TANDA HITAM DI DAHI TIDAK MENANDAKAN KESALEHAN SESEORANG
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Syariat memerintahkan kita agar menyempurnakan sujud ketika salat. Kemudian salah satu bentuk menyempurnakannya adalah dengan menempelkan dahi ke lantai tempat salat, sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhumaa bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
"Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); KENING -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki."
(Bukhari (770, EH) dan Muslim (758, EH)
Bahkan dilaporkan bahwa Rasulullah ﷺ benar-benar menempelkan keningnya ke tanah ketika sujud, hal ini diketahui ketika pada malam harinya turun hujan, termasuk hujannya juga mengguyur masjid Beliau, kemudian pada waktu subuhnya setelah salat, para sahabat semisal Abu Sa'id al-Khudri mengatakan :
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ فِي الْمَاءِ وَالطِّينِ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ فِي جَبْهَتِهِ
"aku melihat Rasulullah ﷺ sujud di atas air dan lumpur hingga aku bisa melihat bekas lumpur itu di dahi Beliau."
(Bukhari (792, EH).
Bahkan dalam riwayat lainnya, menunjukkan bahwa sujudnya Beliau, dengan menempelkan dahi dan hidungnya kuat-kuat ke tanah, karena Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu anhu memberikan keterangan lain :
ونَظَرْتُ إلَيْهِ انْصَرَفَ مِنَ الصُّبْحِ ووَجْهُهُ مُمْتَلِئٌ طِينًا وماءً
"aku melihat Beliau setelah Subuh dengan wajah Beliau yang penuh dengan tanah dan air".
(Bukhari (1879, EH)
Kemudian syariat menganjurkan terutama ketika salat sendiri dan salat gerhana untuk memperlama sujudnya, bahkan sebagian ulama berpandangan bahwa salat yang terbaik adalah yang lama sujudnya, berdasarkan hadis Muslim (753, EH) bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
وَسَلَّمَ فَقَالَ عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّه
"Hendaklah kamu memperbanyak sujud kepada Allah."
Oleh sebab itu, ketika seseorang bersujud apalagi benar-benar menempelkan dahinya ke lantai tempat salat, ditambah lagi jika durasinya lama, maka bekas yang menempel di dahi, yang biasanya jidat menjadi kehitaman adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah pada sebagian orang.
$ads={1}
Al-Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dalam kitab "Mushonafnya" cukup fair ketika menyajikan pendapat para ulama salaf Terkait fenomena tanda hitam di dahi karena bekas sujud, al-Imam menurunkan dua bab, satu bab berjudul :
من كره أن يؤثر السجود في وجهه
"Para ulama yang tidak suka adanya bekas sujud pada wajahnya."
Disini beliau menurunkan atsar dari Ibnu Umar dan Abu Darda radhiyallahu anhumaa, serta sejumlah Tabi'in yang menunjukkan ketidaksukaan adanya tanda bekas sujud pada seseorang.
Penulis tertarik membahas sebuah atsar dari Ibnu Umar radhiyallahu anhumaa, karena ini bisa memberikan hukum marfu'. Akan tetapi, atsar ini diriwayatkan oleh al-Imam Baihaqi rahimahullah dalam "as-Sunan al-Kubra" (No. 3599 dengan tahqiq dari DR. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turkiy) dengan sanadnya sampai kepada :
أخبرَنا أبو نُعَيمٍ، حدَّثَنا العُمَرِىُّ، عن سالمٍ أبى النَّضرِ قالَ: جاءَ رجلٌ إلى ابنِ عمرَ فسَلَّمَ عليه قال: مَن أنتَ؟ قالَ: أنا حاضِنُكَ فُلانٌ. ورأى بَينَ عَينَيه سَجدَةً سَوداءَ فقالَ: ما هذا الأثَرُ بَينَ عَينَيكَ؟ فقَد صَحِبتُ رسولَ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- وأَبا بكرٍ وعُمَرَ وعُثمانَ -رضي اللَّه عنهم-، فهَل تَرَى ههُنا مِن شَئٍ؟
"... dari Salim bin Abi Nadhr ia berkata, " seorang laki-laki datang kepada Ibnu Umar radhiyallahu anhumaa lalu mengucapkan salam kepadanya, maka Ibnu Umar menyapanya kembali, "kamu siapa?".
Laki-laki tersebut menjawab, "aku adalah anak asuhnya fulan."
Ibnu Umar melihat diantara kedua matanya (keningnya) ada bekas sujud yang menghitam, maka beliau memberikan komentar, "apa maksudnya bekas sujud diantara kedua matamu ini?, sungguh aku telah bersahabat dengan RASULULLAH ﷺ, ABU BAKAR, UMAR DAN UTSMAN radhiyallahu anhum, apakah kamu melihat ada sesuatu tanda bekas pada mereka?."
Semuanya perawinya adalah para perawi tsiqah, namun ada nama al-'Umariy disitu dan siapakah yang dimaksud, karena dalam biografi para perawi hadis ada 2 perawi yang bernasab al-Umariy di belakang namanya sebagai bagian dari anak cucunya Khalifah rasyidah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, namun satu perawi adalah dhoif dan satunya lagi tsiqah. Yang dhoif bernama ABDULLAH bin Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin Umar bin Khattab, sedangkan yang tsiqah bernama UBAIDILLAH bin Umar dan seterusnya sama.
Asy-Syaikh Muhammad bin Mubarak Hakiimiy menyusun kitab yang berisi fatwa-fatwa para sahabat, lalu beliau membawakan atsar dari Ibnu Umar diatas berdasarkan riwayat dari Ibnu Sa'ad dan ketahuan siapakah al-Umariy yang dimaksud yakni itu adalah Abdullah bin Umar. Oleh sebab itu, berdasarkan informasi ini, maka berarti atsar Ibnu Umar diatas statusnya dhoif dengan sebab kelemahan yang ada pada Abdullah bin Umar al-Umariy. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya "at-Taqrîb" dengan melalui koreksian melalui kitab "Tahrîr Taqrîb at-Tahdzîb" (No. 3489) memberikan penilai untuknya sebagai perawi dhoif yang ahli ibadah. Penulis kitab "Tahrîr" menyempurnakannya dengan memberikan penilaian, ia perawi dhoif yang bisa dijadikan penguat.
Kembali kepada al-Imam Ibnu Abi Syaibah, beliau memberikan sebuah judul bab juga sebagai pembanding dengan nama :
مَنْ يُرَخِّصُ فِيهِ وَلَمْ يَرَ بِهِ بَأْسًا
"Ulama yang memberikan dispensasi Terkait tanda sujud dan menganggapnya tidak mengapa."
Salah satu atsar yang beliau bawakan adalah :
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنْ حَجَّاجٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: «رَأَيْتُ أَصْحَابَ عَلِيٍّ، وَأَصْحَابَ عَبْدِ اللَّهِ، وَآثَارُ السُّجُودِ فِي جِبَاهِهِمْ وَأُنُوفِهِمْ»
"Abu Ishaq berkata, "aku melihat murid-muridnya Ali dan Abdullah (bin Mas'ud) ada tanda bekas sujud di dahi dan di hidung mereka."
Semua perawinya tsiqah, kecuali Hajjâj yakni ibnu Arthâh adalah perawi yang hasanul hadis, namun ia mudallis dan disini beliau tidak menjelaskan aktivitas periwayatannya sehingga menunjukkan bahwa sanad atsar ini lemah.
'Alâ Kulli Hâl, para ulama salaf berbeda menyikapi tentang jidat hitam, akibat bekas sujud, oleh karena itu, kita katakan saja secara jujur, sebagaimana yang telah disampaikan oleh para ulama peneliti, seperti al-'Allâmah Ibnu Utsaimin rahimahullah :
أما الأثر الذي يسبِّبه السجود في الوجه : فقد يظهر في وجوه من لا يصلُّون إلا الفرائض لرقة الجلد وحساسية عندهم ، وقد لا تظهر في وجه من يصلي كثيراً ويطيل السجود
"adapun bekas yang diakibatkan sujud pada wajah, maka bisa jadi nampak di wajah orang yang salatnya hanya sekedar salat wajib saja, karena kulitnya yang tipis dan sensitif dan boleh jadi tidak nampak pada orang yang banyak salat dan lama sujudnya." (Fatwa Islamiyyah, via islamqa).
Karena proses bekas sujud pada dahi itu pada sebagian orang terjadi secara alamiah, maka kembalinya kepada niatnya, jika tanda sujud tadi niatnya adalah untuk riya, supaya dianggap orang lain banyak salatnya, maka ini jelas keharamannya. Namun jika ia merasa itu adalah karena sebab alamiah saja, maka tidak ada masalah, karena ini konsekuensi menjalankan perintah untuk menempelkan dahi dan hidung ketika sujud dan sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang kami bawakan diatas bahwa menempelnya adalah benar-benar menempel ke lantai sujud.
Termasuk yang tidak diperbolehkan adalah ia sengaja membuat dahinya menjadi hitam, sekalipun atas niat baik dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, maka ini adalah perbuatan keliru bahkan menjurus kepada bid'ah, karena kita tidak diperintahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan dan tidak datang perintah dari syariat untuk menghitamkan dahi atau membuat di dahinya ada bekas-bekas tertentu, sebagaimana ini telah dijelaskan oleh sebagian ahli ilmu.
Wallahu A'lam
Oleh: Abu Sa'id Neno Triyono
Demikian Artikel " Tanda Hitam di Dahi Tidak Menandakan Kesalehan Seseorang "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -