10 CATATAN AKHIR TENTANG POLEMIK NASAB SADAH BA'ALAWI
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Perseteruan nasab antara Imaduddin dan Ba'alawi sepertinya belum menemukan titik temu hingga saat ini. Debat Banten kemarin yang diwakili sadah ba'alawi dan kubu Imaduddin pun tidak menemukan jalan keluar, hal ini justru menambah panas di media sosial hingga raja dangdut Rhoma Irama dalam podcastnya turut membahas nasab ba'alawi dan berpihak kepada Imaduddin.
KH. Abdi Kurnia Djohan melalui laman facebooknya memberikan sebuah catatan akhir terkait polemik yang telah terjadi dalam kurun waktu 2 tahun ini. berikut tulisannya:
1. Mau dibuat klarifikasi seperti apapun, polemik tentang nasab Sādah Ba'alawi ini sudah masuk ke ranah skisma (memecah belah umat, khususnya kalangan tradisionalis).
2. Penelitian terhadap nasab Sādah Ba'alawi sudah ratusan tahun lalu dilakukan oleh para ahli nasab di Timur Tengah, mulai dari Persia hingga Maroko. Hasilnya, jumhur (mayoritas) ahli nasab sepakat bahwa nasab Sādah Ba'alawi sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melalui Sayyidina Husein ibnu Sayyidna Ali dan Sayyidah Fathimah bintu Rasulillah. Sehingga, tidak diakui lagi pendapat yang berbeda dari pendapat jumhur (mayoritas).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ust. H. Imaduddin al-Bantani terhadap nasab Sādah Ba'alawi merupakan usaha yang sia-sia. Penelitian itu bisa dikatakan jauh dari kata ilmiah, jika mengikuti alur metodologi penelitian. Di antara yang paling telak adalah Ust. Imaduddin tidak bersedia hasil penelitiannya diuji secara langsung.
4. Meskipun ada dukungan dari Buya Prof. KH Said Aqil Siraj terhadap tulisan Ust. Imaduddin, dukungan tersebut lebih sarat dengan nilai politiknya ketimbang nilai-nilai ilmiah (akademis). Bahkan, tak jarang Buya Kyai Said selalu melempar lelucon-lelucon sinis tentang keturunan Ba'alawi di Indonesia.
Baca juga: Imaduddin Cs Mirip Golongan Wahabi, Ini Alasannya
5. Demikian pula halnya dengan keberadaan dukungan dari Menachem Ali yang memposisikan dirinya sebagai ahli filologi. Kesaksian ahli filologi di dalam persoalan nasab tidak bisa dikatakan sebagai sumber primer. Filologi dan ilmu nasab merupakan dua disiplin yang berbeda. Jika filologi lebih mengandalkan kepada penelusuran catatan, ilmu nasab mengandalkan kepada kesaksian dari narasumber yang diyakini mengetahui nasab seseorang. Ilmu nasab hampir mirip dengan kajian fenomenologi karena sumber penelitiannya berporos kepada pengalaman seseorang. Yang disayangkan, Menachem Ali seperti terbawa irama politik skismatik yang dihembuskan oleh pihak ust. Imaduddin, untuk memberi validasi bahwa secara tekstual tidak ada bukti ketersambungan nasab Sādah Ba'alawi kepada Rasulullah.
$ads={1}
6. Belum pernah dijumpai di Indonesia, hasil karya pemikiran dijadikan sebagai bahan kampanye untuk menggerakkan masyarakat membenci satu golongan. Cara tersebut kurang lebih mirip dengan gerakan bolshevik di Sovyet yang dipantik oleh karya Lenin dan Tolstoy.
7. Bahwa diakui ada oknum-oknum dari Sādah Ba'alawi yang sering melontarkan pernyataan dan memperlihatkan sikap yang kurang menyenangkan sebagian golongan pribumi. Para oknum itu tidak memahami bahwa kondisi masyarakat telah berubah. Pendidikan, yang kemudian ditopang oleh teknologi informasi, telah membuat masyarakat menjadi lebih kritis. Namun, keteledoran para oknum Sādah Ba'alawi itu tidak bisa dijadikan sebagai sasaran kebencian dan objek permusuhan.
8. Sebagai komunitas yang telah lama berada di Nusantara, komunitas Sādah Ba'alawi telah melewati pasang surut pembentukan Republik dan memberi kontribusi di dalam pendirian Republik melalui Partai Arab Indonesia (PAI).
Baca juga: Syajarah Al Mubarokah Bukan Kitab Abad ke 6 Tapi 12 Hijriyah
9. Kontribusi lain dari Sādah Ba'alawi terhadap keutuhan NKRI ditunjukkan oleh Sayyid Ali al-Attas (Menteri Luar Negeri RI) yang menolak usulan referendum masyarakat Timor Timur untuk lepas dari Republik Indonesia. Selain dari Sayyid Ali al-Attas, ada nama Sayyid Djafar bin Husen bin Ahmad Assegaf atau yang populer dikenal sebagai Djafar Assegaf. Beliau merupakan tokoh pers nasional yang berusaha membendung kebijakan penutupan media pada masa Soeharto. Selain Sayyid Djafar, ada pengacara terkenal yang gigih membela masyarakat tertindas yaitu Sayyid Mohammad Assegaf. Jika dikatakan bahwa Sādah Bani Alawi tidak punya kontribusi terhadap NKRI, anggapan itu hanya keluar dari pikiran orang yang tidak tahu sejarah nasional.
10. Bahwa narasi kebencian terhadap Sādah Ba'alawi sama sekali tidak akan berdampak kepada makin kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap kerukunan. Justru, narasi-narasi kebencian itu merusak kerukunan yang sudah sekian lama terjalin secara spontan di masyarakat.
Oleh: KH. Abdi Kurnia Djohan
Demikian Artikel " 10 Catatan Akhir Tentang Polemik Nasab Sadah Ba'alawi "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -