HAKIKAT MENGAMALKAN DZIKIR
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Gusti Allah dawuh dalam surat Al Baqarah ayat 152:
فَاذْكُرُوْنِيْ أذْكُرْكُمْ
"Berdzikirlah kepada-Ku, hei sampeyan semua para makhluk, maka Aku akan ingat sampeyan"
Kita mungkin sueneng sekali kalo dapat ijazah wirid ini itu, ratib ini itu. Lalu biar kita semangat mengamalkan, disugestikan kepada kita bahwa wirid ini fungsinya dapet rejeki, ratib ini fungsinya biar gak jomblo. Tapi sebenarnya bukan itu tujuan utama para ulama menyusun doa dzikir atau ratib.
Dalam Syarah Ratibul Hadad disebutkan 2 tujuan dzikir :
أن الغاية التى شرع لها الذكر و النهاية التى لأجلها قام النهى و الأمر هي معرفة الله تعالى
"Bahwa tujuan sebenarnya disyariatkannya dzikir dan tujuan akhir tegaknya larangan dan perintah agama, tidak lain adalah makrifat (mengenal, memahami dan meresapi) hakikat ketuhanan Gusti Allah"
Tujuan yang kedua disebutkan tujuan dzikir lebih khusus dalam kitab yang sama :
أن الذكر في أصل وضعه هو ما تعبد الشارع بلفظه مما يتعلق بتعظيم الحق أو الثناء عليه ويطلق على كل مطلوب قولى
"Pengertian dzikir ditinjau dari hukum asalnya adalah setiap perbuatan atau perkataan yang oleh hukum syara' ditetapkan sebagai perbuatan ibadah secara tersurat yang sifatnya berhubungan dengan pengagungan terhadap Al Haq atau pemujaan kepada Al Haq dan perbuatan tersebut berdasarkan kitabullah, hadits nabawy dan perkataan yang shohih menurut syara' "
$ads={1}
Jadi dengan kata lain, hakikat doa, awrad, ratib, hizb, dzikir dan semacamnya itu fungsinya adalah pengabdian, titik. Karena obyek suatu ibadah itu hamba a.k.a. manusia, yang notabene diciptakan hanya untuk beribadah. Seperti yang ternash dalam surat Adh Dhariyat ayat 56-57:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ * مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ
"Tidak ada tujuan lain Aku (Gusti Allah) ciptakan jin dan manusia selain agar mereka semua mengabdi pada-Ku. Tidak ada satupun keuntungan yang Aku harapkan dari pengabdian mereka dan Aku pun tidak mengharapkan mereka memberi-Ku makan"
Dan yang namanya rasa butuh terhadap pengabdian itu muncul dalam diri perasaan merasa lemah, merasa butuh, merasa kecil dan merasa kurang. Kasarannya, kita munculkan perasaan ketakutan dan gamang menghadapi masa depan sehingga kita merasa lemah, maka tidak ada jalan lain selain mengabdi kepada Gusti Allah solusinya. Maka sering kita dapati ayat yang mengguncang kesadaran kita agar kita merasa lemah dan tak berdaya seperti dalam surat At Talaq 12 disebutkan :
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَ مِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
"Dan Gusti Allah lah yang menciptakan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi, lalu Dia menetapkan kehendak-Nya di antara semua itu agar mereka mengetahui dengan nyata bahwasanya kekuasaannya Gusti Allah meliputi semua hingga yang terdetail dan benar-benar ilmu Gusti Allah meliputi segala sesuatu"
Baca Juga: Inilah Hukum Dan Dalil Dzikir Berjamaah Di Dalam Islam
Kalau dalam film Fight Club, ada dialog yang menyebutkan "Ketakutan adalah satu rahasia kekuatan manusia yang mampu mendorong manusia sampai titik nadirnya". Para psikolog pun berpendapat bahwa untuk memunculkan potensi dan rahasia keajaiban dalam diri manusia tersebut, kita harus memunculkan ketakutan. Maka dari ketakutan itu muncul perasaan butuh, kemauan mengabdi dan kemauan untuk mengatasi ketakutan tersebut.
Maka dari itu, dalam doa, dzikir, ratib, dan semacamnya, kita dibimbing untuk memunculkan perasaan takut, kalah, lemah, rendah dan semacamnya. Setelah itu, hati akan tergerak untuk mencari kebaikan, memohon kebaikan, ilmu yang bermanfaat untuk segenap jiwa raga. Lalu pada puncaknya kita bakal terus bergantung pada yang kita mintai pertolongan, yaitu Gusti Allah. Inilah tujuan utama dari doa, dzikir,awrad, ratib dan semua ibadah.
Maka, mushonnif kitab Syarah Ratibil Hadad dawuh untuk membimbing diri kita agar tepat pada tujuannya itu, kita harus di bawah bimbingan para masyayikh dan para ulama. Karena yang paling mengerti seluk beluk ibadah, dzikir pada khususnya, adalah para masyayikh dan para ulama. Juga mereka pula yang paling mengerti apa dan bagaimana rasa takut kepada Gusti Allah tersebut.
Andaikan semua orang di dunia ini sekali baca langsung mengerti makna dan tujuan doa yang tercantum dalam Al Qur'an dan hadits, tentu kita tidak butuh guru pembimbing. Namun pada kenyataannya, kita ini biarpun bisa membaca, tapi kita tidak benar-benar mengerti apa yang kita ucapkan.
Contoh ketika kita membaca "Allahu akbar", otak kita yang lemah ini membayangkan Gusti Allah itu makhluk raksasa dari antah berantah, tentu hal itu tertolak dan keyakinan kita itu rusak. Bukannya menyembah Gusti Allah, malah menyenangkan hawa nafsu, mbah. Maka itulah kenapa kita perlu bimbingan guru.
Baca Juga: Pengertian, Arti dan Dalil bacaan Tasbih, Tahmid, Takbir, Tahlil dan Istighfar
Karena masyayikh itu manusia yang suatu saat meninggalkan kita, para masyayikh ini pun berinisiatif meninggalkan karya berupa susunan doa dan dzikir agar kita bisa terus terbimbing dan tersambung dengan para masyayikh tersebut, untuk diamalkan umat Islam secara luas. Inilah hakikat dibuatnya majmuk kitab awrad, hizb dan ratib, mbah.
Maka, kita patut bersyukur para ulama dan auliya' dahulu menyusun kitab atau rangkaian doa, hizb, ratib, awrad dan dzikir-dzikir lainnya yang bisa kita baca dan kita amalkan sehingga diri kita merasa terbimbing. Bahkan kalau perlu kita resapi makna-makna yang terkandung dalam rangkaian dzikir tersebut sesuai bimbingan seorang guru. Dengan begitu, maksud utama dari doa, yaitu pengabdian kepada Gusti Allah, benar-benar kita rasakan dan kita terima dengan lapang dada. Tidak salah jalur mengabdi pada diri sendiri.
Mugi manfaat.
Oleh: Fahmi Ali N H
Demikian Artikel " Hakikat Mengamalkan Dzikir "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -