ANALISA RIWAYAT KH HASYIM ASY'ARI TERHADAP SHARIF AHMAD BIN ZAINI AL-DAHLAN
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Terdapat sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa KH. Hasyim Asy'ari pernah berguru langsung kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin terdengar baik-baik saja, namun jika ditinjau dari segi waktu, pernyataan tersebut tampak tidak konsisten. Mari kita telaah lebih lanjut.
Terdapat sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa KH. Hasyim Asy'ari pernah berguru langsung kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin terdengar baik-baik saja, namun jika ditinjau dari segi waktu, pernyataan tersebut tampak tidak konsisten. Mari kita telaah lebih lanjut.
Sayyid Ahmad bin Zaini bin Ahmad bin Utsman Dahlan lahir di Kota Makkah pada tahun 1232 H atau sekitar tahun 1817 Masehi. Sementara itu, KH. Hasyim Asy'ari dilahirkan di Jombang pada tahun 1871 Masehi. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan diangkat sebagai Mufti di Makkah pada tahun 1288 H atau sekitar tahun 1864 Masehi dan wafat pada tahun 1304 H, yaitu bertepatan dengan tahun 1886 Masehi. Dengan demikian, saat Sayyid Ahmad wafat, KH. Hasyim Asy'ari baru berusia sekitar 15 tahun.
Lebih lanjut, dikatakan bahwa KH. Hasyim baru berangkat ke Makkah pada tahun 1892 Masehi, jauh setelah wafatnya Sayyid Ahmad. Fakta ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin KH. Hasyim bisa bertemu langsung dengan Sayyid Ahmad jika perjalanan ke Makkah baru dimulai pada waktu tersebut? Terlebih lagi, Sayyid Ahmad menghabiskan akhir hayatnya di Kota Madinah, tempat beliau wafat dan dimakamkan di Pemakaman Baqi', bukan di Kota Makkah.
$ads={1}
Sebagian orang berargumen bahwa KH. Hasyim mungkin saja telah ke Makkah sebelum tahun 1892 M, sehingga ia bisa bertemu dengan Sayyid Ahmad. Namun, pertanyaan yang timbul adalah kapan tepatnya KH. Hasyim berangkat ke Makkah jika pernyataan tersebut benar? Selain itu, apa yang mungkin dipelajari seorang anak berusia muda hingga layak menerima Ijazah Ammah dari seorang Mufti seperti Sayyid Ahmad?
Pernyataan ini bertentangan dengan informasi yang tercantum dalam Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI) yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam ensiklopedia tersebut, dijelaskan bahwa KH. Hasyim baru memulai perjalanan keilmuannya ke berbagai pesantren di usia yang lebih matang.
"Dua tahun berselang, Hasyim memulai pengembaraannya dalam mencari ilmu. Saat berusia 15 tahun, ia mulai berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura. Pertama-tama, ia belajar di Pesantren Wonorejo, Jombang, lalu melanjutkannya ke Pesantren Wonokoyo di Probolinggo. Hasyim kemudian belajar juga di Pesantren Langitan, Tuban. Perjalanan ilmunya berlanjut ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di mana ia berguru kepada Kiai Kholil bin Abdul Latif, seorang ulama kharismatik yang sangat terkenal (Misrawi, 2010: 41)."
Ada pula pendapat yang mengatakan, "Apa salahnya meriwayatkan ilmu di usia muda?" Benar, namun, apakah ada bukti berupa naskah Ijazah Riwayah yang menunjukkan bahwa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memberikan ijazah kepada KH. Hasyim? Jika kita menelusuri sanad yang tawatur dari para guru KH. Hasyim terkait Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) yang dipelajari KH. Hasyim, jelas terlihat bahwa terdapat satu perantara antara KH. Hasyim dan Sayyid Ahmad, yakni melalui Sayyid Bakri Shatha al-Husaini.
Ini juga sesuai dengan sanad yang diterima oleh murid-murid KH. Ahmad bin Hasan Poncol dan KH. Ahmad Ru’yat dari Kaliwungu, yang keduanya mengkhatamkan Shahihain pada KH. Hasyim. Bahkan, jika kita berpikir dengan kemungkinan yang sangat lemah bahwa KH. Hasyim menganggap dirinya sebagai murid Sayyid Ahmad karena terliput dalam Ijazah Ammah li Ahli al-Ashr, tetap saja tidak ada bukti tertulis dalam naskah ijazah Sayyid Ahmad atau kitab-kitab sezaman seperti Tsabat Sharif Abd al-Hayy al-Kattani dan Hadi al-Mustarsyidin karya al-Midrasi yang menyatakan bahwa beliau mengeluarkan ijazah untuk ahli zamannya.
Baca juga: Guru-Guru KH Hasyim Asy'ari Dari Klan Ba'alawi
Sebagian orang berargumen bahwa KH. Hasyim mungkin saja telah ke Makkah sebelum tahun 1892 M, sehingga ia bisa bertemu dengan Sayyid Ahmad. Namun, pertanyaan yang timbul adalah kapan tepatnya KH. Hasyim berangkat ke Makkah jika pernyataan tersebut benar? Selain itu, apa yang mungkin dipelajari seorang anak berusia muda hingga layak menerima Ijazah Ammah dari seorang Mufti seperti Sayyid Ahmad?
Pernyataan ini bertentangan dengan informasi yang tercantum dalam Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI) yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam ensiklopedia tersebut, dijelaskan bahwa KH. Hasyim baru memulai perjalanan keilmuannya ke berbagai pesantren di usia yang lebih matang.
"Dua tahun berselang, Hasyim memulai pengembaraannya dalam mencari ilmu. Saat berusia 15 tahun, ia mulai berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura. Pertama-tama, ia belajar di Pesantren Wonorejo, Jombang, lalu melanjutkannya ke Pesantren Wonokoyo di Probolinggo. Hasyim kemudian belajar juga di Pesantren Langitan, Tuban. Perjalanan ilmunya berlanjut ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di mana ia berguru kepada Kiai Kholil bin Abdul Latif, seorang ulama kharismatik yang sangat terkenal (Misrawi, 2010: 41)."
Ada pula pendapat yang mengatakan, "Apa salahnya meriwayatkan ilmu di usia muda?" Benar, namun, apakah ada bukti berupa naskah Ijazah Riwayah yang menunjukkan bahwa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memberikan ijazah kepada KH. Hasyim? Jika kita menelusuri sanad yang tawatur dari para guru KH. Hasyim terkait Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) yang dipelajari KH. Hasyim, jelas terlihat bahwa terdapat satu perantara antara KH. Hasyim dan Sayyid Ahmad, yakni melalui Sayyid Bakri Shatha al-Husaini.
Ini juga sesuai dengan sanad yang diterima oleh murid-murid KH. Ahmad bin Hasan Poncol dan KH. Ahmad Ru’yat dari Kaliwungu, yang keduanya mengkhatamkan Shahihain pada KH. Hasyim. Bahkan, jika kita berpikir dengan kemungkinan yang sangat lemah bahwa KH. Hasyim menganggap dirinya sebagai murid Sayyid Ahmad karena terliput dalam Ijazah Ammah li Ahli al-Ashr, tetap saja tidak ada bukti tertulis dalam naskah ijazah Sayyid Ahmad atau kitab-kitab sezaman seperti Tsabat Sharif Abd al-Hayy al-Kattani dan Hadi al-Mustarsyidin karya al-Midrasi yang menyatakan bahwa beliau mengeluarkan ijazah untuk ahli zamannya.
Baca juga: Guru-Guru KH Hasyim Asy'ari Dari Klan Ba'alawi
Dengan demikian, sangat fatal jika seseorang menyatakan bahwa KH. Hasyim Asy'ari belajar langsung kepada Sayyid Ahmad. Hal ini juga ditegaskan dalam catatan-catatan Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani dan Sayyid Salim bin Jindan. Keduanya adalah musnid Nusantara yang sangat peduli dalam bidang sanad dan tidak pernah menyebut adanya hubungan langsung antara KH. Hasyim dan Sayyid Ahmad.
Dalam kitab Sawaanih al-Sya'rani, Bulugh al-Amaani, dan tsabat-tsabat Musnid al-Ashr secara umum, hanya disebutkan beberapa biografi ulama Indonesia yang memperoleh Sama' dan Ijazah al-Riwayah dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Di antaranya adalah:
Dalam kitab Sawaanih al-Sya'rani, Bulugh al-Amaani, dan tsabat-tsabat Musnid al-Ashr secara umum, hanya disebutkan beberapa biografi ulama Indonesia yang memperoleh Sama' dan Ijazah al-Riwayah dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Di antaranya adalah:
- Syaikh Ahmad al-Khathib al-Minkabawi
- Syaikh al-Muammar Khalil bin Abdul Latif al-Bankalani
- Syaikh Mahfudz bin Abdullah al-Tremasi
- al-Muammar Tubagus Bakri bin Sempur
- Syaikh Arsyad al-Thawil al-Bantani
- Syaikh Jami' bin Abd al-Rasyid al-Bugisi (w. 1361 H)
- Raden Muhsin bin Muhammad Jalaluddin, Serang, Banten (w. 1359 H)
Selain itu, terdapat beberapa nama lainnya yang termaktub dalam sumber-sumber lama, seperti:
- al-Mu'ammar al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Atthas
- al-Mu'ammar al-Habib Utsman bin Abdullah bin Aqil al-Bin Yahya
Yang paling penting dari semua ini adalah menjaga kejujuran sejarah dan integritas ilmiah. Meskipun banyak sosok mulia yang sering diseret demi kepentingan tertentu, ulama Makkah, terutama keturunan Ba'alawi, sangat menjaga kehormatan mereka. Hal ini ditegaskan oleh al-Sharif Muhammad Abd al-Hayy dalam Tsabat yang menyatakan bahwa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan memiliki hubungan erat dengan keluarga Ba'alawi hingga menggabungkan dua tarekat sekaligus. Berikut kutipannya:
«فهرس الفهارس» (1/ 390): «دحلان (2) : هو أبو العباس أحمد بن زيني دحلان المكي الشافعي مفتيهم بمكة، العلامة المشارك الصالح، أحد من نفع الله به الإسلام في الزمن الأخير في تلك الربوع العربية. أخذ عن محمد سعيد المقدسي وعلي سرور وعبد الله سراج الحنفي وبشرى الجبرتي والشيخ حامد العطار وغيرهم من الواردين. أخذ الفقه الحنفي عن السيد محمد الكتبي، يروي عن الوجيه الكزبري والشيخ عثمان الدمياطي وهو عمدته والقاضي ارتضا عليّ خان المدراسي الهندي والشمس محمد بن حسين الحبشي الباعلوي المكي ويوسف الصاوي ومفتي المالكية أبي الفوز المرزوقي وغيرهم عامة ما لهم، وأكثر أعتماده على أسانيد المصريين وأثباتهم. ولد سنة 1231 ومات بمكة سنة 1304 وطريقته كانت طريقة آل باعلوي، يرويها عن السيد محمد بن حسين المذكور والعارف عمر بن عبد الله الجفري المدني والسيد عبد الرحمن بن عليّ السقاف الباعلوي وأحمد بن سالم الجفري والعارف أبي بكر بن عبد الله العطاس، قرأ عليه مختصر أسانيد الباعلويين للسيد عبد الله بن أحمد بلفكيه، بحضور جمع في مجلس واحد، وطلب منه الإجازة في ذلك وأجازه عام 1279، وغيرهم.»
Sebagai penutup, klaim-klaim yang tanpa dasar sebaiknya dihentikan, dan kebenaran sejarah perlu dijaga. Apabila memang ada bukti yang mendukung suatu pernyataan, buktikanlah agar dapat dianalisis secara objektif. Ini semua demi kebaikan umat dan menjaga integritas para ulama yang kita hormati, baik KH. Hasyim Asy'ari maupun Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
«فهرس الفهارس» (1/ 390): «دحلان (2) : هو أبو العباس أحمد بن زيني دحلان المكي الشافعي مفتيهم بمكة، العلامة المشارك الصالح، أحد من نفع الله به الإسلام في الزمن الأخير في تلك الربوع العربية. أخذ عن محمد سعيد المقدسي وعلي سرور وعبد الله سراج الحنفي وبشرى الجبرتي والشيخ حامد العطار وغيرهم من الواردين. أخذ الفقه الحنفي عن السيد محمد الكتبي، يروي عن الوجيه الكزبري والشيخ عثمان الدمياطي وهو عمدته والقاضي ارتضا عليّ خان المدراسي الهندي والشمس محمد بن حسين الحبشي الباعلوي المكي ويوسف الصاوي ومفتي المالكية أبي الفوز المرزوقي وغيرهم عامة ما لهم، وأكثر أعتماده على أسانيد المصريين وأثباتهم. ولد سنة 1231 ومات بمكة سنة 1304 وطريقته كانت طريقة آل باعلوي، يرويها عن السيد محمد بن حسين المذكور والعارف عمر بن عبد الله الجفري المدني والسيد عبد الرحمن بن عليّ السقاف الباعلوي وأحمد بن سالم الجفري والعارف أبي بكر بن عبد الله العطاس، قرأ عليه مختصر أسانيد الباعلويين للسيد عبد الله بن أحمد بلفكيه، بحضور جمع في مجلس واحد، وطلب منه الإجازة في ذلك وأجازه عام 1279، وغيرهم.»
Sebagai penutup, klaim-klaim yang tanpa dasar sebaiknya dihentikan, dan kebenaran sejarah perlu dijaga. Apabila memang ada bukti yang mendukung suatu pernyataan, buktikanlah agar dapat dianalisis secara objektif. Ini semua demi kebaikan umat dan menjaga integritas para ulama yang kita hormati, baik KH. Hasyim Asy'ari maupun Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.
ditulis sebagai tanggapan atas klaim yang beredar , kebenaran hanya milik Allah .
حامدا لله و مصليا على خير خلقه و عترته و نرجو المولى العفو والغفران و دوام الستر و السلوان ، يا حنان يا منان
Sumber: محمد فاضل الطالب
Editor: Hendra, S
Demikian Artikel " Analisa Riwayat KH. Hasyim Asy'ari terhadap Sharif Ahmad bin Zaini al-Dahlan "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -