TERPENJARA DALAM KATA-KATA TANDA ILMU BELUM MATANG
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Percayakah anda dengan kata-kata yang terbatas bentukan nya dari alif sampai ya’ dan dari A sampai Z saja ? Bahkan untuk mendeskripsikan apa makna cinta saja, kata-kata lebur bagai debu tak berbentuk.
Al-Hallaj adalah salah satu korban manusia-manusia tekstual yang hanya memahami apa yang ingin dia dengar. Al-Hallaj mati dibunuh karena satu bait perkataan nya : مافي الجبة إلا الله
“Tak ada apapun dalam jubah ku kecuali Allah.”
Sehingga orang-orang yang ummi (buta akan hakikat) mengira Al-Hallaj telah kafir karena perkataannya tersebut. Mereka mengira Al-Hallaj mengakui dirinya sebagai Tuhan dan mengatakan bahwa dirinya lah Al-Haqq (Allah).
Padahal Al-Hallaj ingin mengatakan bahwa “wujud dirinya” tidak bernilai apa-apa (nihil) dibandingkan dengan “wujud Allah”.
Dan memang inilah pemaknaan hakiki dari “wahdatul wujud” dalam tasawwuf, bukan hulul/reinkarnasi Tuhan dalam diri manusia seperti yang difahami orang-orang awam.
Perihal Hallaj yang mengatakan dirinya Al-Haqq pun ternyata disalahfahami oleh orang di sekitarnya saat itu, sebagai perkataan nya sendiri. Padahal dia hanya menyampaikan perkataan Allah, “Aku lah yang Haqq”. Hal ini sesuai dengan perkataan Jalaluddin Ar- Rumi :
قد قال فرعون,,أنا ربكم الأعلى فصار ذليلا, وقد قال اٍبو منصور : أنا الحق!! فنجا
فاٍن تلك ال (أنا) من فرعون , قد استتبعت لعنة الله..أما هذه الأنا من الحلاج..فلها رحمة الله أيها المحب
ذلك أن فرعون كان حجرا مظلما..والحلاج كان عقيقا خالصا
كان ذلك عدو للنور..وكان هذا..محبا خالصا
اٍن أنا الحلاج أيها الفضولي..هي في باطنها وحقيقتها , من اٍتحاد النور
لا من الاٍعتقاد في الحلول
Menurut Rumi, perkataan Al-Hallaj “Ana Al-Haqq” tidak dapat disamakan dengan “Ana Rabbukumul A’la” yang diucapkan Fir’aun. Karena Al-Hallaj cinta kepada Allah, sementara Fir’aun adalah musuh Allah. Hallaj di zahir dan batin nya tidak melihat adanya wujud yang hakiki kecuali wujud Allah saja, bukan percaya dengan hulul (bersatunya Tuhan dengan manusia).
$ads={1}
Ah... saya jadi teringat perkataan Imam Abdul Qadir Al-Jailany pula tentang Hallaj dalam diwan nya :
عَثَرَ الحلاج ولم يكن في زمانه من يأخذ بيده - ولو أدركْتُهُ
لأخذْتُ بيده
“Hallaj kesusahan, tiada satupun orang di sekitarnya saat itu yang menolongnya (menjelaskan maksudnya). Jika saja aku ada di sana, aku pasti akan menolongnya.”
Perkataan beliau ini menandakan bahwa manusia-manusia di sekitar Hallaj tidak memahami hakikat perkataan Hallaj, sehingga mereka yang merasa akidahnya sudah benar itu terpenjara huruf-huruf yang keluar dari lisan Al-Hallaj, dan akhirnya membuat mereka berani membunuh Al-Hallaj karena alasan akidah. Imam Abdul Qadir Jailaniy berangan-angan hidup sezaman dengan Hallaj dan ingin meluruskan pemahaman manusia-manusia tekstual itu, agar selamat Hallaj dari peristiwa tragis tersebut.
Tidak hanya Hallaj, Ibnu Arobiy juga dituduh macam-macam akidahnya, karena konsep wahdatul wujud.
Tidak terhitung lagi berapa banyak yang berupaya untuk menjatuhkan keislaman seorang Ibnu Arobiy.
Hingga untuk membela Ibnu Arobiy, Ibnul Kutub Imam Hafidz Jalaluddin As-Suyuthiy membuat sebuah kitab yang judulnya :
تنبيه الغبي بتبرئة ابن العربي
“Peringatan pada orang bodoh bahwa Ibnu Arobiy berlepas diri (dari tuduhan kekafiran mereka)”. Sebagai balasan kitab yang dibuat sebelumnya untuk mengkufurkan Ibnu Arobiy.
Bisa kita bayangkan Ulama sekelas Imam Suyuthi memakai kalimat “bodoh” dalam kitab yang dikarang beliau, ini tentu hal luar biasa dan dipastikan menjadi “peringatan keras” bagi kita agar tidak sembarangan mengkafirkan muslim lain.
Sehingga Imam Suyuthiy juga mengatakan dalam risalahnya :
الأفضل عندي في ابن عربي... اعتقاد ولايته وتحريم النظر في كتبه إلا الراسخون في العلم
“Menurut saya yang paling benar tentang Ibnu Arobiy adalah dia seorang Wali dan tidak boleh membaca buku-bukunya kecuali orang yang ilmunya sudah matang”.
——————————-
Semua orang berproses. Menjadi orang beriman itu tidak mudah. Menjadi ahli ibadah juga panjang prosesnya. Menggapai salik juga naik turun cobaan.
Menjadi orang berilmu itu pun ada proses nya. Faham itu bertahap. Apalagi berpindah dari satu pemahaman baik ke pemahaman yang lebih baik lagi. Berubah dari yang baik menjadi lebih baik itu hal yang sudah seharusnya kita lakukan.
Tapi tidak untuk berubah menjadi lebih buruk.
Jika seorang pemabuk besar, pezina dan pendosa besar yang tercatat dalam sejarah kekhalifahan Abbasiyah seperti Abu Nawas saja bisa bertaubat di akhir hayat nya menjadi seorang ahli ibadah dan ahli zuhud, masa iya mulut kita yang sudah basah setiap hari dengan zikir, ibadah dan kebaikan lainnya akan kita kotori dengan mencela keislaman orang lain?
Akankah tuduhan kafir dan menyimpang itu berbalik pada kita dan kita berakhir lebih hina di akhir hayat kita dari mereka yang kita tuduh? Naudzubillah.
Jika dulu kita banyak kurang ilmu nya, Allah masih beri kesempatan saat ini untuk terus lagi belajar. Jangan pernah merasa cukup ilmu dan enggan untuk mencari lagi.
Jika dulu kita sering berdebat tidak jelas tanpa ilmu yang kuat, sekarang saatnya menebusnya dengan pondasi keilmuwan yang kuat.
Jika dulu kita terpenjara dengan kalimat di atas kertas dan huruf belaka, harusnya sekarang kita belajar lebih dalam lagi ttg ilmu makna.
Semoga Allah menjaga diri kita dari kesombongan karena secuil ilmu, buruk sangka pada sesama dan menjaga kita dari mencela keimanan orang lain karena kurang mapan nya ilmu kita sendiri.
Oleh: Ustadz Muhammad Zakaria Darlin
Demikian Artikel " Terpenjara dalam Kata-kata Tanda Ilmu Belum Matang "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -