SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGAMALKAN DAN MENYEBARKAN ILMU AGAMA
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Pada sebuah kesempatan, saya pernah menghadiri pengajian Maulana syekh Yusri Jaber al-Hasani (seorang ulama al-Azhar sekaligus mursyid thariqah Shiddiqiyah Syadziliyah). Pesan yang beliau sampaikan ketika itu adalah pesan yang sangat berharga yang in sha Allah tidak akan saya lupakan seumur hidup. Beliau berkata:
الخروج من الخلاف مستحب عملا ومراعاة الخلاف واجبة إفتاء
Artinya: “keluar dari perbedaan pendapat itu dianjurkan dalam mengamalkan, sedangkan memelihara pebedaan pendapat itu wajib dalam berfatwa (baca; menyebarkan)”
Paling tidak kalimat di atas merangkum dua hal penting:
Pertama; dalam mengamalkan ilmu. Maka yang dikedepankan adalah sebisa mungkin keluar dari perbedaan pendapat. Bagaimana caranya? Caranya dengan mengambil pendapat yang dibenarkan oleh semua ulama dengan batasan-batasan yang dijelaskan dalam buku-buku fikih dan ushul fikih.
$ads={1}
Dalam masalah memasuki tempat peribadahan non-muslim misalkan, ada banyak ragam pendapat ulama tentang hukumnya dalam Islam sebagaimana dijelaskan dalam Mawsu’ah al-Fiqh al-Islam wa al-Qadhaya al-Mu’ashirah tulisan syekh Wahbah az-Zuhaili dan buku-buku lain.
Di antara pendapat itu ada yang mengatakan:
1) makruh sebagaimana pada madzhab Hanafi,
2) boleh dan bahkan boleh melaksanakan shalat di dalamnya sebagaimana pada madzhab Maliki, Hanbali, Syafi’i menurut qawl rajih, dan
3) haram kecuali dengan izin dari penghuninya dan apabila di dalamnya tidak terdapat patung sebagaimana pendapat Izzuddin bin Abdussalam (Mawsu’ah al-Fiqh al-Islam wa al-Qadhaya al-Mu’ashirah, vol. 12, hlm. 777).
Maka gambaran keluar dari perbedaan pendapat dalam masalah ini adalah dengan tidak memasuki gereja, karena ketika kita tidak memasukinya maka perbuatan kita (baca; dengan tidak masuk gereja) akan dibenarkan oleh ulama yang memperbolehkan, yang memakruhkan, dan yang mengharamkan masuk sehingga kita benar menurut semua ulama dan kita keluar dari perbedaan pendapat yang mana disunnahkan oleh semua ulama.
Baca juga: Wasilah-wasilah Mendapatkan Ilmu Oleh Syekh Yusri Al Hasani
Dan keluar dari pendapat ini menjadi sunnah (menurut syekh Yusri) ketika kita terapkan dalam pengamalan untuk diri sendiri, bukan ketika kita menyebarkan pendapat kepada orang lain.
Kedua, dalam menyebarkan ilmu. Maka yang dikedepankan adalah memelihara perbedaan pendapat dan itu dihukumi wajib. Maksudnya bagaimana? Maksudnya adalah ketika kita menyebarkan ilmu kepada orang lain, kita diharuskan untuk memelihara perbedaan pendapat. Dalam masalah di atas misalkan, kita harus menyampaikan bahwa hukum memasuki tempat peribadatan non-muslim itu ada 3 versi menurut ulama masing-masing dan kita tidak boleh memaksa orang lain kepada satu pendapat karena yang wajib diikuti adalah al-Qur’an dan hadist sehingga tidak ada yang ma’shum selain keduanya. Sedangkan memaksa orang lain kepada satu pendapat dan mengatakan hanya pendapat itu yang benar sama saja mengatakan ada sesuatu selain al-Qur’an dan hadist yang ma’shumdan wajib diikuti.
Maka, ekstremlah dalam beramal untuk diri sendiri dan toleranlah dalam menyebarkan untuk orang lain, Wallahu a’lam.
Oleh: Mohamad Yusup
Demikian Artikel " Sikap Seorang Muslim Dalam Mengamalkan dan Menyebarkan Ilmu Agama "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -