MENGAMBIL ILMU AGAMA HARUS DARI AHLINYA
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Jika kita perhatikan kondisi mayoritas manusia sekarang dalam memilih guru atau sumber rujukan dalam ilmu agama, maka kita akan dapati kenyataan yang sangat menyedihkan dan bahkan memprihatinkan. Padahal, lumrahnya sikap manusia pasti teliti dalam memilih sumber rujukan. Seperti ketika ingin berkonsultasi tentang kesehatan atau mengobati penyakit, maka kita akan sangat teliti mencari dokter yang spesialis, terkenal dan berpengalaman, bahkan tidak lupa kita perhatikan alat-alat dan fasilitas serta kebersihan rumah sakitnya. Karena kita tahu, resikonya adalah kematian.
Demikian pula ketika ingin memperbaiki kendaraan misalnya, maka kita akan sangat selektif mencari mekanik yang ahli, terkenal, berpengalaman dan memiliki peralatan serta fasilitas yang lengkap pula agar kendaraan yang kita miliki tidak macet di tengah jalan.
Namun, dalam urusan syariat malah terjadi sebaliknya, kebanyakan kita sangat tidak selektif dalam mencari sumber rujukan, bahkan terkesan asal-asalan dan menganggap ini hanya hal biasa, padahal resiko ini jauh lebih besar jika dilihat lewat kacamata ilmu.
$ads={1}
Dalam kitab Muwafaqat, karyanya Imam as-Syatibi ada beberapa poin yang ditegaskan mengenai hal ini. Hendak lah seseorang yang ingin mendalami ilmu syariat, mereka menggali ilmu tersebut dari ahlinya secara sempurna. Karna pada dasarnya Allah Swt menciptakan manusia dalam keadaan tidak tahu apa-apa, kemudian lewat jalur belajar dan melihat, mereka akan menguasai apa yang mereka butuhkan.
Imam as-Syatibi membagi ilmu menjadi dua kategori:
1. Ilmu Dharuri: Ilmu semacam ini adalah ilmu yang sudah tertanam di dalam jiwa manusia dari awal penciptaannya. Seperti ilmu seorang bayi dalam menghisap ASI, sejak lahir dia sudah tahu bahwa itu adalah minumannya, maka tak perlu diajari lagi.
2. Ilmu melalui proses belajar (Nadhari): Nah, ilmu semacam ini butuh kepada guru untuk mencarinya, dari mana dan bagaimana. Ilmu tersebut murni lewat pendengaran dan bacaan, seperti tata cara berbahasa, menyampaikan dan lain sebagainya. Semua itu diperoleh lewat perantaraan akal dan belajar.
Namun, apakah untuk mengahsilkan ilmu semacam ini butuh kepada perantara seorang guru atau tidak? Ya, tentu saja bisa dihasilkan tanpa guru, sekalipun realita yang kita lihat sekarang semua manusia butuh kepada pengajar dan itu adalah hal lazim. Karena mustahil kita akan mengenal sesuatu tanpa melalui proses pengenalan.
Para ulama berbeda pendapat tentang hal berguru, di mana sebagian mereka mengakatan bahwa "Guru yang kita jadikan rujukan harus 𝘮𝘢'𝘴𝘶𝘮 (tidak pernah melakukan dosa)." Namun mayoritas ulama mengatakan "Guru tidak disyaratkan harus 𝘮𝘢'𝘴𝘶𝘮," karena mereka melihat bahwa 𝘮𝘢'𝘴𝘶𝘮 itu terkhusus pada para Nabi. Maka dari itu, para ulama menegaskan bahwa berguru adalah hal yang semestinya. Sehingga para ulama mengatakan :
إن العلم كان في صدور الرجال ثم انتقل إلى الكتب وصارت مفاتحه بأيدي الرجال.
"𝑆𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 𝑖𝑙𝑚𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑗𝑖𝑤𝑎 𝑙𝑎𝑘𝑖-𝑙𝑎𝑘𝑖 (𝑎ℎ𝑙𝑖 𝑖𝑙𝑚𝑢), 𝑘𝑒𝑚𝑢𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑖𝑙𝑚𝑢 𝑖𝑡𝑢 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑙𝑖𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑑𝑖𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑙𝑚𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑛𝑎𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑘𝑖-𝑙𝑎𝑘𝑖."
Dan sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari:
إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ولكن يقبضه بقبض العلماء.
"𝐴𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑤𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑖𝑙𝑚𝑢 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎, 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑢𝑙𝑎𝑚𝑎."
Maka jelaslah peran Muallim menjadi sangat penting bagi si penuntut. Kenapa sangat penting seorang guru? Karena guru mempunyai kemampuan dan sanad keilmuan yang jelas. Lebih-lebih guru yang ahli dalam bidang ilmu, di mana ilmu yang akan diajarkan menunjukkan pentingnya otoritas dalam berilmu agama. Terlebih bagi muslim yang masih awam dan tidak memiliki kemampuan menggali serta meneliti suatu persoalan dalam agama, maka ia diwajibkan memiliki guru yang membimbingnya.
Di antara syarat seorang guru adalah menguasai terhadap dasar-dasar ilmu dan pondisi ilmu. Maksud "menguasai" di atas adalah mampu 𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢'𝘣𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 maksud dari ilmu, mengetahui terhadap apa yang harus dilakukan setelah berilmu, serta mampu menolak syubhat yang menentang dengan ilmu. Semua syarat tersebut hanya dimiliki oleh para Shalafus Shalih di mana mereka sudah mumpuni dengan ilmu yang ingin disajikan.
$ads={2}
Namun, di era sekarang mungkin kita tidak akan menemukan guru yang semacam itu. Lantas, apakah kita harus berhenti menuntut ilmu? Tentu saja tidak. Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga dan tanda kebaikan yang Allah kehendaki bagi seorang hamba-Nya. Oleh karena itu, barangsiapa mengikuti jalan yang benar dalam menuntut ilmu, maka dia akan meraih kebaikan tersebut. Begitu juga sebaliknya, barangsiapa menyelisihi jalannya maka dia pun tidak akan meraih kebaikan.
Oleh: Sabrun Jamil Ismail
Demikian Artikel " Mengambil Ilmu Agama Harus dari Ahlinya "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -