MAKNA IDTIBA DALAM TAWAF
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Makna iḍṭibā‘ (الاضْطِبَاعُ) adalah memakai “baju” ihram dengan cara yang membuat bahu kanan menjadi terbuka.
Kata “baju” saya beri tanda petik karena faktanya tidak benar-benar baju. Yang saya maksud “baju” ihram adalah pakaian atasan ihram yang dalam bahasa Arab disebut dengan ridā’ (الرداء). Bentuk ridā’ memang bukan seperti baju berlengan. Tetapi hanya semacam kain berwarna putih berbentuk persegi panjang. Mirip jarik/jarit (jawa: sewek).
Teknik untuk merealisasikan iḍṭibā’ adalah dengan memanjangkan sisi ridā’ sebelah kanan secukupnya, lalu masukkan ridā’ pada ketiak kanan, kemudian sisa kain ridā’ yang terjulur lemparkan ke pundak kiri. Atur betul agar posisinya kokoh dan tidak mudah lepas. Dengan cara itu maka terealisasilah memakai “baju” ihram dengan cara iḍṭibā‘. Ciri utamanya, bahu kanan terlihat terbuka.
Nama lain iḍṭibā’ adalah ta’abbuṭ (التَّأَبُّطُ) atau tawasy-syuḥ (التَّوَشُّحُ)
Iḍtibā‘ disunahkan bagi lelaki yang bertawaf mulai putaran pertama sampai putaran ketujuh. Wanita tidak disunahkan iḍṭibā‘ karena jelas akan membuka auratnya.
Baca juga: Asal-Usul Syariat Raml Saat Thawaf
Dalil sunahnya iḍṭibā‘ adalah hadis-hadis berikut ini,
«أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - طَافَ مُضْطَبِعًا». «سنن ابن ماجه» (4/ 180 ت الأرنؤوط)
Artinya,
“Bahwasanya Nabi ﷺ bertawaf dalam keadaan ber-iḍṭibā‘” (H.R. Ibnu Mājah)
عَنْ يَعْلَى، قَالَ: «طَافَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَبِعًا بِبُرْدٍ أَخْضَرَ». «سنن أبي داود» (2/ 177 ت محيي الدين عبد الحميد)
Artinya,
“Nabi ﷺ bertawaf dalam keadaan ber-iḍṭibā’ memakai kain burdah hijau” (H.R. Abū Dāwūd)
«عَنْ ابْنِ يَعْلَى، عَنْ أَبِيهِ، " أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ طَافَ بِالْبَيْتِ وَهُوَ مُضْطَبِعٌ بِبُرْدٍ لَهُ حَضْرَمِيٍّ "». «مسند أحمد» (29/ 475 ط الرسالة)
Artinya,
“Dari Ibnu Ya‘lā dari ayahnya, bahwasanya Nabi ﷺ ketika datang (ke Mekah) beliau bertawaf mengelilingi Kakbah dalam keadaan ber-iḍṭibā‘ memakai burdah dari Haḍramaut milik beliau” (H.R. Ahmad)
$ads={1}
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ «اعْتَمَرُوا مِنَ الْجِعْرَانَةِ فَرَمَلُوا بِالْبَيْتِ وَجَعَلُوا أَرْدِيَتَهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ قَدْ قَذَفُوهَا عَلَى عَوَاتِقِهِمُ الْيُسْرَى». «سنن أبي داود» (2/ 177 ت محيي الدين عبد الحميد)
Artinya,
‘Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya melakukan umrah dari al-Ji'ranah, dan mereka melakukan ramal (berjalan cepat) mengelilingi Kakbah dan meletakkan selendang mereka di bawah ketiak mereka, dan melemparkan di atas pundak kiri.” (H.R. Abū Dāwūd)
Jika lupa melakukan iḍtibā’ di awal-awal tawaf, atau sengaja meninggalkan iḍtibā’ karena sebab tertentu, maka putaran sisanya tetap disunahkan melakukan iḍṭibā’.
Makruh hukumnya meninggalkan iḍṭibā’ tanpa uzur.
Oh ya, iḍṭibā’ bukan hanya disunahkan saat tawaf, tapi saat sai pada seluruh 7 kali tempuh semuanya juga disunahkan ber-iḍṭibā’ bagi lelaki.
Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R. Rozikin, Dosen di Universitas Brawijaya)
Demikian Artikel " Makna Idtiba Dalam Tawaf "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -