PAKAR HUKUM; TULISAN IMADUDDIN BUKAN TESIS TAPI MAKALAH
RUMAH-MUSLIMIN.COM | NASAB - Dalam beberapa waktu terakhir, perdebatan mengenai keabsahan nasab Ba’alawi sebagai keturunan Rasulullah SAW kembali mencuat, dipicu oleh kajian yang disampaikan oleh Kiai Imaduddin Utsman Albantani. Ia mengklaim bahwa nasab Ba’alawi terputus dan tidak dapat dikaitkan langsung dengan Rasulullah SAW. Namun, banyak pihak mempertanyakan validitas ilmiah dari kajian tersebut, terutama karena belum melalui proses akademik yang semestinya.
Definisi Tesis dalam Konteks Akademik
Tesis, dalam dunia akademik, merupakan hasil penelitian ilmiah yang disusun oleh mahasiswa program pascasarjana sebagai syarat untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Tesis harus memenuhi kriteria metodologi yang ketat, termasuk penggunaan teori yang relevan, analisis data yang valid, serta adanya kontribusi baru (novelty) terhadap bidang ilmu yang dikaji. Selain itu, tesis harus diuji dan disahkan oleh dewan penguji di institusi pendidikan yang berwenang.
Baca juga: Kelompok Imaduddin CS Terus Konsisten Menyebarkan Fitnah Terhadap Ba Alawi
Kritik terhadap Kajian Imaduddin
Pakar hukum Abdul Chair Ramadhan menyatakan bahwa kajian Imaduddin tidak layak disebut sebagai tesis karena tidak memenuhi standar akademik yang berlaku.
“Pendapat Imaduddin yang didasarkan dari kajiannya tidak pantas disebut tesis. Demikian itu tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan ilmiah,” kata pakar hukum Abdul Chair Ramadhan dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (9/7/2024).
Menurutnya, kajian tersebut belum pernah diuji di kampus atau sekolah tinggi manapun, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ia menambahkan bahwa dalam tesis atau disertasi, harus ada pembanding penelitian sebelumnya dan kebaruan penelitian yang jelas, sesuai dengan prinsip Logico-Hypothetico-Verifikatif.
$ads={1}
Metodologi Ilmu Nasab dalam Islam
Dalam tradisi Islam, penetapan nasab tidak semata-mata bergantung pada bukti tertulis atau kitab sezaman. Metodologi yang digunakan meliputi syuhrah (kemasyhuran) dan istifadhoh (pengetahuan umum yang tersebar luas) yang telah diakui oleh para ulama. Metode ini telah digunakan oleh para ahli nasab klasik seperti Imam al-Sakhawi, Imam al-Haitami, dan Imam al-Zabidi dalam menetapkan kebenaran nasab Ba’alawi. Oleh karena itu, menolak nasab Ba’alawi hanya karena tidak ditemukan dalam kitab sezaman dianggap tidak sesuai dengan metodologi ilmu nasab yang telah mapan.
Baca juga: Mewaspadai Gerakan Imadiyah dan Ancaman Bagi Persatuan Umat Islam
Reaksi Masyarakat dan Potensi Perpecahan
Kajian Imaduddin telah memicu berbagai reaksi di masyarakat, terutama di kalangan habaib dan pendukung nasab Ba’alawi. Beberapa pihak menilai bahwa kajian tersebut dapat memecah belah umat Islam dan menimbulkan fitnah. Pakar hukum Abdul Chair Ramadhan mengingatkan umat Islam untuk mewaspadai gerakan sistemik yang berupaya menegasikan nasab Ba’alawi sebagai keturunan Rasulullah SAW melalui kajian-kajian semacam itu .
Kesimpulan
Dalam konteks akademik, sebuah kajian harus memenuhi standar metodologi yang ketat dan diuji oleh institusi pendidikan yang berwenang untuk dapat disebut sebagai tesis. Kajian Imaduddin tentang nasab Ba’alawi belum memenuhi kriteria tersebut, sehingga tidak dapat dianggap sebagai tesis yang sah. Selain itu, metodologi yang digunakan dalam kajian tersebut tidak sejalan dengan tradisi ilmu nasab dalam Islam yang telah diakui oleh para ulama selama berabad-abad. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk bersikap kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh kajian-kajian yang belum terbukti validitas ilmiahnya.
Penulis: Hendra, S/Rumah Muslimin
Demikian Artikel " Pakar Hukum; Tulisan Imaduddin bukan Tesis Tapi Makalah "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah-