KH. ABDI KURNIA DJOHAN: TETAP MENOLAK WAHABI
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Diakui bahwa isu Wahabi adalah isu basi yang mengganggu kemajuan berpikir umat. Di tengah tuntutan agar umat mengelaborasi konsep-konsep keagamaan yang adaptif terhadap perkembangan zaman, isu Wahabi ini justru menyeret umat kembali melangkah ke dua abad ke belakang. Para ulama, dipimpin oleh ulama al-Azhar telah mengambil sikap tegas terhadap Wahabi. Di dalam Muktamar Ahlussunnah yang diadakan di Grozny Chechnya, pada tahun 2016, para ulama menyimpulkan bahwa Wahabi tidak termasuk ke dalam Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Rekomendasi yang diterima sebagian besar negara-negara muslim itu ditindaklanjuti dengan fokus tiap negara memperbaiki urusan dalam negeri mereka dari perpecahan. Di Indonesia, para ulama memfokuskan gerakan mereka dengan narasi penguatan pilar kebangsaan dan persatuan nasional. Para ulama Indonesia menyadari pentingnya penguatan kebangsaan, belajar dari pengalaman Irak, Libya dan Suriah yang porak poranda karena isu pertentangan mazhab keagamaan.
Upaya para ulama itu mendapat dukungan dari kalangan Muhammadiyah yang juga menawarkan gagasan moderasi untuk memperkuat ikatan kebangsaan. Dua ormas Islam besar Indonesia, NU dan Muhammadiyah bahu membahu memperbaiki goresan-goresan luka di masyarakat karena sengketa khilafiyah keagamaan. Goresan-goresan itu jika tidak segera disembuhkan, berpotensi menjadi pemicu skisma (pembelahan) di masyarakat. Apalagi, dampak dari perselisihan Pilpres 2014 hingga kini masih bisa dirasakan.
Tapi, upaya mengalihkan fokus dari meladeni perdebatan khilafiyah ke perbaikan bangsa dalam kenyataannya tidak mudah. Sebagian aktivis Wahabi menganggap bahwa persoalan khilafiyah umat ini belum sampai di titik akhir. Selama model pemahaman akidah umat belum sesuai dengan yang mereka pahami, umat ini masih berada di dalam masalah besar. Mereka berpendapat bahwa pemahaman akidah umat ini masih serupa dengan pemahaman akidah kaum musyrikin Quraisy. Sehingga dengan alasan itu, membincang ikhtilaf di dalam masalah akidah adalah sebuah keharusan atau jihad yang tidak bisa ditinggalkan.
$ads={1}
Implementasi cara pandang seperti itu diwujudkan dengan melempar agitasi terhadap para guru Ahlussunnah wal Jamaah. Cara seperti itu mengikuti apa yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad al-Nujaimi, ketika berdebat dengan al-Habib Ali Zainal Abidin al-Jufri, bahwa memerangi para ulama penyeru kesyirikan merupakan kewajiban, sedangkan jika pelaku kesyirikan itu adalah kalangan awam, yang didahulukan adalah sikap memaafkan.
Jika sebelumnya, Ustadz Abdus Shomad selalu dijadikan sebagai sasaran tembak, kini sasarannya adalah Ustadz Arrazy Hasyim. Jika dilihat dari kualitas serangan yang diarahkan, serangan terhadap Ustadz Arrazy Hasyim ini lebih brutal dibandingkan terhadap UAS. Ada beberapa hal yang bisa dipahami kenapa serangan terhadap Buya Arrazy ini begitu masif dilakukan belakangan ini:
1. Dilihat dari latar belakang kulturnya, Ustadz Arrazy ini berasal dari Ranah Minang. Tentu, dengan latar belakang itu, kehadiran Ustadz Arrazy sebagai pembela pemikiran Asy'ariyyah Ahlus Sunnah wal Jamaah akan menjadi sandungan bagi dakwah Wahabi di Minangkabau;
2. Minangkabau selama ini dianggap sebagai pionir gerakan Wahabi Nusantara. Dari kawasan ini lahir tiga figur da'i Wahabi yang menusantara. Ketiganya adalah Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piobang;
3. Kalangan Wahabi memperoleh kredit epik dari generasi Wahabi pertama Minangkabau. Perlawanan Kaum Wahabi Minang terhadap Belanda dijadikan sebagai argumentasi bahwa kalangan Wahabi adalah yang terdepan di dalam melawan penjajahan. Argumentasi tersebut seakan menegaskan bahwa kelompok Islam lainnya tidak mampu melakukan seperti yang dilakukan oleh Kaum Wahabi. Mereka lupa bahwa di belahan lain di Nusantara, perlawanan terhadap Belanda juga dipelopori oleh kalangan thariqat sufi yang berhaluan Asy'ariyyah.
4. Dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini, Wahabi tengah mengalami perkembangan di Ranah Minang. Sehingga, muncul kesan bahwa bukan Urang Awak kalau bukan Wahabi.
5. Safari dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Arrazy di Ranah Minang dan Riau, dianggap sebagai "gangguan" terhadap dominasi dakwah Wahabi di Sumatera Barat.
Ada beberapa catatan kenapa Wahabi tetap ditolak mayoritas masyarakat muslim di Indonesia:
Pertama, tudingan sesat yang disebarkan secara masif para ustadz Wahabi terhadap Mazhab Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, selama 11 abad oleh para ulama Islam. Kalaupun ada kritik dari Syaikh Ibnu Taimiyyah terhadap konsep-konsep Asy'ariyyah, kritik itu sama sekali tidak signifikan. Syaikh Ibnu Taimiyyah tidak mendapat dukungan dari banyak ulama pada masanya. Bahkan ketika Imam al-Subki membalas kritik Syaikh Ibnu Taimiyyah, banyak ulama memberi dukungan kepada Imam al-Subki. Kasus yang sama juga terjadi di Indonesia. Jika sebelum tahun 2000, hampir semua kalangan umat Islam menerima paham Asy'ariyyah, kalangan Wahabi justru mengkampanyekan kesesatan paham yang dibangun oleh al-Imam Abu Hasan al-Asy'ari.
$ads={2}
Kedua, tudingan bahwa semua umat Islam di Indonesia adalah pelaku syirik akbar karena selalu menyisipkan tawassul di dalam doa-doa yang dibacakan. Mereka berpedoman kepada hadits:
الدعاء مخُّ العبادَØ©ِ
Doa adalah otaknya (pusatnya) ibadah
Sehingga dengan begitu, syirik yang dilakukan umat Islam Indonesia sudah masuk ke ranah ubudiyyah. Dan ini tidak dapat ditoleransi lagi, menurut mereka. Silakan dilihat video dari Ust. Abu Yahya Badrussalam, Ustad Muhtarom, dan Ust. Dr. Khalid Basalamah.
Ketiga, stempel quburiyyun (penyembah kubur) yang ditujukan kepada kalangan ahlussunnah wal jamaah karena kebiasaan mereka melakukan ziarah kubur para waliyullah dan berdoa di sana.
Bagi kalangan Wahabi, tudingan di atas bukan main-main karena berkaitan dengan aqidah. Sikap yang sama juga diyakini kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tudingan itu berimplikasi kepada status keimanan. Dari sudut pandang Ahlus Sunnah wal Jamaah, tudingan-tudingan yang dialamatkan itu mengarah kepada kesimpulan bahwa kalangan Asy'ariyyah Aswaja Indonesia bukanlah kalangan muslim sebagaimana yang dimaksud di dalam hadits-hadits Nabi. Simpulan tersebut apalagi diperkuat oleh pernyataan Dr. Sasman Yahya Ma'ali yang menyebut pemahaman hadits kalangan Aswaja bercampur dengan hadats (najis ma'nawy).
Sampai di sini, bukan berarti kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah enggan menawarkan dialog. al-Habib Ali Zainal Abidin al-Jufri ketika berdebat dengan Syaikh Muhammad al-Nujaimi mengatakan bahwa problem perdebatan di antara Aswaja dan Wahabi terletak pada belum disepakatinya tawshif ul-Ikhtilaf (bagaimana mensifati ikhtilaf). al-Habib Ali mengatakan bahwa yang dipermasalahkan kalangan Aswaja dari pendapat-pendapat Wahabi adalah menarik perbedaan pendapat fikih ke wilayah aqidah. Secara tegas, al-Habib Ali al-Jufri mengatakan bahwa thawaf (mengelilingi) kuburan hukumnnya HARAM. Tapi untuk mengatakan bahwa pelakunya dianggap melakukan perbuatan syirik, yang menjadi sebab pelakunya keluar dari Islam, harus dilakukan kajian yang lebih cermat. Sayangnya, argumentasi al-Habib Ali al-Jufri itu ditolak oleh Syaikh Al-Nujaimi dengan nalar jawaban yang tidak konsisten.
Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh sebagian besar ustadz Wahabi di Indonesia. Walaupun belakangan, ada fenomena Ustadz Abdullah al-Jirani, yang pendapat-pendapat fikihnya cukup menyejukkan umat. Namun sayangnya, pendapat-pendapat Ustadz Abdullah al-Jirani ini tidak dianggap di kalangan Wahabi mainstream. Bahkan tidak tertutup kemungkinan pendapat-pendapat beliau dianggap memuat syubhat yang harus dijauhi.
Dengan segala kerumitan itu, wajar jika Wahabi tetap ditolak di sini. Bagaimana tidak ditolak, umat ini terlalu lama bersabar menahan luka dituding musyrik, quburiyyun dan sesat. Mereka lupa bahwa sikap diam itu bukan berarti tanda tidak mampu melawan. Diam bisa juga dimaknakan menunggu saat yang tepat untuk membalas.
Seperti dikatakan Imam Ali bin Abu Thalib Karramallahu wajhahu ketika menyikapi serangan-serangan kaum Khawarij:
هم إخواننا الذين بغوا علينا لانقاتلهم Øتى يقاتلونا
Mereka masih saudara kita, yang memusuhi kita. Kita tidak perangi mereka sebelum mereka menyerang kita. ..
Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq
Oleh : KH. Abdi Kurnia Djohan | Wakil Sekretaris PWNU DKI JAKARTA
Demikian Artikel " KH. Abdi Kurnia Djohan: Tetap Menolak Wahabi "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -