba ‘Alawi. Namun, dalam tayangan video tersebut, sang ustadz justru keliru dengan menyatakan bahwa Is’ad al-Rafiq adalah karya al-Habib Abdullah bin Husain, bukan Syaikh Ba Bashil.
Ustadz Nur Hadi menilai kekeliruan ini bukan sekadar salah sebut, tetapi menunjukkan minimnya ketelitian dalam membaca kitab. “Ustadznya tidak teliti tapi terlanjur dijadikan acuan untuk mengusung ambisi kelompoknya,” tulis beliau dalam kritiknya.
Baca juga: Doktor Sugeng Terbukti Bukan Ahli DNA, Pemaparan Data terkait DNA Ba'alawi Batal
Lebih dari itu, yang disoroti Ustadz Nur Hadi adalah cara ustadz tersebut membaca kutipan dari kitab Is’ad al-Rafiq yang hanya sepotong-sepotong. Bacaan tersebut membahas istilah "al-Habib" dan membandingkannya dengan gelar "al-Sayyid" atau "al-Syarif". Sang ustadz berhenti pada bagian:
"الحبيب فعيل بمعنى فاعل وبمعنى مفعول، فيطلق على المحب والمحبوب. وفي عرف أهل حضرموت على من ينسب لسيدنا علوي بن عبيد الله، وصار عرفا خاصا عندهم"
Kemudian ia lompat ke kalimat:
"وفي العرف الشرعي يطلق لفظ سيد وشريف على كل من انتسب للسبطين: سيدي الحسن وسيدي الحسين."
Dari potongan tersebut, sang ustadz menarik kesimpulan bahwa gelar “Habib” bukanlah untuk keturunan Nabi Muhammad SAW, yang seharusnya menggunakan gelar “Sayyid” atau “Syarif”. Ia memperkuat kesimpulannya dengan logika formal bahwa dua istilah dengan definisi berbeda berarti dua entitas yang berbeda pula.
Namun, menurut Ustadz Nur Hadi, kutipan tersebut dipenggal secara tidak bertanggung jawab. Padahal dalam kelanjutan footnote disebutkan secara jelas:
"قوله: باعلوي هو بالمعنى الخاص عند أهل حضرموت كل من ينسب لسيدنا علوي ابن عبيد الله ابن سيدي الشيخ أحمد بن عيسى المهاجر إلى الله. وأما بالعام فيطلق على كل من ينسب لسيدنا الإمام علي بن أبي طالب رضي الله عنه وكرم وجهه."
Terjemahan bebasnya: “Gelar Ba ‘Alawi dalam pengertian khusus di kalangan Hadhramaut adalah bagi mereka yang bernasab kepada Sayyid Alawi bin Ubaidillah bin Sayyid Ahmad bin Isa al-Muhajir. Sedangkan dalam pengertian umum, ia mencakup semua yang bernasab kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib.”
$ads={1}
Kutipan ini menunjukkan bahwa dalam tradisi ulama Hadhramaut, gelar Habib merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah, yang dikenal sebagai nasab Ba ‘Alawi. Ironisnya, kelompok yang sering kali membantah nasab Ba ‘Alawi, justru mengutip ibarat dari kitab yang secara eksplisit mendukung pandangan sebaliknya.
Baca juga: Kelompok Imaduddin CS Terus Konsisten Menyebarkan Fitnah Terhadap Ba Alawi
Tak hanya itu, Ustadz Nur Hadi juga menyoroti bagian pujian luar biasa dari penulis terhadap al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir sebagai penulis Sullam al-Taufiq. Dalam pujian tersebut disebutkan bahwa beliau adalah "penyusun agung", "pemilik karamah", serta “keturunan Rasulullah SAW yang membawa keberkahan keilmuan.”
“ابن النبي الزكي الهاشمي ... أعني به الشهم عبد الله سيدنا نجل الإمام حسين ذي العزيمات”
Dengan tegas, Ustadz Nur Hadi mengajak semua kalangan agar tidak asal kutip dan menafsirkan kitab tanpa pemahaman utuh, apalagi jika digunakan untuk mendiskreditkan kelompok lain.
“Biasakan baca kitab yang lengkap, ustadz. Jangan sepotong-sepotong dipilih yang pas sama ambisimu,” pungkas beliau dengan gaya khas yang tegas namun tetap bernada santai.
Kritik ini menjadi pengingat penting di tengah maraknya dakwah digital. Literasi keilmuan, ketelitian, dan kejujuran intelektual menjadi modal utama dalam menyampaikan ajaran agama, apalagi jika sudah menyangkut kehormatan ulama terdahulu dan silsilah nasab keturunan Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Facebook Udan Deres/ Ustadz Nur Hadi
Penulis: Hendra, S/Rumah Muslimin
Demikian Artikel " Sesama Ba'alawi Tidak Mengakui Sebagai Dzurriyah Nabi? Ustadz Nur Hadi Menjawab "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah-