KHATIB DAYAN, GURU SULTAN SURIANSYAH DAN ULAMA BESAR BANJAR
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Setelah menerima undangan untuk berdakwah dari Kesultanan Demak, Pangeran Samudra (Sultan Suriansyah) dan keluarganya memutuskan untuk masuk Islam. Prosesi pengislaman ini dilaksanakan pada hari Rabu pagi pukul 10.00 tanggal 8 Zulhijjah 932 H, yang bertepatan dengan tanggal 24 September 1526 M. Ada beberapa versi yang mengatakan bahwa beliau diislamkan oleh Sunan Serabut, namun ada juga yang mengatakan bahwa Khatib Dayyan yang melakukannya. Momentum ini juga digunakan untuk menetapkan Banjarmasin sebagai ibukota Kesultanan Banjar, yang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, serta penyebaran agama Islam, dan juga sebagai benteng baru dalam menghadapi penetrasi Portugis di Laut Jawa. Kesultanan Banjar dan Kesultanan Demak berkoalisi untuk melawan masuknya Portugis ke wilayah kekuasaan mereka.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa berislamnya Sultan Suriansyah pada tanggal tersebut hanyalah formalitas semata, karena sebenarnya Sultan Suriansyah sudah masuk Islam sejak masa kanak-kanak. Pengucapan syahadat yang dipimpin oleh Khatib Dayyan hanya merupakan langkah formal untuk menandai berdirinya Kesultanan Banjar. Kemungkinan Sultan Suriansyah sudah menjadi muslim sejak masih anak-anak atau remaja, karena Pangeran Sekar Sungsang, yang memiliki darah Jawa, juga diperkirakan sudah beragama Islam. Bahkan ada versi yang mengatakan bahwa Pangeran Sekar Sungsang juga telah mengirim upeti kepada Giri karena hubungan baik yang mereka jalin. Ia berusaha menyebarkan Islam di kalangan elit dan masyarakat Kerajaan Negara Daha, namun usaha dakwahnya sulit dilakukan karena masih kuatnya kepercayaan sebelumnya. Pada saat itu, Islam sudah masuk ke Banjarmasin, tetapi hanya diikuti oleh sebagian kecil rakyat dan para pedagang, termasuk pedagang Arab. Mungkin Suriansyah melarikan diri ke Banjarmasin karena sudah menjadi muslim, sehingga tidak disukai oleh elit Negara Daha.
Diperkirakan sebelum memeluk Islam, Pangeran Samudra sudah diangkat menjadi raja oleh beberapa Patih dan penduduk Banjarmasin yang mendukungnya. Namun, ada juga kemungkinan bahwa dia sudah menjadi muslim sebelum diangkat menjadi raja (sultan). Namun, saat Pangeran Samudra menjadi raja, kekuasaannya masih lemah karena terlibat perseteruan dengan pamannya, Pangeran Tumenggung di Negara Daha. Wilayah kekuasaan Pangeran Samudra saat itu hanya terbatas pada Banjarmasin dan sekitarnya.
Menurut sejarawan Badri Yatim, Islamisasi di Kalimantan lebih banyak didominasi oleh para penyebar Islam dari Jawa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa penyebaran Islam ke Kalimantan sebenarnya sudah ada sebelum Sultan Suriansyah memerintah pada abad ke-16. Sunan Giri pernah berlayar ke pulau Kalimantan dengan membawa barang dagangannya. Ketika tiba di pelabuhan Banjar, penduduk setempat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi karena kelangkaan barang, tentu saja sangat terbantu dengan pemberian barang-barang secara gratis dari Sunan Giri, yang tujuannya adalah untuk menarik simpati penduduk setempat. Hal ini menunjukkan adanya hubungan dagang antara Jawa dan Banjar, terutama dengan kota-kota seperti Gresik, Tuban, dan Ampel.
$ads={1}
Ulama terkenal yang membantu Sultan Suriansyah untuk menyebarkan agama Islam di Kalimantan adalah Khatib Dayyan, atau yang biasa disebut Ngabdul Rahman oleh orang Jawa. Khatib Dayyan merupakan guru spiritual bagi Sultan Suriansyah dan keluarganya. Banyak yang percaya bahwa Khatib Dayyan berasal dari Jawa karena sering kali disebut dengan aksen Jawa. Hal ini menunjukkan hubungan yang erat antara Khatib Dayyan dengan orang Jawa. Mungkin saja Khatib Dayyan sebenarnya adalah seorang ulama yang datang dari Jawa, walaupun ia berasal dari negeri Arab atau mungkin juga seorang keturunan Arab.
Penting untuk dicatat bahwa penyebaran agama Islam di Kalimantan dilakukan oleh para ulama yang berasal dari Tuban, Gresik, Demak, dan daerah lain di pantai utara Jawa. Oleh karena itu, pendapat KH Saifuddin Zuhri yang mengatakan bahwa Khatib Dayyan adalah seorang Arab dari golongan Ahlul Bait (keturunan Rasulullah saw) bernama Sayyid Abdurrahman, memiliki kemiripan dengan pendapat yang mengatakan bahwa Khatib Dayyan adalah seorang ulama Arab. Orang Jawa biasa menyebutnya Sayyid Ngabdul Rahman. Kemungkinan lain adalah Khatib Dayyan adalah orang Jawa keturunan Arab, mengingat bahwa daerah-daerah seperti Pantai Utara Jawa, Tuban, Gresik, dan Demak merupakan tempat tinggal orang Arab.
Khatib Dayyan dikirim oleh Sultan Demak untuk membantu Pangeran Samudra dan menyebarkan agama Islam di kalangan orang Banjar. Tugas utamanya bukan hanya mengislamkan Pangeran Samudra (Sultan Suriansyah), tetapi juga menjadi juru dakwah di tanah Banjar. Saat itu, ulama atau juru dakwah masih sangat langka di daerah tersebut.
Terdapat beberapa versi lain mengenai Khatib Dayyan. Menurut Yusliani Noor (2015), Syekh Burhanuddin, seorang ulama dari Minangkabau, belajar agama di Aceh. Ia dibantu oleh empat orang yang berasal dari Minang, salah satunya bernama Daryan atau Darwis. Nama Daryan ini kemudian dikaitkan dengan Khatib Dayyan, karena nama khatib sering digunakan untuk menyebut ulama atau muballigh asal Minangkabau. Contohnya adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabaui, seorang ulama Minang yang menjadi Imam Besar Masjid al-Haram Makkah dan memiliki banyak murid yang juga menjadi ulama terkenal seperti KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Hasyim Asy'ari (pendiri Nahdlatul Ulama), KH Abdul Karim Amarullah (ayah Buya Hamka), KH Djamil Djambek, KH Taher Djalaluddin, dan lainnya.
Menurut penelitian Panitia Hari Jadi Kota Banjarmasin yang dikutip oleh Suriadi (2017), pada tanggal 24 September 1526, Pangeran Samudra diislamkan oleh wakil Panghulu Demak, yaitu Khatib Dayyan. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu pukul sepuluh pagi, bertepatan dengan tanggal 8 bulan Zulhijjah 932 Hijriyah. Namun, perlu diketahui bahwa Khatib Dayyan bukanlah Penghulu Demak, melainkan utusan dari Penghulu Demak Rahmatullah. Tugasnya adalah melakukan proses pengislaman Raja beserta pembesar kerajaan dan rakyat kerajaan. Khatib Dayyan bertugas di Kesultanan Banjar hingga akhir hayatnya.
Jika dikatakan bahwa Khatib Dayyan adalah seorang penghulu di Kesultanan Demak, hasil penelusuran para ahli pada masa itu tidak menemukan nama Khatib Dayyan dalam jabatan kepenghuluan Demak. Para penghulu yang ada pada masa itu adalah Sunan Bonang atau Pangeran Bonang (1490-1506), Makdum Sampang (1506-1515), Kyai Pambayun (1515-1521), Penghulu Rahmatullah (1521-1524), dan Sunan Kudus (1524). Mengingat Penghulu Demak yang berwenang saat itu adalah Penghulu Rahmatullah dan/atau Sunan Kudus, diperkirakan salah satu dari mereka yang mengutus Khatib Dayyan ke Banjarmasin.
Pendapat lain disampaikan oleh Irhamna dkk sebagai arsitek pembangunan kembali Masjid Sultan Suriansyah pada tahun 1990-an. Menurut mereka, Khatib Dayyan adalah Syekh Syarif Abdurrahman, seorang buyut dari Sunan Gunungjati, yang berhasil mendamaikan perseteruan antara Pangeran Samudra dengan pamannya, Pangeran Tumenggung.
Ada juga yang menyebut bahwa Khatib Dayyan adalah Syekh Malik Ibrahim, Syekh Abdul Malik, atau Mujahid Malik. Beliau adalah seorang mujahid yang berasal dari Aceh dan datang ke Banjarmasin bersama pasukan Demak yang membantu Pangeran Samudra dalam memerangi pasukan pamannya, Pangeran Tumenggung. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa Syekh Abdul Malik bukanlah Khatib Dayyan, melainkan ulama yang bergelar Haji Batu dan aktif bersama Khatib Dayyan dalam berdakwah dan membangun beberapa masjid di tanah Banjar.
(Dikutip dari buku Sultan Suriansyah karya Datu Cendikia Hikmadiraja Ahmad Barjie B)
Biografi Khatib Dayan
Menurut tulisan yang ditulis oleh Amir Hasan Kiai Bondan dalam Suluh Sedjarah Kalimantan pada tahun 1957, Khatib Dayan adalah seorang pemuka agama Banjar yang memiliki peran penting dalam menyebarkan agama Islam di lingkungan kerajaan. Selain Khatib Dayan, terdapat juga tokoh lain yang turut berperan dalam syiar Islam, yaitu Haji Batu (Syekh Abdul Malik). Haji Batu merupakan pembantu Khatib Dayan dalam upaya mengislamkan penduduk di sekitar kerajaan.
Versi lain yang dikemukakan oleh Kuin menyebutkan bahwa Khatib Dayan adalah keturunan dari Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai salah satu Wali Songo yang bertugas di Cirebon, sebenarnya bernama Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah sendiri merupakan keturunan dari waliyullah Muhammad Shahib Mirbath, yang merupakan keturunan ke-16 dari Nabi Muhammad SAW.
$ads={2}
Silsilah keluarga Syarif Hidayatullah (keturunan ke-24) dapat ditelusuri dari orangtuanya, yaitu Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Jamaluddin Husin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath.
Sunan Gunung Jati memiliki seorang putra bernama Sultan Hasanudin, yang juga dikenal sebagai Sultan Banten I. Menurut sumber Kuin, Khatib Dayan merupakan buyut dari Sultan Hasanudin. Ayah Khatib Dayan adalah Sultan Maulana Ahmad (Cirebon) bin Sultan Yusuf (Cirebon) bin Sultan Hasanudin.
"Khatib Dayan menikah dengan seorang anak Sultan Suriansyah. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Khatib Hamid yang tinggal di Kuin Utara," ujar Syarif, seorang warga Kuin sambil membuka silsilah keluarganya. Khatib Hamid memiliki keturunan yang juga menjadi Khatib, termasuk putranya yang bernama Khatib Muhidin. Keturunan Khatib Muhidin, yaitu Jamain, juga melanjutkan tradisi sebagai Khatib.
Ditulis: rumah-muslimin
Demikian Artikel " Khatib Dayan, Guru Sultan Suriansyah dan Ulama Besar Banjar "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -