APAPUN TAFSIRAN KATA 'AWLIYA' DI SURAT AL MAIDAH AYAT 51 TETAP HARAM
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Mungkin banyak orang awam yang sekali lagi dibuat bingung (atau mungkin tersenyum kecut sambil cuek berlalu) ketika melihat atau mendengar para pembela Ahok mengatakan bahwa larangan memilih pemimpin non-muslim dalam al-Qur'an hanya semata salah satu tafsiran di antara banyak tafsiran terhadap maksud kata "awliya'" dan Ayat al-Maidah 51 juga tak jelas latar belakangnya bagaimana, ada banyak pendapat terkait itu.
Mereka ada benarnya; tafsiran terhadap kata "awliya'" memang bermacam-macam, ada yg mengartikan sahabat dekat, teman berbagi rahasia, kekasih, sekutu dan ada yang langsung menafsirkan sebagai pemimpin. Itu benar, namun mereka menyembunyikan satu fakta bahwa semua tafsiran yang berbeda-beda itu menuju pada akhir yang sama, yakni haram memilih pemimpin non-muslim (kecuali darurat). Bila menjadikan mereka sebagai sahabat dekat saja haram, dijadikan teman berbagi rahasia haram, apalagi dijadikan penentu kebijakan alias pemimpin kaum muslimin. Begitu logikanya. Dalam ilmu ushul fikih, logika seperti ini disebut qiyas awlawi.
$ads={1}
Mereka juga benar bahwa dalam menentukan latar belakang historis turunnya ayat al-Maidah 51, ulama tidak satu suara; ada yang mengatakan turun terkait kejadian dalam perang uhud, sebagian lagi bilang untuk mengomentari tindakan Ubadah bin Shamit, dan lain-lain. Namun yang mereka sembunyikan adalah perbedaan penentuan sebab nuzul (latar belakang historis) tak berpengaruh apa-apa terhadap penafsiran sebab semuanya mengandung satu makna yg sama: dilarang menjadikan non-muslim sebagai awliya' yang maknanya sudah saya kaji di atas.
Mereka juga benar ketika mengatakan bahwa di masa lalu ada beberapa khalifah (penguasa muslim) yang mengangkat non-muslim dalam jabatan tertentu. Ini benar terjadi, meskipun banyak juga dikritik. Yang salah adalah ketika menyimpulkan bahwa muslim boleh mengangkat non-muslim sebagai pemimpin mereka. Perbedaannya jelas sekali; bila pejabat muslim mengangkat non-muslim sebagai bawahan yang bekerja untuknya dalam bidang tertentu, maka di sinilah ada perbedaan pendapat. Lain cerita bila muslim memilih non-muslim untuk menjadi atasan mereka, memimpin mereka, menentukan kebijakan publik untuk mereka. Dalam kasus terakhir, saya tidak menjumpai ulama klasik yang terpercaya yang memperbolehkannya dalam situasi normal. Yang memperbolehkannya adalah "ulama" modern yang dapat keuntungan politis-praktis dari pemilihan non-muslim.
Terakhir, apakah muslim yang mengikuti anjuran al-Qur'an, hadis dan fatwa ulama yang tak terhitung jumlahnya dalam larangan memilih pemimpin non-muslim berarti tidak konstitusional? Jawabannya jelas tidak demikian sebab menentukan pilihan sesuai prinsip agama adalah bagian dari hak konstitusional setiap warga negara di negeri yang meyakini sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini.
$ads={2}
Jadi, silakan pilih siapapun yang anda sukai dengan pertimbangan apapun sesuka hati anda. Tapi jangan salahkan apalagi memojokkan muslim yang memilih sesuai anjuran agamanya seolah-olah itu tindakan kebohongan, tidak institusional, tidak mengerti tafsir dan seterusnya.
Oleh: Kyai Abdul Wahab Ahmad
Demikian Artikel " Apapun Tafsiran kata 'Awliya' di surat Al Maidah Ayat 51 Tetap Haram "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -