BEREBUT MENJADI IMAM SHALAT, BAGAIMANA HUKUMNYA?
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Viral sebuah video di media sosial yang memperlihatkan antara dua kelompok pemilik ahli waris masjid dan warga setempat yang berebut menjadi Imam Shalat berjama'ah, Sabtu (18/12/23).
Video tersebut diunggah oleh salah satu warga setempat di lokasi kejadian. Motif yang diketahui karena adanya perselisihan saat menjadi imam shalat berjama'ah.
Bagaimana islam memandang hal ini? Apakah menjadi imam shalat berjama'ah memiliki keutamaan sehingga boleh berebutan seperti perkara tersebut? Ustadz Ahmad Atho melalui laman facebooknya membagikan tulisan mengenai hukum menjadi imam shalat berjama'ah sekaligus tanggung jawab yang mesti diemban oleh sang imam, berikut tulisannya:
Diantara nikmat Allah ta'ala yang dirasakan oleh Imam Asy Sya'rani radhiyallahu 'anhu adalah beliau tidak suka menjadi imam shalat, baik shalat fardhu, sunnah, ataupun shalat jenazah. "Karena saya khawatir harus menanggung kekurangan atau kesalahan para makmum selain menanggung kesalahan-kesalahan saya sendiri", alasan beliau.
$ads={1}
"Apalagi jika mereka menjadikan saya imam sebab menyangka saya ini orang baik, zuhud di dunia, takut kepada Allah ta'ala, merasa diawasi oleh-Nya saat sendirian, padahal saya adalah sebaliknya itu semua. Bahkan bisa jadi seandainya mereka tahu kesalahan² yang telah saya perbuat sepanjang usia saya niscaya mereka tidak akan sudi bermakmum kepada saya. Dalam sebuah hadits :
اجعلوا أئمتكم خياركم لأنهم وفدكم فيما بينكم وبين ربكم
"Jadikanlah imam² kalian adalah orang² terbaik diantara kalian, sebab mereka lah delegasi kalian, delegasi antara kalian dan Tuhan kalian."
Padahal saya tidaklah lebih baik daripada jama'ah yang mengajukan saya.
Baca juga: Konsekuensi Menjadi Imam Shalat Jika Bacaan Al-Fatihah Tidak Fasih
Seorang Imam Jalaluddin As Suyuthi rahimahullah ta'ala saja beliau tidak pernah mengizinkan ada orang yang bermakmum di belakangnya saat beliau shalat sendiri.
Adapun hadits :
صلوا خلف كل بر وفاجر
"Shalatlah kalian di belakang siapapun, baik orang baik maupun orang jahat"
Maka hadits ini arahnya adalah jika imamnya seorang penguasa yang lalim, yang jika tidak mau bermakmum kepadanya maka dikhawatirkan akan membahayakan diri. Shalat kita bermakmum kepada orang fasik seperti itu lebih ringan mafsadahnya daripada menolak bermakmum kepadanya, sebab bisa jadi penolakan kita akan berujung pada hilangnya nyawa, pengusiran, hilangnya pekerjaan, dan sebagainya, sebagaimana yang terjadi pada para sahabat dan tabi'in yang menolak Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi.
Maka orang yang akan maju menjadi imam seyogyanya membayangkan seandainya ia melaporkan semua kesalahan dan dosanya, baik yang terang²an ataupun yang sembunyi², kepada para makmum, akankah mereka tetap mengajukannya dengan senang hati dan tanpa ragu sedikitpun untuk menjadi imam bagi mereka? Jika iya maka silahkan maju. Namun jika kemungkinan besar mereka tidak akan sudi maka sikap wara' adalah jangan menjadi imam, jadilah makmum.
Jika ada yang tanya : Lalu bagaimana jika semua yang hadir merasa dirinya penuh dosa sehingga tidak ada yang mau menjadi imam?
Jawabnya : Salah satu dari mereka silahkan maju untuk menjadi imam, dengan niat menjalankan kewajiban syariat, seraya memohon ampun untuk dirinya dan para makmum. Begitu juga dalam hal mengimami shalat janazah. Sebagaimana yang sering saya alami saat semua yang hadir tidak mau maju mengimami, akhirnya saya maju dengan niat melaksanakan apa yang telah diperkenankan oleh syariat. Dan tidaklah Allah ta'ala memerintahkan kita untuk menshalati mayit dan memberikan syafaat/ pertolongan kepadanya kecuali Ia hendak mengabulkan do'a kita dan menerima syafaat kita untuknya."
Dari kitab Minanul Kubra karya Imam Asy Sya'rani radhiyallahu 'anhu, hal. 369
Oleh: Ustadz Ahmad Atho
Editor: rumah-muslimin
Demikian Artikel " Berebut Menjadi Imam Shalat, Bagaimana Hukumnya? "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -