SUBJEKTIVITAS GURU GEMBUL SAAT BERDEBAT DENGAN RABITHAH ALAWIYAH
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Saya baru selesai menyimak utuh penampilan Guru Gembul di acara Rabithah 'Alawiyyah kemarin. Sampai sekarang, saya masih terheran-heran dengan jalan pikirannya pak Gembul ini. Setiap Gus Wafi mengutip literatur-literatur yang ditulis oleh para Ulama, dia selalu berkata: "Ini bukan ilmiah, ini tradisionalis. Ini historiografi bangsa Arab. Dasarnya adalah kepercayaan".
Coba, dari mana dasarnya pak Gembul ini bisa menilai bahwa setiap yang ditulis oleh para Ulama itu pasti tidak ilmiah karena berangkat dari kepercayaan? sementara dia sendiri gak pernah baca tulisan-tulisannya para Ulama, atau mungkin baca tapi lewat terjemahan, which is lewat pihak ketiga. Mengingat mayoritas khazanah pemikiran para Ulama dituangkan dalam bahasa Arab dan kita tahu bahwa dia tidak bisa bahasa Arab, maka kemungkinan besar pak Gembul tidak pernah atau jarang baca tulisan-tulisannya para Ulama.
Lalu yang paling aneh, Gus Wafi menyebutkan salah satu literatur keislaman yang dahsyat muatan pengetahuan logis-filosofisnya, meskipun terdapat juga muatan teologis di dalamnya, namun pendekatan yang digunakan jelas sangat-sangat Burhani (rasionalistik). Pendekatan Burhani yang dipakai di sana sebetulnya sebagiannya berasal dari sintesa terhadap metodologi berpikir para Filsuf klasik yang juga masih dipakai oleh peradaban barat sekarang, which is yang pak Gembul agung-agungkan. Literatur yang dimention oleh Gus Wafi tersebut adalah "Lawami' al-Anwār" karya Imam as-Safārīnī. Tatkala buku ini disebut, pak Gembul langsung buru-buru mencapnya dengan sebutan "tidak ilmiah" karena dianggap tradisionalis dan teologis.
$ads={1}
What the hell Guru Gembul?
Setelah itu, dia lalu ujug-ujug mendefinisikan apa itu ilmiah. Dan, sesuai dugaan, ujung-ujungnya nemplok dan kesemsem dengan metodologi dan paradigma kebenaran ala Barat modern yang menitikberatkan pada aspek Empiristik-Positivistik.
Tapi, yasudahlah ya. Hanya saja, dari sini kita bisa belajar bahwa bahaya matinya kepakaran tuh seperti ini. Ketika masyarakat tidak aware terhadap urgensi kepakaran, maka akan selalu ada orang yang merasa sok tau terhadap segala hal, menganggap dirinya mampu membahas segala hal, dan yang lebih parahnya lagi adalah merasa benar dengan segala apa yang ia bicarakan.
Tau gak, apa yang lebih bahaya dari sikap konyol semacam ini?
Kita mungkin greget melihat caranya berpikir dengan berbagai statementnya yang cenderung memaksakan kebenaran versi pikirannya sendiri ke orang lain, nyerocos terus dan gak mau kalah. Namun sesungguhnya, yang paling berbahaya dari itu semua adalah ketika dia mendepresiasi nilai-nilai pengetahuan dalam turats atau literatur-literatur keislaman secara umum karya para Ulama Islam. Ia seakan menegasikan secara jelas kedudukan literatur-literatur keislaman dengan hakikat ilmiah-kebenaran yang dipandangnya hanya bisa didapati dari metodologi dan paradigma berpikir modern ala sarjana-sarjana Barat. Sederhananya, pernyataannya seakan-akan ingin mengisyaratkan bahwa literatur-literatur keislaman yang ditulis oleh para Ulama tuh diragukan kebenarannya karena tidak ilmiah sebab tidak mengikuti metodologi penelitian para sarjanawan Barat
Baca juga: 10 Catatan Akhir Tentang Polemik Nasab Sadah Ba'alawi
Depresiasi terhadap nilai-nilai kebenaran dalam turats artinya depresiasi terhadap nilai-nilai keagamaan itu sendiri. Karena turats adalah bagian dari agama Islam. Gak bisa dia menghindar dari fakta seterang matahari ini. Oleh sebab itu, pandangannya tersebut sebetulnya akan menghancurkan konstruksi kebenaran pengetahuan akidah, syariat (fikih) hingga sejarah kehidupan kenabian Nabi Muhammad di alam pemikirannya sendiri. Apakah Guru Gembul bisa kafir karena hal ini? saya tidak tahu, tapi jika dia terus menerus meyakini dan menyebarkan prinsip-prinsip pemikiran semacam ini, bukan tidak mungkin hal ini akan membawanya menuju ke dalam jurang kesesatan terdalam. Bukan tidak mungkin dia akan terjerumus, menganut paham Anti-Teology atau Atheisme.
Pak Gembul sebenernya tidak mengerti dengan apa yang dia pikirkan dan bicarakan. Nampaknya, ini merupakan akibat jika kita belajar hal-hal yang fundamental dan krusial secara otodidak, tanpa bimbingan guru
Tabik
Sumber: Muhammad Adib
Demikian Artikel " Subjektivitas Guru Gembul Saat Berdebat dengan Rabithah Alawiyah "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -