HUKUM MEMAKAI SEPATU DAN TAS KULIT BABI DALAM ISLAM
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Para ulama sepakat bahwa daging babi haram untuk dikonsumsi karena adanya dalil al-Qur’an yang secara eksplisit menerangkan keharamannya. Namun, ulama berbeda bendapat dalam beberapa hal:
(1) Masalah najis tidaknya babi
Ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah dan Ahmad sepakat bahwa babi najis berdasarkan ayat:
قُل لَّآ أَجِدُ فِي مَآ أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٖ يَطۡعَمُهُۥٓ إِلَّآ أَن يَكُونَ مَيۡتَةً أَوۡ دَمٗا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِيرٖ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ
Katakanlah: "Tidaklah aku temukan dalam sesuatu yang diwahyukan kepadaku, hal yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu najis (Q.S. Al-An’am: 145)
Sedangkan, ulama Malikiyah berpendapat, kata (رِجۡسٌ) dalam ayat tersebut tidak bermakna najis 'ainiyah, tapi najis hukmiyah, yang maksudnya adalah haram. Hal ini sesuai dengan ayat yang lain.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah najis (Q.S. Al-Maidah: 90)
Penyifatan berjudi dengan (رِجۡسٌ) menunjukkan bahwa makna najis di sini adalah najis hukmiyah. Maka dari itu, ulama Malikiyah berpendapat babi tidak najis.
(2) Masalah boleh tidaknya menggunakan kulit babi sebagai aksesoris.
Meskipun ulama Malikiyah berkata babi tidak najis dan kulitnya suci, bukan berarti babi boleh dimanfaatkan. Mayoritas ulama Malikiyah berpendapat haram memanfaatkan kulit babi. Namun beberapa ulama Malikiyah menyelisihi pendapat ini, seperti Imam Ibn Al-Faras, dengan alasan keharaman dalam Q.S. Al-An’am: 145 terbatas pada (مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٖ يَطۡعَمُهُۥٓ), sesuatu yang dimakan, yaitu dagingnya. Maka dari itu, kulitnya boleh digunakan.
وَذَكَرَ ابْنُ الْفَرَسِ فِي أَحْكَامِ الْقُرْآنِ أَنَّ الْمَشْهُورَ مِنْ الْمَذْهَبِ أَنَّ جِلْدَ الْخِنْزِيرِ كَغَيْرِهِ يُنْتَفَعُ بِهِ بَعْدَ الدَّبْغِ
“Ibn Al-Faras dalam kitab ahkam al-Qur’an berkata: pendapat yang masyhur dari mazhab (Malik) adalah kulit babi itu seperti halnya kulit hewan lainnya, boleh dimanfaatkan setelah disamak”
$ads={1}
Sedangkan menurut Hanafiyah, meskipun mereka menganggap babi najis, Abu Yusuf, salah satu ulama besar Hanafi berpendapat, kulit babi menjadi suci dan boleh dimanfaatkan setelah disamak, berdasarkan hadis:
إذا دبغ الإهاب فقد طهر
Jika Kulit telah disamak, maka menjadi suci.
فَأَمَّا جِلْدُ الْخِنْزِيرِ فَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَبِي يُوسُفَ - رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى - أَنَّهُ يَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ أَيْضًا
“Adapun kulit babi, diriwayatkan dari Abu Yusuf, hukumnya suci setelah disamak”
Berpijak dari perbedaan pendapat di atas, Darul Ifta’ Mesir berfatwa, seorang muslim yang hidup di negara non muslim, tak perlu was-was jika mendapati banyaknya aksesoris yang terbuat dari kulit babi, baik itu berupa jaket, tas ataupun sepatu yang dijual bebas. Barang-barang tersebut hukumnya suci dan boleh digunakan, mengikuti pendapat ulama yang membolehkan.
[1] مواهب الجليل للحطاب ج 1 ص 101
[2] المبسوط للسرخسي ج 1 ص 202
Oleh: Fazal Himam
Demikian Artikel " Hukum Memakai Sepatu dan Tas Kulit Babi dalam Islam "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -