MENGALAH DAN MENYESUAIKAN DIRI PADA MASALAH KHILAFIYAH
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Jika merasa terasing di tengah-tengah masyarakat, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa hal itu termasuk perkara yang terpuji dan merupakan resiko berpegang teguh dengan agama, lalu mengklaim diri sebagai Al-Ghuraba’ (orang-orang yang asing) sebagaimana dalam sebuah hadis bahwa ; “Islam datang dalam kondisi asing dan akan kembali asing sebagaimana datang di awal-awal."(H.R. Muslim). Dalam riwayat lain ; "Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing."
Dilihat dulu, apa yang menyebakan seorang terasing ? Karena, tidak setiap hal yang berbeda dengan masyarakat setempat, itu merupakan keterasingan sebagaimana dimaksud di dalam hadis di atas. Dan perlu dilihat juga bagaimana kondisi masyarakat di tempat tersebut. Bisa jadi hal yang dianggap asing itu, sebenarnya hal nyleneh.
Jika terasingnya karena menjalankan prinsip-prinsip agama yang memang tidak ada tawar menawar lagi, ya itu bagus. Seperti ; mentauhidkan Allah, menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, berjilbab (menutup aurat bagi muslimah), dan yang lainnya, serta meninggalkan berbagai perkara yang diharamkan seperti ; berzina, minum khamer, berjudi dan yang semisalnya.
Tapi kalau keterasingan itu karena mengamalkan hal-hal yang status hukumnya mubah (boleh) tapi tidak wajar dilakukan di tempat itu, atau memaksakan untuk mengamalkan berbagai perkara yang termasuk furu’ agama yang bersifat ijtihadi tapi menyelisihi amalan yang biasa diamalkan oleh masyarakat setempat sehingga menimpulkan gesekan, atau fitnah, atau kegaduhan, maka menurut hemat kami ini tidak tepat. Ini juga tidak bisa dikatakan keterasingan yang dimaksud dalam hadis di atas.
Hal ini berdasarkan hadis dari Aisyah ra, beliau berkata : "Tidakkah kamu lihat, bahwa ketika kaummu membangun Ka'bah, mereka mempersempitnya dari Asas yang dibangun oleh Ibrahim?" Aisyah berkata; Kukatakan, "Apakah Anda akan mengembalikannya pada Asas Ibrahim?" maka Rasulullah saw berkata : "Sekiranya bukan karena kaummu yang baru saja meninggalkan kekufuran, niscaya aku akan melakukannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
$ads={1}
Al-Hafidz Ibnu Hajar rhm berkata :
وَفِي حَدِيثِ بِنَاءِ الْكَعْبَةِ مِنَ الْفَوَائِدِ غَيْرَ مَا تَقَدَّمَ مَا تَرْجَمَ عَلَيْهِ الْمُصَنِّفُ فِي الْعِلْمِ وَهُوَ تَرْكُ بَعْضِ الِاخْتِيَارِ مَخَافَةَ أَنْ يَقْصُرَ عَنْهُ فَهْمُ بَعْضِ النَّاسِ وَالْمُرَادُ بِالِاخْتِيَارِ فِي عِبَارَتِهِ الْمُسْتَحَبُّ….. وَتَأَلُّفُ قُلُوبِهُمْ بِمَا لَا يُتْرَكُ فِيهِ أَمْرٌ وَاجِبٌ وَفِيهِ تَقْدِيمُ الْأَهَمِّ فَالْأَهَمِّ مِنْ دَفْعِ الْمَفْسَدَةِ وَجَلْبِ الْمَصْلَحَةِ وَأَنَّهُمَا إِذَا تَعَارَضَا بُدِئَ بِدَفْعِ الْمَفْسَدَةِ
Terjemah : "Di dalam hadits “bangunan Ka’bah” ( di atas ) terdapat berbagai faidah selain apa yang telah lalu yang telah diterjemahkan oleh pengarang ( Imam Bukhari ) di dalam ( bab ) ilmu, yaitu meninggalkan sebagian perkara yang bersifat pilihan karena khawatir pemahaman sebagian manusia tidak bisa memahaminya. Dan dimaksud dengan perkara pilihan dari ungkapan ( imam Bukhari ) adalah perkara yang mustahab……dianjurkan juga untuk melunakkan hati-hati manusia selama tidak meninggalkan perkara yang wajib, dan di dalamnya juga terdapat dalil mendahulukan perkara yang paling penting kemudian yang paling berikutnya berupa menolak kerusakan dan mewujudkan kebaikan. Dan keduanya jika bertabrakan, maka didahulukan untuk menolak kerusakan”. (Fathul Bari : 3/448).
Sahabat Ali bin Abi Thalib ra pernah ditanya tentang apa itu akhlak yang baik. Maka beliau menjawab :
موافقة الناس في كل شيئ ما عدا المعاصي
Terjemah ; “Menyesuaikan diri dengan masyarakat setempat dalam segala hal kecuali dalam kemaksiatan.” (Mirqah Shu’ud At-Tashdiq, karya Syekh Nawawi Bantani)
Meninggalkan sesuatu yang berstasus sunah saja dilarang jika akan melahirkan berbagai fitnah, apalagi yang sifatnya sunah dan jelas-jelas masalah khilafiyyah. Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang berusaha untuk menyesuaikan diri (atau mengalah) dengan masyarakat setempat dalam berbagai perkara, selama hal itu bukan perkara yang maksiat. Baik dalam hal penampilan, adat istiadat, pilihan mazhab, pengamalan berbagai perkara yang masuk ranah khilafiyyah ijtihadiyyah,dan yang lainnya. Mengalah jika akan melahirkan kebaikan dan kedamaian, maka termasuk perkara yang dianjurkan.
Jadi, jika saat ini ada diantara kita yang merasa terasing di masyarakatnya, maka kita teliti dulu karena apa sesuai penjelasan di atas. Jika sudah, baru kita bisa menyimpulkan apakah termasuk dalam keutamaan yang disebutkan dalam hadis tentang al-ghuraba’ atau tidak. Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum.
(Abdullah Al-Jirani)
Oleh: Ahmad Syahrin Thoriq
Demikian Artikel " Mengalah Dan Menyesuaikan Diri Pada Masalah Khilafiyah "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah