Hubungan dan Kedekatan KH Hasyim Asy'ari Dengan Habaib

HUBUNGAN DAN KEDEKATAN KH HASYIM ASY'ARI DENGAN HABAIB

RUMAH-MUSLIMIN.COM - Dalam sejarah dan tradisi Nahdlatul Ulama (NU) sejak didirikannya hingga saat ini, isu mengenai nasab Ba’alawi tidak pernah menjadi topik perdebatan. NU memegang teguh kesepakatan para ulama (ijma’) bahwa nasab keturunan Ba’alawi terhubung langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Pendapat ini sejalan dengan pernyataan dari ulama besar, Syekh Ali Jum’ah, yang disampaikan beberapa waktu yang lalu. Oleh karena itu, memperdebatkan masalah ini dianggap tidak memiliki manfaat dan tidak relevan bagi masyarakat NU.

Dalam pandangan NU, penghormatan terhadap para sayyid, atau keturunan Nabi Muhammad, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Sikap penghormatan ini didasari oleh pemahaman yang tepat mengenai posisi para habaib dalam Islam, serta didorong oleh prinsip wasathiyah (moderat) yang diajarkan oleh NU. Dalam ajaran Aswaja, penghormatan terhadap keturunan Nabi, khususnya para habaib yang memiliki garis keturunan langsung, adalah salah satu aspek akhlak dan adab yang penting.
$ads={1}
Keturunan Nabi, atau yang dikenal sebagai habaib, memiliki tempat yang istimewa di kalangan umat Muslim, khususnya dalam komunitas NU. Pengaruh mereka tidak hanya sebatas ranah spiritual, tetapi juga meluas ke bidang sosial dan budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak anggota NU yang menganggap para habaib sebagai teladan, baik dalam akhlak, ilmu pengetahuan, maupun kepemimpinan.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sekitar 70% anggota NU menempatkan habaib sebagai figur yang sangat berpengaruh dalam kehidupan beragama mereka. Penghormatan yang ditunjukkan oleh anggota NU ini mencerminkan kedekatan emosional dan spiritual antara umat NU dan keturunan Nabi.

Baca juga: Kisah KH Hasyim Asy'ari dan Sebuah Senapan Saat Penjajahan

Salah satu contoh nyata dari penghormatan NU terhadap habaib adalah seringnya NU mengundang ulama-ulama besar dari kalangan habaib untuk memberikan ceramah dan pengajian. Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama habaib yang berasal dari Yaman, menjadi tokoh yang sangat dihormati dan sering kali diundang ke berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag), lebih dari 80% jamaah yang hadir dalam pengajian Habib Umar adalah anggota NU.

Selain itu, di banyak pesantren yang berada di bawah naungan NU, kitab-kitab yang ditulis oleh habaib, terutama yang berasal dari Hadramaut, Yaman, menjadi bagian penting dari kurikulum pendidikan. Kitab-kitab ini mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman, mulai dari akidah, fiqh, tasawuf, hingga sejarah, yang semuanya sangat dihormati dalam tradisi pendidikan NU.

Beberapa kitab tersebut antara lain adalah Bughyatul Mustarsyidin, sebuah karya Habib Salim bin Abdullah As-Syathiri yang membahas fiqh madzhab Syafi’i dengan pendekatan yang aplikatif, dan Al-Ghayah wa At-Taqrib karya Habib Ali bin Abdullah al-Haddad, yang menjadi referensi dasar bagi para santri NU dalam mempelajari fiqh Syafi’i. Selain itu, ada juga Syarah Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah karya Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi dan Risaalatul Mu’awanah wa al-Muzaaharah wa al-Mu’aazarah yang ditulis oleh Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, yang mengajarkan pentingnya ilmu, akhlak, dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari.

Sejauh ini, masalah nasab, terutama mengenai keturunan Nabi Muhammad dari keluarga Ba’alawi, tidak pernah menjadi isu yang dipersoalkan dalam lingkungan NU. Sejak awal berdirinya hingga masa perjuangan melawan penjajah, para kiai NU memiliki hubungan yang sangat erat dengan habaib. Baik dari segi ajaran maupun perjuangan, kedekatan antara NU dan habaib sangat nyata dan terus berlanjut hingga kini.

Baca juga: Guru-guru KH Hasyim Asy'ari dan Tantangannya Dalam Berdakwah

Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, adalah salah satu tokoh yang sangat menghormati para habaib. Ketika beliau menuntut ilmu di Makkah, KH. Hasyim Asy'ari banyak berguru kepada para ulama dari kalangan Sadah Ba’alawi. Beberapa di antara gurunya adalah Habib Alwi bin Ahmad Assegaf, Habib Husain bin Muhammad Al Habsyi (mufti Mazhab Syafi’i di Makkah pada masanya), dan Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, yang mengajarkan ilmu agama di madrasah Soulatiyyah.

Habib Husain bin Muhammad Al-Habsyi, salah satu guru KH. Hasyim Asy’ari, adalah saudara kandung dari Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, penulis kitab Simtut Dhurar yang populer. Berdasarkan kisah Gus Amrullah Hadzik, cucu KH. Hasyim Asy’ari, kakeknya sangat menghormati habaib karena banyak dari guru-gurunya adalah habaib.

Bahkan, ketika KH. Hasyim Asy'ari kembali ke Indonesia, beliau masih tetap berusaha menjaga hubungan dengan keluarga gurunya. Ketika beliau mengetahui bahwa keponakan Habib Husain bin Muhammad Al-Habsyi, Habib Alwi Al-Habsyi, tinggal di Solo, KH. Hasyim Asy’ari dengan segera pergi menemuinya hanya untuk menyampaikan bahwa dirinya adalah murid dari pamannya.

Penghormatan yang KH. Hasyim Asy’ari berikan kepada para habaib ini telah menjadi bagian integral dari tradisi NU, yang terus berlanjut hingga hari ini. Sikap hormat ini menjadi contoh nyata bagi masyarakat NU dalam memuliakan nasab keturunan Nabi dan menghormati tradisi keilmuan yang diwariskan oleh para habaib.

Demikian Artikel " Hubungan dan Kedekatan KH Hasyim Asy'ari Dengan Habaib  "

Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam Bishowab

Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim

- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -

Redaksi

Rumah Muslimin Grup adalah Media Dakwah Ahlusunnah Wal jama'ah yang berdiri pada pertengahan tahun 2017 Bermazhab Syafi'i dan berakidah Asyariyyah. Bagi sobat rumah-muslimin yang suka menulis, yuk kirimkan tulisannya ke email kami di dakwahislamiyah93@gmail.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
close