BISAKAH NAJIS MUGHALADHAH DARI ANJING DIBERSIHKAN DENGAN SABUN?
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Dulu sewaktu ngaji Bulughul Marom pernah sekilas dijelaskan KH. Muhammad Idror Maimoen (Gus Idror) tentang ini. Kemudian mencari keterangan lebih lanjut dan memang ada pembahasannya. Ada perbedaan pendapatan sampai 4, atau bisa disebut 5.
Dalam literatur kitab-kitab salaf agak banyak bisa kita jumpai tentang pembahasan ini, diantaranya ada Fathul Aziz Syarh Wajiz karya Imam Rafi'i disebutkan sampai 4 pendapat, dalam Bahrul Madzhab karya Imam Ruyani disebutkan 2 pendapat, dalam Najmul Wahhaj karya Imam Damiri disebutkan sampai 5, dan dalam Nihayatul Muhtaj Imam ar-Ramly disebutkan 2, beberapa redaksi yang berbeda akhirnya kami kompromikan secara lebih simpelnya :
$ads={1}
1). Tidak boleh selain debu, karena pensucian najis mugholadzoh berkenaan dengan debu, atau dalam Bahrul Madzhab disebut amr ta'abbudi seperti tayammum, tidak boleh berpindah ke yang lain. Makna ta'abbud bisa dipahami dengan ketentuan membasuh sampai tujuh kali dari syari'at, padahal secara aslinya membasuh satu kali saja terkadang sudah bisa bersih. Ini menunjukkan konteks pensucian najis mugholadzoh merupakan perkara ta'abbudi. Alasan ketiga karena debu berkedudukan sebagai salah satu sarana pensucian dalam masalah jilatan anjing, maka tidak boleh menggunakan yang lain sebagaimana tidak boleh mengganti air dengan yang lain.
لا يجوز لأنه طهارة أمر فيها بالتراب تعبدًا فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم, ومعنى التعبد أنه أمر بغسله سبعًا والنجاسة تزول مرة واحدة, ولأنه أحد الطهورين في ولوغ الكلب فلا يقوم غيره مقامه كالماء.
"Tidak boleh (menggunakan sabun sebagai pengganti debu) karena ini adalah thoharoh yang syariat memerintahkannya menggunakan debu secara ta'abbudi, maka perkara lain tidak bisa memenuhi kedudukannya sebagaimana tayamum. Dan makna ta'abbud (bisa dipahami) bahwa syariat memerintahkan untuk membasuhnya tujuh kali, sedangkan najis bisa hilang dengan sekali basuhan, dan karena debu merupakan salah satu sarana sesuci dalam masalah jilatan anjing, maka perkara lain tidak bisa menggantikan kedudukannya sebagaimana air." [Ar-Ruyani, Abd al-Wahid, Bahr al-Madzhab Li Ar-Ruyani, 1/247]
Ini merupakan pendapat al-Adzhar dalam madzhab Syafi'i sebagaimana dinyatakan oleh Imam Rafi'i dalam Fathul Aziz, Imam Ramly dalam Nihayatul Muhtaj dan Imam Damiri dalam Najmul Wahhaj.
Baca juga: Hukum Kotoran Manusia Menurut Mazhab Hanafi
2). Boleh menggunakan selain debu sebagaimana dibagh (menyamak kulit hewan) boleh menggunakan selain asy-syabb (sejenis semak yang tahan kekeringan, biasa tumbuh di Afrika dan semenanjung Arab) dan al-qordz (tawas) yang keduanya dijelaskan dalam hadits.
Dibagh atau menyamak kulit hewan adalah proses pensucian terhadap kulit-kulit bangkai selain anjing dan babi, walaupun hewan yang tidak halal dimakan seperti macan, dengan cara menghilangkan perkara-perkara yang menempel pada kulit tersebut seperti darah, daging dan gajih-gajihan. Nantinya kulit yang sudah di samak boleh digunakan untuk keperluan sehari-hari, semisal dibuat tas, baju maupun yang lainnya. Pensucian disini tidak sampai ketaraf halal dimakan.
Disamakan juga dengan istinja' yang boleh menggunakan selain batu, yaitu setiap perkara padat yang bisa membersihkan dan tidak dimuliakan secara syariat, seperti tisu, padahal dalam redaksi haditsnya adalah menggunakan batu.
Pendapat kedua ini merupakan ikhtiyar Imam Muzani, tentang kebolehan ini beliau beralasan sebagaimana disebutkan oleh Imam Ruyani dalam Bahrul Madzhab karena tujuannya adalah membersihkan najis, dan sabun lebih bisa membersihkan daripada debu. Alasan kedua yang beliau utarakan karena praktek pensucian ini berkenaan menghilangkan najis menggunakan sesuatu yang padat maka tidak menjadi keharusan menggunakan perkara padat berupa debu saja seperti halnya istinja' dan dibagh.
يجوز ويقوم ذلك مقام التراب, وهو اختيار المزني؛ لأن المقصود منه التطهير عن النجاسة, والصابون هو أبلغ في التطهير من التراب, ولأنه إزالة نجاسة بجامد فلا يتعين ذلك الجامد كالاستنجاء والدباغ.
"(Sabun) boleh dan bisa menempati kedudukan debu. Ini adalah pendapat yang dipilih Imam al-Muzani; karena amaksud darinya adalah pembersihan dari najis, dan sabun lebih bisa membersihkan daripada debu, dan karena itu merupakan menghilangkan najis dengan sesuatu yang padat, maka tidak menjadi suatu keharusan menggunakan benda padat itu (yaitu debu) sebagaimana istinja' dan dibagh." [Ar-Ruyani, Abd al-Wahid, Bahr al-Madzhab Li Ar-Ruyani, 1/247]
Baca juga: Cara Mudah Menyucikan Handphone yang Terkena Najis
3). Jika tidak ada debu, maka boleh memakai yang lainnya karena darurat.
4). Boleh menggunakan selain debu pada perkara-perkara yang rusak ketika terkena debu seperti pakaian, dan tidak boleh pada perkara-perkara yang tidak rusak ketika terkena debu seperti wadah-wadah peralatan.
5). Pendapat kelima menyatakan basuhan ke-8 bisa menempati kedudukan debu.
Qoul al-Adzhar sendiri dalam literatur Syafi'iyah digunakan untuk menunjukkan adanya khilaf dalam beberapa pendapat Imam Syafi'i, menunjukkan bahwa qoul ini yang rajin, dan khilaf dalam masalah itu merupakan khilaf yang kuat karena ketajaman kecerdasan Imam Syafi'i.
Dan selama bisa menggunakan qoul al-Adzhar maka lebih baik menggunakan qoul tersebut, kalau tidak bisa maka masih di toleransi menggunakan qoul muqobilnya.
Wallahu ta'ala a'lam bis showab
Referensi:
الثالثة: هل يقوم الصابون والأَشْنَانُ مقام التراب؟ فيه ثلاثة أقوال:
أظهرها: لا لظاهر الخبر؛ ولأنها طهارة متعلقة [بالتراب] (1)، فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم.
والثاني: نعم كَالدِّبَاغ يقوم فيه غَيْرُ الشّب وَالقَرَظِ (2) مقامهما، وكالاسْتنْجَاءِ يقوم فيه غير الحِجَارَةِ مقامها.
الثالث: إن وجد التراب لم يعدل إلى غيره، وإن لم يجده جاز إقامة غيره مقامه للضرورة، ومنهم من قال: يجوز إقامة غير التراب مقامه فيما يفسد باستعمال التراب فيه، كالثياب، ولا يجوز فيما لا يفسد كالأواني.
[الرافعي، عبد الكريم، العزيز شرح الوجيز المعروف بالشرح الكبير ط العلمية، ٦٧/١]
وهذا كما قال المأمور في غسل الولوغ بالتراب, فإن غسله بغير التراب كالأشنان, أو النخالة, أو الصابون, هل يجوز؟ فيه قولان, أحدهما: يجوز ويقوم ذلك مقام التراب, وهو اختيار المزني؛ لأن المقصود منه التطهير عن النجاسة, والصابون هو أبلغ في التطهير من التراب, ولأنه إزالة نجاسة بجامد فلا يتعين ذلك الجامد كالاستنجاء والدباغ. والثاني: لا يجوز لأنه طهارة أمر فيها بالتراب (202 أ/1) تعبدًا فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم, ومعنى التعبد أنه أمر بغسله سبعًا والنجاسة تزول مرة واحدة, ولأنه أحد الطهورين في ولوغ الكلب فلا يقوم غيره مقامه كالماء, وهذا طاهر المذهب.
[الروياني، عبد الواحد، بحر المذهب للروياني، ٢٤٧/١]
قال: (والأظهر: تعين التراب)؛ لأنه تطهير نص فيه على التراب، فلا يقوم غيره مقامه كالتيمم.
والثاني: يقوم مقامه ما في معناه، كالاستنجاء والدباغ.
فعلى هذا .. يكفي الصابون والأشنان وكل مزيل.
ورد بأنه: لا يجوز أن يستنبط من النص معنى يبطله.
والثالث: يقوم مقامه عند عدم التراب للضرورة، ولا يقوم عند وجوده.
وقيل: يقوم مقامه فيما يفسده التراب كالثياب، دون ما لا يفسده كالأواني.
وقيل: تقوم الغسلة الثامنة مقام التراب.
[الدَّمِيري، النجم الوهاج في شرح المنهاج، ٤٢٥/١]
وَإِنَّمَا لَمْ يَلْحَقْ بِالتُّرَابِ نَحْوُ الصَّابُونِ وَإِنْ سَاوَاهُ فِي كَوْنِهِ جَامِدًا وَفِي الْأَمْرِ بِهِ فِي التَّطْهِيرِ لِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ أَنْ يُسْتَنْبَطَ مِنْ النَّصِّ مَعْنًى يُبْطِلُهُ، وَمُقَابِلُ الْأَظْهَرِ لَا يَتَعَيَّنُ وَيَقُومُ مَا ذُكِرَ وَنَحْوُهُ مَقَامَهُ
[الرملي، شمس الدين، نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، ٢٥٤/١]
Oleh: Ustadz M Syihabuddin Dimyathi
Demikian Artikel " Bisakah Najis Mughaladhah dari Anjing Dibersihkan dengan Sabun? "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -