PENJELASAN MENGENAI DIBOLEHKAN ATAU TIDAKNYA PEREMPUAN HAID BERPUASA
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Pada awal-awal Ramadhan, jagat dunia maya digegerkan oleh tulisan tentang bolehnya perempuan haid berpuasa. Tulisan dengan pembahasan yang tidak lazim itu memancing pro dan kontra dari banyak pembaca. Menariknya, narasi argumentasi lebih banyak disajikan dari pihak yang setuju dengan tulisan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan ushul fiqih, menurut pihak yang setuju, dibolehkannya perempuan haidh berpuasa, selain dikarenakan tidak tsubut (tetapnya) dalil yang digunakan, juga dikarenakan tidak kontekstualnya paham tentang tidak sahnya puasa perempuan yang haid, dengan semangat kesetaraan gender yang tengah menggeliat saat ini.
Lemparan wacana kontroversial tersebut sebenanya tidak berbeda dengan wacana yang pernah dilempar beberapa ustadz salafi beberapa tahun lalu. Uniknya, mereka yang melempar wacana yang sama pada Ramadhan kali ini, dulu mengambil posisi yang berseberangan dengan para ustad salafi tentang bolehnya berpuasa bagi perempuan haid.
Dalam konteks pembahasan tersebut, tulisan ini hanya mencoba mengetengahkan kembali pendapat Mazhab Syafi'i atau Syafi'iyyah tentang tidak sahnya puasa perempuan yang haid. Pendapat Mazhab, dalam kaitan ini, agaknya sulit untuk dibantah oleh orang yang mengaku mengikuti Mazhab Syafi'i.
$ads={1}
1. Syaikh Musthafa bin Ahmad bin Abdul al-Nabi al-Syafi'i di dalam al-Mu'nis ul-Jalis Syarh al-Yaqut al-Nafis menulis:
والعجز عن الصوم قسمان: شرعيٌّ وحسٍّيٌّ
فالشرعي ما كان سببه الحيض او النفاس او الولادة ولو بلا بللٍ
Sebab ketidakmampuan seseorang menjalankan puasa ada dua, yaitu syar'iy (berdasarkan syariat) dan hissy (sebab fisik). Adapun dari sisi syariat, penyebab ketidakmampuan itu adalah haid, nifas, atau melahirkan walaupun yang tidak mengeluarkan darah. (hal. 471)
2. Pendapat Imam Abu Ishaq al-Syairazi di dalam al-Muhazzab:
وامّا الحائض والنفساءُ فلا تجب عليهما الصوم, لأنّه لا يصحّ منهما فاذا طهُرتَا وجب عليهما القضاء لمَا روت عائشة رضي الله عنها (أَنّها) قالت في الحيض (كُنّا نُؤمرُ بقضاء الصوم ولا نُؤمر بقضاء الصلاةِ)
Adapun bagi perempuan haid dan nifas tidak diwajibkan berpuasa. Karena tidak sah puasa yang dilakukan dalam keadaan haid dan nifas. Apabila mereka kembali dalam keadaan suci, wajib bagi keduanya membayar qadha puasa, berdasarkan riwayat Aisyah radhiyallahu anha (bahwa ia berkata: kami diperintahkan untuk membayar qadha puasa, dan tidak diperintahkan untuk membayar qadha sholat)
3. Pendapat Imam al-Nawawi rahimahullah di dalam al-Majmu' Syarah al-Muhazzab:
لَا يصحُّ صوم الحائض والنفساء ولا يجب عليهِمَا ويحرم عليهما ويجب قضائه. وهذا كله مجمع عليه.
tidak sah puasa perempuan yang haid dan nifas. Tidak pula diwajibkan bagi mereka berpuasa. Bahkan berpuasa diharamkan terhadap keduanya (perempuan haid dan nifas). Keduanya wajib meng-qodho puasa itu jika dalam keadaan suci. Ini merupakan pendapat yang disepakati (ijma') oleh para ulama. (Jilid 6, hal. 213. cetakan Maktabah Tawfiqiyyah)
$ads={2}
4. Syaikh Muhammad al-Syirbini al-Khatib di dalam Mughny al-Muhtaj menulis:
ولا على من لا يطيقه حسّا وشرعًا لكبر أو مرضٍ لا يرجى برؤه او حيضٍ او نحوه
TIdak diwajibkan berpuasa bagi orang yang tidak mampu baik dari sudut pandang fisik maupun syariat, seperti orang tua, orang sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, perempuan yang haid, atau yang semisalnya. (Mughny al-Muhtaj, Juz 1 hal. 436, cetakan Mushthafa al-Bab il-Halaby)
Kutipan tiga pendapat di atas sepertinya cukup untuk menggambarkan pendapat Mazhab Syafi'i. Adapun bagi yang punya pendapat berbeda, tidak keliru jika kemudian dianggap bukan merupakan bagian dari pendapat Mazhab Syafi'i. wallahul muwaffiq
Oleh : KH. Abdi Kurnia Djohan
Demikian Artikel " Penjelasan Mengenai Dibolehkan atau Tidaknya Perempuan Haid Berpuasa "
Semoga Bermanfaat
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -