HUKUM ISTRI MENOLAK AJAKAN SUAMI YANG ZALIM
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Dalam fikih nikah, seorang istri yang nusyuz (durhaka) pada suaminya, maka ia tidak berhak dinafkahi, sehingga suami boleh menahan hartanya untuk tidak menafkahi istrinya yang durhaka tersebut sebagai sebuah hukuman sekaligus peringatan agar si istri bisa kembali pada ketaatan dan syariat.
Apabila demikian, bisakah seorang istri menolak "ajakan" suaminya apabila suami tidak memenuhi kewajibannya atau berlaku zhalim pada suaminya?
Penting untuk diperhatikan bahwa wajib bagi setiap suami untuk menunaikan kewajibannya, baik dari sisi memberikan nafkah yang wajib, ataupun dari sisi berbuat baik dan adil kepada istrinya. Apabila suami tidak menunaikan kewajibannya, maka ia telah terjerumus pada dosa besar dan tercatat sebagai suami yang zhalim. Bahkan, dalam kondisi demikian, dimana suami tidak menunaikan kewajibannya, atau berlaku zhalim pada istrinya, seorang istri boleh mendakwa suaminya ke pengadilan dan mengajukan khulu (perceraian) atau faskh nikah (pembatalan pernikahan).
Kemudian, berkaitan dengan "ajakan" suami yang zhalim kepada istrinya, maka penting untuk diperhatikan bahwa Islam tidak pernah mengajarkan membalas kemaksiatan dengan kemaksiatan yang lain. Kita memahami bahwa suami yang tidak menunaikan kewajiban adalah kemaksiatan, demikian pula menolak "ajakan" suami juga merupakan kemaksiatan. Maka seorang istri tidak boleh membalas kemaksiatan suaminya, yang tidak menunaikan kewajibannya, dengan kemaksiatan yang lain, yaitu menolak "ajakan" suaminya.
$ads={1}
Hal ini disebabkan sejak awal, akad pernikahan itu adalah akad yang menghalalkan kemaluan dengan mahar. Jadi, pelayanan seorang istri merupakan "alat tukar" atas mahar yang diberikan suami saat akad nikah. Karenanya selama seorang istri masih memilih menjadi istrinya, sampai kapanpun ia tidak boleh menolak ajakan suaminya, kecuali apabila terdapat udzur syar'i pada dirinya, atau suami mengajaknya melakukan sesuatu yang melanggar syariat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa seorang istri boleh menolak "ajakan" suaminya apabila suaminya itu tidak mau menafkahinya. Namun, bersamaan dengan penolakan tersebut, hak nafkahnya sebagai seorang istri telah gugur. Karena nafkah yang diberikan suami merupakan "alat tukar" atas ketaatan istri pada suaminya.
Adapun di antara udzur syar'i yang membolehkan seorang istri menolak "ajakan" suami adalah pada saat ia sedang sakit. Kemudian seorang istri wajib menolak "ajakan" suaminya pada saat haidh dan nifas, kecuali pada batas yang diperbolehkan syariat. Seorang istri juga wajib menolak "ajakan" suami yang bertentangan dengan syariat seperti anal atau berbagai penyimpangan seksual lainnya.
Apabila seorang istri sudah tidak sanggup menerima "ajakan" suaminya, entah karena suaminya tidak menunaikan kewajibannya, atau karena bertindak zhalim padanya, maka istri bisa meminta khulu (perceraian) dengan mengembalikan mahar atau membayar tebusan khulu. Istri juga bisa mendakwa suami di pengadilan dan meminta faskh nikah kepada hakim, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Namun, apabila istri tersebut memilih untuk tetap bersama suaminya, tetap menjadi istrinya, apapun alasannya, maka ia wajib menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan menunaikan hak suaminya berupa pelayanan, dijaga kehormatannya, dan ditutupi aib-aibnya.
Baca juga: Suami Menolak Hubungan Intim dengan Istri, Bagaimana Hukumnya?
Bagaimana apabila seorang istri terlalu lelah karena mengurus rumah tangga sehingga ia kehabisan tenaga dan tidak bisa melayani suaminya, apakah ia boleh menolak "ajakan" suaminya?
Penting untuk diperhatikan bahwa mengurus rumah tangga, seperti mencuci, beres-beres, atau memasak bukanlah kewajiban istri, sehingga suami tidak boleh memaksa istrinya untuk melakukan semua itu. Namun seorang istri yang memilih melakukan semua itu demi mendapatkan keridhaan suaminya, maka ia akan mendapatkan pahala sunnah dan kebaikan di sisi Allah.
Hanya saja, jangan sampai kesibukannya mengurus rumah justru melalaikannya dari kewajiban intinya sebagai seorang istri, yaitu melayani suaminya. Ini yang penting untuk dipahami, baik oleh istri maupun oleh suami.
Maka dari itu, apabila suami memahami keadaan istrinya, ia mestinya tidak memaksa istrinya melakukan pekerjaan rumah dan menyuruhnya untuk fokus saja untuk melayaninya. Ia bisa membayar pembantu atau harus merelakan rumah yang sedikit berantakan karena istrinya tidak bekerja setiap saat. Apabila suami masih memaksa istrinya, maka jangan salahkan istrinya apabila kemudian ia menjadi kelelahan dan tidak bisa melayani suaminya dengan optimal. Demikian pula istri, ia mesti memahami mana yang wajib baginya dan mana yang "sekadar" dianjurkan baginya. Perkara yang dianjurkan jangan sampai melalaikan yang wajib.
Mudah-mudahan penjelasan ini bermanfaat dan dapat dipahami oleh kita sekalian. Wallahu a'lam.
Oleh: Ustadz Muhammad Laili Al-Fadhli
Demikian Artikel "Hukum Istri Menolak Ajakan Suami yang Zalim"
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -