AIR MUSTA'MAL TIDAK BISA MEMUSTA'MALKAN AIR LAIN
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Gus M Syihabuddin Dimyathi melalui akun Facebooknya menjelaskan perihal air musta'mal dalam fiqh Syafi'i, yang sering kali disalahpahami oleh masyarakat.
Air musta'mal tidak dapat membuat air lain menjadi musta'mal. Ini merupakan salah satu kesalahpahaman yang umum terjadi di masyarakat. Tidak ada konsep dalam fiqih yang menyatakan bahwa air musta'mal dapat menyebabkan air lain berubah menjadi musta'mal.
$ads={1}
Jika air musta'mal menetes ke dalam air lain yang volumenya kurang dari dua qullah, hal ini tidak serta-merta menjadikan air tersebut musta'mal. Lalu, apakah hal ini menyebabkan air kurang dari dua qullah menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan? Jawabannya adalah iya, tetapi bukan melalui jalur musta'mal, melainkan melalui jalur mutaghoyyir dengan perubahan yang bersifat taqdiri, bukan karena status musta'malnya. Kedua hal ini memiliki jalur hukum yang berbeda.
Air musta'mal tetap suci, tetapi tidak dapat mensucikan, sama seperti air kopi atau air teh. Jika bercampur dengan air mutlak dan terjadi perubahan yang signifikan, maka air mutlak tersebut menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan. Namun, karena air musta'mal memiliki sifat yang sama dengan air mutlak—jernih, tidak berbau, dan tidak berasa—maka satu-satunya cara untuk menilai perubahan pada air mutlak akibat tercampurnya air musta'mal adalah melalui perkiraan.
Dalam fiqih Syafi'i, metode pentaqdiran dilakukan dengan membayangkan air musta'mal sebagai tiga jenis cairan:
Rasa: Dibayangkan sebagai air delima.
Bau: Dibayangkan sebagai parfum ladzan.
Warna: Dibayangkan sebagai perasan anggur merah.
Untuk menentukan apakah air mutlak yang terkena air musta'mal tetap suci dan mensucikan, perlu dilakukan tiga tahap pentaqdiran:
Apabila setelah melewati tiga tahap ini air masih tidak mengalami perubahan yang mencolok, maka air tetap mutlak dan dapat digunakan untuk bersuci. Namun, jika ada satu saja dari tiga aspek ini yang mengalami perubahan besar, maka air tersebut menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan.
Air musta'mal tidak dapat membuat air lain menjadi musta'mal. Ini merupakan salah satu kesalahpahaman yang umum terjadi di masyarakat. Tidak ada konsep dalam fiqih yang menyatakan bahwa air musta'mal dapat menyebabkan air lain berubah menjadi musta'mal.
$ads={1}
Definisi Air Musta'mal
Dalam konteks wudhu dan mandi, air musta'mal adalah air basuhan pertama yang telah menyentuh anggota tubuh secara merata. Air yang menetes dari basuhan tersebutlah yang disebut sebagai air musta'mal.Jika air musta'mal menetes ke dalam air lain yang volumenya kurang dari dua qullah, hal ini tidak serta-merta menjadikan air tersebut musta'mal. Lalu, apakah hal ini menyebabkan air kurang dari dua qullah menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan? Jawabannya adalah iya, tetapi bukan melalui jalur musta'mal, melainkan melalui jalur mutaghoyyir dengan perubahan yang bersifat taqdiri, bukan karena status musta'malnya. Kedua hal ini memiliki jalur hukum yang berbeda.
Air musta'mal tetap suci, tetapi tidak dapat mensucikan, sama seperti air kopi atau air teh. Jika bercampur dengan air mutlak dan terjadi perubahan yang signifikan, maka air mutlak tersebut menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan. Namun, karena air musta'mal memiliki sifat yang sama dengan air mutlak—jernih, tidak berbau, dan tidak berasa—maka satu-satunya cara untuk menilai perubahan pada air mutlak akibat tercampurnya air musta'mal adalah melalui perkiraan.
Dalam fiqih Syafi'i, metode pentaqdiran dilakukan dengan membayangkan air musta'mal sebagai tiga jenis cairan:
Rasa: Dibayangkan sebagai air delima.
Bau: Dibayangkan sebagai parfum ladzan.
Warna: Dibayangkan sebagai perasan anggur merah.
Untuk menentukan apakah air mutlak yang terkena air musta'mal tetap suci dan mensucikan, perlu dilakukan tiga tahap pentaqdiran:
Pentaqdiran Rasa
Misalnya, jika air musta'mal yang jatuh ke dalam air mutlak adalah tiga tetes, maka kita membayangkan tiga tetes tersebut sebagai tiga tetes air delima yang jatuh ke dalam satu ember air mutlak. Jika dalam perkiraan kita air di dalam ember tidak mengalami perubahan yang signifikan, maka air tersebut masih mutlak dan tetap suci mensucikan.Pentaqdiran Bau
Sama seperti sebelumnya, tiga tetes air musta'mal dibayangkan sebagai tiga tetes parfum ladzan yang jatuh ke dalam satu ember air mutlak. Jika dalam perkiraan kita air di dalam ember tidak mengalami perubahan bau yang signifikan, maka statusnya tetap suci dan mensucikan.Pentaqdiran Warna
Kali ini, air musta'mal dibayangkan sebagai tiga tetes air perasan anggur merah yang jatuh ke dalam satu ember air mutlak. Jika dalam perkiraan kita air di dalam ember tidak mengalami perubahan warna yang signifikan, maka statusnya tetap suci dan mensucikan.Apabila setelah melewati tiga tahap ini air masih tidak mengalami perubahan yang mencolok, maka air tetap mutlak dan dapat digunakan untuk bersuci. Namun, jika ada satu saja dari tiga aspek ini yang mengalami perubahan besar, maka air tersebut menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan.
Baca juga: Thaharah: Pengertian, Macam-macam, Tata Cara, Penjelasannya
Kenapa perkiraan ini tidak diwajibkan? Karena hasil akhirnya hanya melahirkan dugaan dan keraguan, bukan kepastian. Adanya dugaan ini tidak bisa menghapus status suci mensucikan yang telah diyakini sebelumnya, sesuai dengan kaidah "Al-yaqin la yuzalu bis-syakk" (Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan).
Namun, dalam beberapa kondisi, kehati-hatian tetap perlu diperhatikan. Misalnya, jika air musta'mal yang jatuh ke dalam ember dalam jumlah sedikit dan tidak lebih banyak dari air mutlak, maka air tetap suci dan mensucikan. Tetapi jika air musta'mal yang lebih banyak dituangkan ke dalam air mutlak yang jumlahnya lebih sedikit, seperti seseorang yang menampung air wudhunya selama beberapa hari dalam ember, kemudian menuangkan air tersebut ke ember lain yang berisi air mutlak dalam jumlah lebih sedikit, maka jelas air di ember tersebut menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan, karena perubahan secara taqdiri sudah pasti terjadi.
Apakah Pentaqdiran Ini Wajib?
Melakukan tiga tahapan pentaqdiran ini sebenarnya tidak wajib, tetapi hanya sunnah. Jika seseorang merasa malas untuk melakukan perkiraan seperti di atas dan langsung menggunakan air tersebut untuk wudhu, maka wudhunya tetap sah.Kenapa perkiraan ini tidak diwajibkan? Karena hasil akhirnya hanya melahirkan dugaan dan keraguan, bukan kepastian. Adanya dugaan ini tidak bisa menghapus status suci mensucikan yang telah diyakini sebelumnya, sesuai dengan kaidah "Al-yaqin la yuzalu bis-syakk" (Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan).
Namun, dalam beberapa kondisi, kehati-hatian tetap perlu diperhatikan. Misalnya, jika air musta'mal yang jatuh ke dalam ember dalam jumlah sedikit dan tidak lebih banyak dari air mutlak, maka air tetap suci dan mensucikan. Tetapi jika air musta'mal yang lebih banyak dituangkan ke dalam air mutlak yang jumlahnya lebih sedikit, seperti seseorang yang menampung air wudhunya selama beberapa hari dalam ember, kemudian menuangkan air tersebut ke ember lain yang berisi air mutlak dalam jumlah lebih sedikit, maka jelas air di ember tersebut menjadi suci tetapi tidak dapat mensucikan, karena perubahan secara taqdiri sudah pasti terjadi.
Rujukan Kitab
Penjelasan ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqih Syafi'i seperti:- I'anatut Tholibin
- Hasyiyah Bujairomi
- Hasyiyah Jamal
- Tarmasy
- Syarwani
Demikian penjelasan Gus M Syihabuddin Dimyathi mengenai air musta'mal
dalam fiqh Syafi'i, yang diharapkan dapat meluruskan kesalahpahaman yang
sering terjadi di masyarakat.
Source: Gus M Syihabuddin Dimyathi
Editor: Hendra, S/Rumah-muslimin
Demikian Artikel " Air Musta'mal Tidak Bisa Memusta'malkan Air Lain "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -