ARTI DAN MAKNA HADITS KULLU BID'ATIN DHOLALAH'
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Dalam memahami suatu hadits, tentu diperlukannya pemahaman yang baik. Tidak bisa sembarang orang mengartikan sebuah hadits secara tekstual, karena setiap hadits memiliki asbabul wurud serta makna yang tersirat di dalamnya. berikut kami paparkan mengenai " Arti dan Makna Hadits Kullu Bid'atinDholalah' " yang kami kutip melalui Halaman facebook Manhaj_Salaf :
Arti dan Makna Kullu Bid'atin Dholalah'
Kata "kullu/ُّكُل" pada hadits "Bid'ah" sama seperti ayat :
وَكَانَ وَرَآءَ هُم مَّلِكٌ يَأخُذُ كُلُّ سَفِنَةٍ غَصبًا
"...Dan di hadapan mereka ada raja yang akan merampas SETIAP perahu (yang bagus saja)" (QS. Al-Kahfi : 79)
Maka dari itu Nabi Khidir عليه السّلام hanya melobangi perahu yang bsgus saja supaya gak dirampas oleh raja. Jadilah itu perahu rusak. Dan raja tidak mau merampas perahu2 itu.
Tapi di ayat itu, Alloh ﷻ jelaskan bahwa raja itu akan merampas SETIAP perahu : كُلُّ سَفِنَةٍ.
Kenyataannya, hanya perahu yang baik yang di rampas. Berarti, كُلّ disitu maknanya 'aamun makhshush (lafazhnya umum, maksudnya khusus)..
lafazhnya umum : setiap perahu / semua perahu.
tapi maksudnya : khusus hanya perahu yang baik saja.
jadi, kesimpulannya : semua perahu yang baik saja. perahu yang buruk tidak termasuk.
Begitu juga dengan "kullu bid'atun" di hadits di atas :
lafazhnya umum : setiap bid'ah / semua bid'ah.
tapi maksudnya : khusus hanya bid'ah yang dholalah saja.
Jadi, kesimpulannya : semua bid'ah yang buruk. sedangkan bid'ah yang baik tidak termasuk.
Dalam memahami dalil pun harus memiliki perangkat keilmuwan tersendiri
$ads={1}
Mengapa Nabi Muhammad SAW Mengatakan Kullu Bid'atin Dholalah' ?
Pertanyaannya, mengapa Baginda Nabi Besar Muhammad Saw menyatakan Kullu bid’atin dlalâlah.. (Setiap bid’ah adalah sesat? Hadis tersebut --meskipun shahih diriwayatkan al-Bukhari-- sesungguhnya mengandung unsur majaz yang perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
Artinya, hadis tersebut jangan dipahami mentah-mentah apa adanya, melainkan perlu penjelasan yang logis.
Para ulama ahli bahasa dan Ahli hadis menyebut bahwa kata “kullu” (semua) tidak mesti berarti kulliyah (keseluruhan). Sebagaimana kita juga sering mengatakan dalam sebuah pembicaraan.
Misalnya, ucapan “Semua orang mengetahui hal itu lho”. Nah, apakah itu berarti bahwa setiap individu-individu semuanya mengetahui hal itu? Tentu tidak.
Dalam al-Qur’an juga dinyatakan “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup, apakah mereka beriman? (QS. al-Anbiyâ`, ayat: 30). Nah, apakah semua makhluk hidup faktanya tercipta dari air? Ternyata tidak. Faktanya tidak semua makhluk hidup tercipta dari air. Bukankah Iblis (bangsa jin) terbuat dari api. Sebagaimana dalam “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. al-Hijr: 27). Itu sebabnya iblis selalu menentang perintah Allah Swt. Bukankan para malaikat terbuat dari nur (cahaya)? sebagaimana disebut dalam hadis Nabi Saw. Itu sebabnya para malaikat selalu taat pada perintah Allah Swt. (Q.S al-Tahrim: 6). Kalau demikian, maka ayat QS. al-Anbiyâ` ayat: 30 “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup...” dapat dipahami bahwa umumnya semua bentuk kehidupan membutuhkan air untuk bertahan hidup. Hewan di daerah kering, oleh karena itu telah diciptakan dengan mekanisme untuk melindungi metabolisme mereka dari kehilangan air dan untuk memastikan manfaat maksimal dari penggunaan air.
Para ulama menjelaskan bahwa sabda Nabi Saw bahwa “kullu bidah dlalalah... Semua bid`ah adalah sesat...”, yang dimaksud adalah kullu bid’ah sayyi’ah (semua bid’ah yang jelek). Jadi maksudnya adalah bahwa setiap bid’ah yang jelek adalah sesat, sedang bi’dah yang baik tidak sesat. Dengan demikian, dalam hadis tersebut ada majaz bil hadzf (yakni membuang kata kata tertentu karena maksudnya sudah jelas). Nah, dari penjelasan tersebut, maka para ulama membagi kategori bid’ah setidaknya menjadi dua macam, yaitu
Pertama, bid'ah hasanah
yaitu bid’ah yang baik, meskipun di zaman Nabi Saw tidak ada dan tidak pernah diperintahkan, namun hal itu tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah bahkan secara substantif sejalan dengan perintah al-Qur’an dan hadis.
Misalnya, adzan dan khutbah dengan menggunakan pengeras suara, menyetel bacaan al-Qur’an sebelum sholat Jum’at, aplikasi Mushaf al-Qur’an dalam HP, baca wirid (wiridan) dan doa bersama setelah sholat berjama’ah, doa bersama sebelum UAN di sekolah-sekolah, korban dengan model urunan di kalangan siswa, puji-pujian dengan (membaca shalawat/sholawatan) sebelum iqamat sholat, sambil menunggu para jama’ah, memperingati maulid Nabi Saw, Isra’ mi’raj, tradisi tahlilan, mujahadah dan sebagainya. Semua itu sebenarnya ada perintahnya secara umum tersirat dalam al-Qur’an atau hadis. Pokoknya, segala hal-hal baru meskipun tidak ada di zaman Nabi Saw --asalkan bukan merupakan ibadah mahdloh (murni)--, boleh dilakukan. Dengan syarat hal itu tidak bertentangan dengan prinisp syariat Islam. Semua itu, bukan bid’ah yang sesat, tapi bid’ah hasanah yang baik dan dapat praktikkan.
Bukankah sekarang ada bid’ah berupa tradisi one day one juz (satu hari baca al-Qur’an satu juz). Ini jelas tidak ada dalil atau perintah Nabi Saw secara tegas, namun juga tidak ada larangan. Maka hal ini boleh dilakukan. Bukankah para khatib di Indonesia juga melakukan khutbah dengan menggunakan bahasa Indonesia? Mana hadis dan contohnya dari Nabi Muhammaad bahwa beliau berkhutbah menggunakan bahasa Indoensia? Tentu tidak kita temukan.
Kedua, bi’dah sayyi’ah
bid’ah yang jelek, yaitu praktik ibadah atau tradisi keagamaan yang baru, yang di dalamnya mengandung unsur kemusyrikan atau unsur yang bisa merusak moralitas masyarakat.
Misalnya, tradisi nyadran tetapi dengan menyembah kuburan para leluhur. Jika tradisi nyadran diisi dengan istighfar, doa-doa dan membaca ayat-ayat al-Qur’an untuk mendoakan para orangtua dan para leluhur agar mendapat ampunan Allah Swt, maka hal itu jelas boleh dan ada dalilnya dari al-Qur’an dan hadis. Namun tradisi-tradisi yang disertai minum-minuman keras atau ada unsur judi jelas itu dilarang dalam agama.
$ads={2}
Bahkan, khutbah-khutbah, ceramah dan pidato keagamaan yang sudah kental dengan nuansa profokasi, fitnah dan ghibah dan sangat didominasi hate speech (ujaran kebencian), jelas itu merupakan bid’ah sayyi’ah (bid’ah jelek) dan dlalalah (sesat).
Oleh sebab itu, kita jangan hanya terjebak pada bungkus, melupakan isi substansi. Bungkusnya khutbah, tapi kalau isinya fitnah dan ghibah, maka itu jelas tidak baik. Sebaliknya, bisa jadi bungkusunya mungkin tradisi mocopatan, tapi isinya nasehat dan kearifan lokal untuk senantiaa merawat persaudaraan dan kedamaian, maka jelas itu baik.
Kita tidak perlu anti terhadap tradisi, melainkan menjadikan tradisi sebagai wadah atau alat untuk mengeksekusi sebagian ajaran-ajan Islam melalui kearifan lokal.
Sumber: Fanspage Facebook Manhaj_Salaf
Demikian Artikel " Arti dan Makna Hadits Kullu Bid'atin Dholalah' "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -