SEPUTAR HUKUM KEPUTIHAN WANITA DALAM ISLAM
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Keputihan adalah kondisi yang umum dialami oleh wanita di mana terjadi keluarnya cairan dari vagina. Cairan keputihan sendiri sebenarnya merupakan hal yang normal dan penting untuk menjaga kesehatan organ reproduksi wanita. Namun, jika keputihan terjadi secara berlebihan atau disertai dengan gejala lain, seperti gatal, bau yang tidak sedap, atau perubahan warna, bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan yang perlu diatasi.
Cairan keputihan sebenarnya diproduksi oleh kelenjar di dinding vagina dan leher rahim untuk membersihkan dan melindungi organ reproduksi dari infeksi. Cairan ini biasanya berwarna bening atau sedikit keruh, tidak berbau, dan tidak menimbulkan rasa gatal atau nyeri. Namun, jika terjadi perubahan pada cairan keputihan, seperti berubah warna menjadi kuning, hijau, atau keabu-abuan, berbau tidak sedap, atau disertai dengan gejala gatal dan nyeri, maka bisa menjadi tanda adanya infeksi atau gangguan kesehatan lainnya.
Baca juga: Darah Istihadhah dan Mustahadhah: Pengertian, Macam-macam dan Contohnya
Salah satu penyebab umum keputihan adalah infeksi jamur atau bakteri yang mengganggu keseimbangan flora vagina. Infeksi jamur biasanya disebabkan oleh jamur Candida albicans dan dapat menyebabkan keputihan berwarna putih kekuningan, gatal, dan nyeri saat buang air kecil atau berhubungan seksual. Sedangkan infeksi bakteri biasanya disebabkan oleh bakteri Gardnerella vaginalis dan dapat menyebabkan keputihan berwarna keabu-abuan atau kehijauan, berbau amis, dan disertai dengan gatal atau nyeri.
$ads={1}
Keputihan Wanita Dalam Islam
Termasuk dari sesuatu yang keluar dari kemaluan wanita namun bukan kategori darah adalah keputihan,
Lalu bagaimana dengan hukumnya?
Ulama’ menjelaskan sifat dari keputihan tersebut adalah cairan berwarna putih yang diragukan apakah itu madzi ataukah keringat, Sehingga mereka membahas secara khusus akan hukum dari keputihan tersebut
Hukumnya diperinci menjadi 3 keadaan :
1. Jika keputihan tersebut keluar dari bagian dhohir kemaluan yaitu bagian yang wajib dibasuh saat istinja (yang nampak dari kemaluannya saat duduk jongkok) :
Maka hukumnya adalah Suci dan tidak membatalkan wudhu jika keluar dalam keadaan dia sudah berwudhu,
Alasan dihukumi suci adalah karena disamakan seperti keringat yang hukumnya suci
2. Jika keputihan tersebut keluar dari bagian bathin kemaluan yaitu bagian yang tidak diwajibkan untuk dibasuh saat istinja (bagian dalam kemaluan) :
Maka hukumnya adalah najis dan membatalkan wudhu jika keluar dalam keadaan dia sudah berwudhu, namun tidak mewajibkan untuk mandi,
Alasan dihukumi najis adalah karena disamakan seperti madzi yang hukumnya najis dan membatalkan wudhu
3. Jika tidak tahu keluarnya darimana atau ragu, apakah keluar dari bagian dhohir atau bathin :
Maka dihukumi suci karena hukum asalnya adalah suci, karena keraguan tidak bisa menghilangkan atau merubah hukum yakin
NB :
• Madzi adalah cairan berwarna putih, sifatnya lembut dan licin, keluar pada permulaan bergejolaknya syahwat, dihukumi najis dan membatalkan wudhu namun tidak mewajibkan mandi
• Yang sering terjadi dikalangan wanita adalah point nomor 3, dimana mereka tidak mengetahui keluar dari mana dhohir atau bathin, maka dihukumi suci, jadi tidak perlu ganti celana
Referensi :
1. Tuhfatul muhtaaj
2. Al ibaanah wal ifadhoh
Oleh: Habib Abdurrahman Bin Farid Al Mutohhar
Editor: Rumah-muslimin
Demikian Artikel " Seputar Hukum Keputihan Wanita Dalam Islam "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -