MAZHAB SYAFI'I DAN AL-UMM
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Tiga puluh tahun yang lalu, ketika belum mempelajari ilmu fikih secara sistematis, saya selalu mendapat doktrin bahwa mempelajari Fikih Syafi'i harus merujuk kepada karya-karya Imam al-Syafi'i. Doktrin itu justru datang bukan dari orang-orang yang mengamalkan mazhab Syafi'i. Mereka menyebut nama Kitab al-Umm yang dinisbatkan kepada Imam al-Syafi'i radhiyallahu anhu.
Kata mereka, silakan dilihat di dalam kitab al-Umm, apakah ada pendapat Imam al-Syafi'i tentang tahlilan 7 hari, talqin kepada mayat yang sudah dikubur, atau peringatan maulid Nabi. Tentu, tegas mereka, jawaban-jawaban yang dicari tidak akan ada. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa amaliah Imam al-Syafi'i tidak sama dengan amaliah orang-orang yang mengaku bermazhab Syafi'i, seperti sekarang. Di sini letak kerusakan cara berpikir umat Islam zaman ini.
Mendengar doktrin itu, dulu saya pernah mengiyakan atau membenarkan. Padahal, saya belum tahu bagaimana rupanya bentuk kitab al-Umm itu. Sebagai remaja bau kencur, yang baru tahu bahwa dakwah adalah teriak-teriak di podium, doktrin tentang kerancuan orang-orang yang bermazhab Syafi'i tersebut saya suarakan kembali. Saya menyampaikan kepada jamaah bahwa pemahaman kita, umat Islam hari ini terhadap mazhab Syafi'i menyimpang dari pendapat-pendapat Imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm. Waktu itu, belum banyak anak-anak muda Indonesia yang kuliah di al-Azhar Mesir. Andaikan, zaman itu seperti sekarang, banyak lulusan al-Azhar, tentu orasi ngawur saya sudah dibacem dengan berbagai rupa.
Perkenalan saya dengan Kitab Kifayat ul-Akhyar mulai mengubah cara pandang saya terhadap Fikih Syafi'i. Benar yang dikatakan pepatah Arab:
الناس عدوٌّ لما جهل به
Orang itu memusuhi sesuatu yang tidak dia tahu
Pada masa saya belajar dasar-dasar fikih Syafi'i, belum banyak orang yang menjelaskan bagaimana memahami ilmu fikih. Di samping itu, buku atau kitab pengantar memahami ilmu fikih belum banyak seperti sekarang. Satu-satunya buku pengantar fikih berbahasa Indonesia yang saya punya adalah karya Prof. T.M. Hasbi Asshiddiqi, terbitan Bulan Bintang tahun 1989. Namun buku itu hanya memberi penjelasan yang sifatnya general tidak menjelaskan secara detail operasionalisasi kaidah-kaidah mazhab.
Baca juga: Imam Mazhab tidak Menyembunyikan Keilmiahan dan Kenetralan dalam Berfatwa
Pada tahun 2003, saya baru mengetahui rupa Kitab al-Umm karya Imam al-Syafi'i. Lembar demi lembar saya buka kitab Induk tersebut. Memang benar, di dalam pembahasannya tidak ditemukan kajian tentang tahlilan, talqin kubur dan maulid. Tapi, ketiadaan itu bukan berarti semua yang disebutkan tersebut merupakan perbuatan bid'ah yang jelas kesesatannya.
Yang menarik, di bagian awal kitab al-Umm, dinukil ucapan Imam al-Syafi'i :
البدعة بدعتان؛ بدعة محمودة وبدعة مذمومة. فما وافق السنّة فهو محمود. وما خالف السنّة فهو مذموم.
Bid'ah itu ada dua; bid'ah yang terpuji dan bid'ah yang tercela. Perbuatan bid'ah yang sesuai (sejalan) dengan sunnah, adalah bid'ah yang terpuji. Sedangkan perbuatan bid'ah yang berlawanan dengan sunnah, adalah perbuatan bid'ah yang tercela.
Baru membuka bagian ini saja, saya mulai berpikir bahwa ada manipulasi informasi terhadap kitab al-Umm dalam kurun waktu yang sangat panjang. Tidak adanya pembahasan tahlil, talqin dan maulid Nabi, di dalam Kitab al-Umm, tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi bahwa Imam al-Syafi'i menolak amalan tersebut.
$ads={1}
Seorang guru mengatakan, bahwa kitab al-Umm ini jangan disamakan dengan kitab-kitab fiqih elementer seperti Fiqih Islam karya Haji Sulaiman Rasjid, atau Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq. Kitab al-Umm ini merupakan kitab fiqih kelas tinggi. Karena yang dimuat di dalam al-Umm adalah kerangka epistemologi di dalam berijtihad. Dan dikatakan, bahwa Kitab al-Umm tidak disusun langsung oleh Imam al-Syafi'i. Kitab ini merupakan catatan ta'lim Imam Syafi'i yang ditulis oleh al-Rabi' bin Sulaiman atau al-Buwaithy, murid-murid dekat Imam al-Syafi'i.
Sebagai sebuah catatan, tentu banyak ucapan Imam al-Syafi'i yang terlewatkan atau bisa jadi ucapan-ucapan itu dipilih berdasarkan prioritas masalah menurut pencatatnya. Karena itu, kata guru saya, keliru jika orang menganggap Kitab al-Umm ini seperti manual book yang memuat semua masalah fikih, yang dihadapi umat pada masa sekarang.
Sebab alasan itu, Syaikh Muhammad Najib al-Muthi'iy menganjurkan kepada guru saya untuk tidak mempelajari al-Umm dan mengajukan Kitab al-Majmu' Syarah Muhazzab sebagai rujukan akhir pembelajaran Fikih Syafi'i. Syaikh Najib al-Muthi'iy beralasan bahwa kitab al-Umm tidak akan bisa dipahami jika tidak memahami lebih dulu karya-karya Imam Haramain al-Juwaini, Imam al-Ghazali, Imam al-Rāzi, Imam al-Nawawi, Imam al-Rafi'i, Imam Tāj ul-Din al-Subuki, dan Imam Zakariya al-Anshāri.
Melewati karya-karya dari para ulama yang disebutkan di atas saja membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Maka dari itu, guru saya mengatakan, " coba ente bayangkan bagaimana alimnya Dr. Nahrawi Abdus Salam yang menulis disertasi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam al-Syafi'i. Beliau membaca semua karya ulama dan al-Umm dalam waktu 3 tahun!
Perjalanan waktu 30 tahun, bagi saya ternyata tidak cukup untuk mengetahui (belum memahami) Kitab al-Umm ini. Dibelinya kitab ini karena ingin menolong seorang penjual kitab, yang cukup lama menantikan agar 1 stok al-Umm ini laku. Kitab ini kadang-kadang dibaca untuk menguji hasil bacaan terhadap Kitab al-Waraqat Imam Haramain, atau Kitab qawaid fiqhiyyah level dasar. Sedangkan bahan belajar sehari-hari, saya mencukupkan diri dengan kitab Kasyifat ul-Saja, Syarah Syekh Amjad Rasyid, Fathul Qarib, Kifayatul Akhyar, Hasyiyatul Bajuri, dan sesekali membaca Mughni al-Muhtaj. Bagi saya, kitab-kitab itu saja sudah lumayan berat. Tidak perlu dengan usia yang akan memasuki kepala 5 memaksakan diri membaca Fathul Wahhab dan kitab-kitab kelas kyai besar lainnya.
Oleh: KH. Abdi Kurnia Djohan
Demikian Artikel " Mazhab Syafi'i dan Al-Umm "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -