GAMBARAN IMAN MENURUT ULAMA: TASHDIQ, TAQRIR, AMAL
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Para ulama menggambarkan iman itu sebagai tashdiq (membenarkan) di dalam hati, taqrir (mengikrarkan) dengan lisan dan amal (mengamalkan) dengan anggota badan. Dalam kaitannya dengan iman kepada Allah, orang yang beriman tidak perlu membuktikan bahwa Allah ada. Karena level tashdiq itu tidak membutuhkan pembuktian. Karena yakin itu merupakan level terakhir sesudah berpikir.
Ini seperti orang yang sudah yakin dengan pilihannya berumah tangga. Dia tidak memerlukan lagi pemikiran apa harus berumah tangga atau tidak. Karena pemikiran atau proses berpikir itu sudah dilalui.
Dalam konteks mengimani Allah, orang yang beriman itu sudah melalui proses yang beragam. Ada yang melalui proses berpikir bahwa dia tidak bisa mengelak dari semua aturan Allah. Ada yang melalui proses berpikir bahwa ketenangan itu bisa didapat hanya dengan dekat kepada Allah. Dan masih banyak lagi. Kajian psikologi agama mengungkap pengalaman-pengalaman relijius banyak orang yang bermuara kepada penemuan iman yang "tidak bisa" digugat menurut orang yang menemukannya.
Lalu kenapa Mazhab Asy'ariyyah membuat formulasi "wujud" (ke-ada-an) sebagai bagian dari shifat (deskripsi otentik) Allah? Jawabannya tidak bisa dilihat secara parsial. Karena penjelasan tentang wujud, tidak berhenti dengan menampilkan kontra narasi 'adam (عدم) atau ketiadaan, dalam makna secara fisik.
Narasi tauhid yang dibangun oleh Asy'ariyyah selama tiga abad, sangat dipengaruhi oleh pergumulan pemikiran yang berkembang pada masanya. Tidak dapat kita pungkiri bahwa virus ilhād (sejenis atheisme) juga menjangkiti kalangan intelektual dan awam pada masa ketika gagasan Asy'ariyyah dimunculkan. Ketika itu ilhād atau narasi anti Tuhan ditampakkan dalam bentuk pengabaian pesan-pesan syariat yang seharusnya diperhatikan oleh para penguasa.
Mu'tazilah memang berbicara tentang keadilan. Tapi, keadilan yang dinarasikan, memarjinalkan rahmat yang menjadi hak prerogatif Allah. Itu bisa dibaca dan dipahami dari debat pamungkas antara Imam Abu Hasan al-Asy'ari dengan bapak tirinya, Syaikh Ali al-Jubba'iy, tokoh Mu'tazilah pewaris dari Washil bin Atha'.
Jabbariyyah memang berbicara tentang kepasrahan atau penyerahan kepada Allah. Tapi narasi kepasrahan yang disampaikannya itu menegasikan keadilan rasional yang Allah berikan kepada manusia untuk proaktif menciptakan kebaikan.
$ads={1}
Dua pemikiran itu memotret kekacauan banyak pemikiran yang berkembang pada masa itu. Sehingga, dalam pandangan Asy'ariyyah seolah-olah Allah tidak lagi hadir (wujud) di dalam kehidupan manusia. Indikator wujudnya Allah secara esensial, dalam kerangka berpikir Asy'ariyyah adalah ditegakkannya syariat dan meningkatnya ketaatan. Bukan wujud Allah dalam makna fisik! Karena dalam konteks ini, al-Qur'an telah menegaskan:
لا تدركه الأبصار وهو يدرك الأبصار وهو اللطيف الخبير
Ulama Asy'ariyyah ingin mengembalikan pemahaman tauhid umat kepada kesadaran iman yang tidak perlu membuktikan Allah secara fisik. Karena keberadaan Allah tidak perlu dibuktikan. Yang perlu dibuktikan adalah apa bentuk kesadaran dari orang yang meyakini Allah itu ada. Taat kepada semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya merupakan bentuk dari kesadaran itu...
Wallahu a'lam bis shawab.
Ditulis oleh: KH. Abdi Kurnia Djohan
Demikian Artikel " Gambaran Iman Menurut Ulama: Tashdiq, Taqrir, Amal "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -