KH MASDUQI AL-LASEMI : AHLI FIQIH SEMAKIN LANGKA
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Dulu kalau menyebut pesantren, pasti yg terbayangkan adalah tempat santri belajar ilmu nahwu shorof seperti awamil, jurumiyah, imriti alfiah, ibnu Aqil. Atau ilmu fiqh seumpama mabadi', safinatun najah, riyadul badiah, fathul qoribul mujib, fathul muin, lanjut kitab tafsir minimal tamat tafsir jalalen atau hadis arbain Nawawi, tanqihul qaul, sehingga pesantren mampu melahirkan ulama ahli fiqh, ahli tafsir, ahli nahwu, ahli mantiq, dan ahli lainnya.
Tetapi kini, pesantren sudah berubah cepat, sehingga secara praktis mampu melahirkan lulusan ahli manajemen, politisi, pengusaha, ternak udang, lele, kambing, dan lain2, sehingga saat ini terjadi kelangkaan ulama ahli fiqh, ini tantangan pesantren ke depan, harus mampu melahirkan santri2 sbg kader ulama, yg ahli fiqih.
Ahli Fiqh Semakin Langka
Jauh2 hari sebelum beliau menjadi Rais Aam PBNU, KH. MIFTAHUL AKHYAR, sudah memperingatkan kita tentang fitnah akhir Zaman dan rumus menghadapinya. Beliau menceritakan kisah, waktu beliau ngaji kepada Hadhratus Syaikh KH Masduqi Bin Sulaiman Al-lasimy qaddasallah sirrah wa nawwara dlariihah :
"Brakk!!
Tiba2 Beliau Hadhratus syeikh menggebrak meja !
Saya yg duduk paling depan dan santri yg mengaji kaget gelagapan.
Lalu Beliau dawuh, " Ojo kagetan, ojo gumunan"
(jangan mudah kaget, jangan mudah kagum)
Orang kagetan itu imannya lemah, pasti mudah dipengaruhi, bahkan untuk masalahnya sendiri, nggak bisa cari solusi, tapi grudak gruduk bergantung orang lain. Mengapa Wong islam yg 90 % bisa dipengaruhi, dikuasai oleh berapa gelintir orang lain.
Apa yg dikhawatirkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yakni umat yg mengekor apa yg sedang trend saja.
Dawuh Hadhratus Syaikh KH Masduqi Bin Sulaiman Al-lasimy : "Anuto hukum Ojo anut usum"
ﻻ ﺗﻜﻮﻧﻮﺍ ﺇﻣﻌﺔ ؛ ﺗﻘﻮﻟﻮﻥ : ﺇﻥ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﺣﺴﻨﺎ ، ﻭ ﺇﻥ ﺍﺳﺎﺅﺍ ﺍﺳﺄﻧﺎ ، ﻭﻟﻜﻦ ﻭﻃﻨﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ : ﺇﻥ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻥ ﺗﺤﺴﻨﻮﺍ ، ﻭﺇﻥ ﺃﺳﺎﺀﻭﺍ ﻓﻼ ﺗﻈﻠﻤﻮﺍ
"Jangan menjadi IMMA'AH. Yaitu mereka yg berkata ; kami ikutan apa kata orang, kalo mereka berbuat baik, kamipun berbuat baik, kalo mereka berbuat jahat kamipun berbuat jahat".
Tapi disiplinkan diri kalian, bila orang berbuat baik, berlombalah dalam kebaikan. Bila orang berbuat jahat, tetaplah berbuat baik.
ﻛﻴﻒ ﺃﻧﺘﻢ ﺇﺫﺍ ﻟﺒﺴﺘﻜﻢ ﻓﺘﻨﺔ ﻳﻬﺮﻡ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﻭ ﻳﺮﺑﻮ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﺼﻐﻴﺮ ﻭ ﻳﺘﺨﺬﻫﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺳﻨﺔ ﻓﺈﺫﺍ ﻏﻴﺮﺕ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻏﻴﺮﺕ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻗﻴﻞ : ﻣﺘﻰ ﺫﻟﻚ ﻳﺎ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ؟ ﻗﺎﻝ : ﺇﺫﺍ ﻛﺜﺮﺕ ﻗﺮﺍﺅﻛﻢ ﻭ ﻗﻠﺖ ﻓﻘﻬﺎﺅﻛﻢ ﻭ ﻛﺜﺮﺕ ﺃﻣﻮﺍﻟﻜﻢ ﻭ ﻗﻠﺖ ﺃﻣﻨﺎﺅﻛﻢ ﻭ ﺍﻟﺘﻤﺴﺖ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺑﻌﻤﻞ ﺍﻵﺧﺮﺓ .
Bagaimana sikap kalian (di zaman) ketika fitnah sudah melekat erat seperti pakaian?
Manakala anak kecil, berlagak seperti orang besar (ulama), dan orang tua pikun sebelum waktunya. Lalu orang2 menganggap fitnah sbg sunnah. Sehingga apabila ada orang yg merubah fitnah itu dikatakan; "Sunnah telah dirubah."
Kapan itu wahai Abu Abdurrahman (Sahabat Ibnu mas'ud) Radhiyallahu Anhu ?
"Yaitu KETIKA ORANG YG HAFAL ALQURAN SEMAKIN BANYAK, TAPI AHLI FIQIH SEMAKIN LANGKA, KETIKA ORANG KAYA SEMAKIN BANYAK, TAPI ORANG YG DIPERCAYA SEMAKIN LANGKA. DAN KALIAN MENCARI DUNIA DENGAN AMAL AGAMA".
Ketika ulama meninggal itulah maka ahli fiqh agama semakin sedikit. Hadhratus Syaikh KH Masduqi Bin Sulaiman Al-lasimy, sepulang belajar dan mengajar dari mekkah, semua kitab beliau dirampas belanda, agar tidak menghasut santri melawan belanda.
Tetapi rupanya beliau sudah hafal semua kitab yg dibawa (menurut satu riwayat, beliau juga hafal 16 kitab tafsir), sehingga beliau tetap ngrumati santri, mewakafkan diri dan ilmunya untuk hayyatid dunya wal akhirah.
Beliau pun dijuluki Ahli reparasi kitab, bahkan Beliau bisa menandai gaya bahasa masing2 mushonif kitab. Seperti gaya bahasa Imam Jalaluddin As-Suyuti rahimahullah, saat mencoba menyamakan gaya bahasa Imam Jalaluddin Al-Mahally rahimahillah dalam kitab Tafsir Jalalain.
(Ceramah KH. Miftahul Akhyar, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sunnah Surabaya), Pada saat haul Hadratus Syaikh KH Masduqi Bin Sulaiman Al-Lasimy, 17 Maret 2017)
KISAH MONDOK KYAI MIFTAHUL AKHYAR
Kyai Miftachul Akhyar tergugah lagi untuk mondok tapi dgn syarat tidak perlu sekolah. Masuklan beliau ke Pondok Pesantren Al-Ishlah Lasem asuhan Asy Syeikh Mashduqi bin Sulaiman Allasimy.
Dua tahun pertama ngajinya tidak maksimal, bahkan dibilang Kyai Miftah banyak keluar pondok, main atau jalan2 dgn berpakaian gaul, bahasa beliau saat itu ibarat jadi santri 'mbois'.
Pada tahun ketiga di pondok, Kyai Miftah menerima surat dari abahnya :
'Mif, tolong kamu belajar yg benar. Kamu diharap bisa meneruskan perjuangan abah", demikian inti surat sang abah.
Surat itu seakan menjadi cambuk yg menyadarkan Kyai Miftah dari kealpaannya selama ini. Setelah itu, Kyai Miftah yg sehari2 mengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Kedungtarukan, Surabaya ini berubah 180 derajat. Bahkan, supaya tidak berani keluar, Kyai Miftah mencukur gundul rambutnya. Siang malam ngaji dan muthola'ah kitab. Sebelum ngaji, beliau selalu berwudlu. Setiap jam 2 malam, beliau bangun. Usai shalat Tahajjud terus nderes kitab. Meski tidak faham, beliau baca sebisa2nya. Uniknya, saat itu seringkali Kyai Miftah merasa ada yg menuntun dan mengajari untuk memahami kitab yg dibacanya.
BIOGRAFI SYAIKH MASDUQI AL-LASEMI
Syekh Masduqi Al-Lasimy lahir sekitar tahun 1908 M di Desa Soditan Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Sulaiman dengan Hj. Nyai Khadijah (Qolmini).
Dari jalur ayah nasab beliau bersambung ke asy-Syaikh as-Sayyid Mutamakkin Kajen Pati yg bersambung ke Raden Achmad Rahmatullah (Sunan Ampel).
Syekh Masduqi Al-Lasimy termasuk runtutan pewaris Tanah Jawa setelah kurun Syekh KH. Asnawi Banten yg dikenal sbg simbol Tombak Mangku Mulyo (Quthbul Jawi). Simbol tsb merupakan warisan dari asy-Syaikh Subakir, orang pertama pembabat Tanah Jawa.
Wafat
Syekh Masduqi Al-Lasimy wafat pada tahun 1975 M, tepatnya tanggal 17 Jumadil Akhir tahun 1396 H. Jenazah beliau disemayamkan di Pondok Pesantren al-Ishlah Lasem. Sejak tahun itu Ponpes al-Ishlah diteruskan oleh putranya, KH. Hakim Masduqi, yg dilahirkan sekitar tahun 1942 M. Di usia yg sangat muda, 12 tahun, KH. Hakim sudah mengajarkan kitab Jam’ al-Jawami’.
Keluarga
Sepulang dari Mekkah beliau bertemu dgn Syekh KH. Sayyid Dahlan, salah satu masyayikh di Pekalongan. Dari pertemuan tersebut, akhirnya Syekh KH. Sayyid Dahlan menikahkan putrinya, Nyai Hj. Ma’rifah dgn Syekh Masduqi Al-Lasimy.
Pendidikan
Sejak usia dini Syekh Masduqi Al-Lasimy dididik oleh ayahandanya sendiri. Kemudian ketika menginjak usia remaja atas petunjuk sang ayah dan pamannya, KH. Thayyib, beliau melanjutkan jenjang pendidikannya di Pondok Pesantren Tremas yg diasuh oleh Syekh KH. Dimyathi bin Abdullah yang merupakan adik dari Syekh KH. Mahfudz bin Abdullah (murid dari pengarang kitab I’anah ath-Thalibin) yg makamnya ada di Mekkah.
Beliau menimba ilmu selama 11 tahun dgn rincian 3 tahun belajar dan 8 tahun mengajar, yg salah satu dari sekian banyak muridnya di Tremas adalah KH. Hamid Pasuruan. Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya pada Syekh KH. Masyhud Pacitan.
Usai belajar dari Pondok Tremas, Syekh Masduqi Al-Lasimy melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci Mekkah al-Mukarramah selama 6 tahun. Di sana beliau belajar kepada Syekh Umar Hamdan al-Maghrabi dan Syaikh Muhammad Ali al-Maliki al-Hasani al-Maghrabi.
Di sana beliau dipercaya menjadi pengajar di Haramain. Murid2 beliau semasa mengajar di Haramain banyak yg dari Indonesia, diantaranya KH. Bisri Musthafa Rembang dan KH. Masyhuri Rejoso Jombang.
Syekh Masduqi Al-Lasimy mendapat gelar ASY-SYAIKH, karena termasuk salah satu ulama Indonesia yg mengajar di Masjidil Haram. Pada waktu itu sebutan Syekh dimiliki oleh 3 orang ulama, yaitu Syekh Masduqi Al-Lasimy, Syekh Mahfudz at-Tremasi (kakak kandung Syekh Dimyathi) dan Syekh Yasin al-Faddani.
Mendirikan Pesantren
Setelah beberapa tahun tinggal di Pekalongan, beliau kembali lagi ke Lasem atas permintaan warga Lasem. Di Lasem Syekh Masduqi Al-Lasimy mendirikan Pondok Pesantren al-Ishlah pada tahun 1950 M. Banyak orang berdatangan dari berbagai penjuru untuk menimba ilmu darinya, diantaranya dari Jawa, Madura, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.
Sebelum adanya bangunan Ponpes al-Ishlah, tanah yg akan dijadikan pesantren tsb merupakan tempat judi, pelacuran dan tempat pembantaian PKI. Jauh2 hari sebelum Syaikh Mashduqi dilahirkan, pejabat desa setempat mengeluh kepada Sayyid Abdurrahman (Mbah Sareman) ulama asal Tuban yg tinggal di Lasem yg terkenal kewaliannya dgn mengatakan, “Mbah, bagaimana tempat itu koq dibuat sarang maksiat?”
Kemudian Mbah Sareman mengatakan, “Akan ada Macan (harimau) Putih dari barat melewati sungai yg akan menempati tempat itu. Dan tanah itu akan menjadi tempat (produksi) ulama di Tanah Jawa.” Yang dimaksud dgn “Macan Putih” adalah Syekh Masduqi Al-Lasimy dan yg dimaksud “sungai” adalah Sungai Bagan yg terletak ± 700 m sebelah barat tanah Ponpes al-Ishlah.
Murid-Murid
Diantara santri2 Syekh Masduqi Al-Lasimy adalah :
- KH. Ishomuddin Pati
- KH. Nur Rahmat Pati
- KH. Salim Madura
- KH. Mahrus Aly Lirboyo
- KH. Zayadi Probolinggo
- KH. Abdullah Faqih Langitan
- KH. Miftahul Akhyar Surabaya
- KH. Jazim Nur Pasuruan
- KH. Mukhtar Luthfi Nganjuk
- KH. Imam Daroini Nganjuk
- KH. Zuhdi Hariri Pekalongan
- KH. Taufiqurrahman Pekalongan
- KH. Abdul Ghani Cirebon
- KH. Abdul Mu’thi Magelang
- KH. Abdullah Schal Bangkalan
- KH. Mashduqi Cirebon
- KH. Makhtum Hannan Cirebon
- KH. Syaerozi Cirebon
- Dan banyak lagi lainnya
Teladan
Kisah berikut disarikan dari tulisan Gus M. Robert Azmi dari penuturan Kiai Mukhtar Luthfi dan KH. Imam Daroini (keduanya adik kandung Pendiri PP. Al-Fattah KH. Nahrawi ZAM) Nganjuk yg merupakan murid dari Syekh Masduqi Al-Lasimy, mulai dari sisi ketawadhu’an, wira’i, tawakkal dan kesemangatan dalam mengajar.
Suatu ketika ada santri yg sowan Syekh Masduqi Al-Lasimy. Karena saking hormatnya, santri tsb ingin mencium tangan Syekh Masduqi Al-Lasimy bolak-balik. Namun yg mengejutkan beliau langsung menampik, dan berkata, “Awakmu marai ndeder racun nang atiku! (Apakah engkau ingin menumbuhkan bibit racun di hatiku)?” Kemudian beliau melanjutkan, “Masduqi kuwi sopo?” Akhirnya santri tersebut mengurungkan niatnya.
Sebuah hal lumrah bagi santri yg pulang ke rumah karena kangen dgn kampung halaman, dan merupakan kesunnahan untuk membawa oleh2 pada ulama. Namun tidak semua oleh2 diterima oleh Mbah Mashduqi. Beliau sering bertanya pada santri yg membawa oleh2, “Iki jajan tekan ngendi (Oleh2 ini dari mana)?” Jika si santri menjawab dari orangtuanya, maka Syekh Masduqi Al-Lasimy berucap “Alhamdulillah…”
Namun jika oleh2nya bukan dari rumah, Syekh Masduqi Al-Lasimy akan berkata, “Haram! Awakmu disangoni Bapak-Ibumu dingge sangu mondok, ora dingge nukokke jajan aku (Haram! Kamu dikasih uang Ayah-Ibumu untuk uang saku mondok, bukan untuk membelikanku oleh2).”
Waktu mengaji Syekh Masduqi Al-Lasimy sering bercerita, “Aku kuwi anake bakul beras, budal mondok adol pitik, tak tukokne rokok, tak dol nang santri Tremas (Aku hanyalah anak pedagang beras, pergi mondok dgn menjual ayam, kemudian uangnya aku belikan rokok, dan kujual ke santri Tremas).”
Dalam kesempatan lain, waktu beliau ngaji, tiba2 hujan turun dengan derasnya. Spontan santri yg mengikuti ngaji semburat melarikan diri. Dengan tersenyum beliau berkata, “Santri, santri, koq wedi karo rohmate Pengeran.” Kemudian beliau dengan tidak tergesa2 meninggalkan tempat pengajian dgn berpayungkan sajadah beliau.
Pernah suatu ketika Kiai Mukhtar Luthfi mengikuti pengajian Tafsir Jalalain yg dikhatamkan hanya sebulan Ramadhan saja. Di tengah penat yg mendera dan kantuk yg sangat, banyak santri yg tertidur. Tiba2 Syekh Masduqi Al-Lasimy menggebrak meja, “Bruaaakkk… Setane mlayu, setane mlayu,” diiringi tawa renyah beliau dan santri yg gelagapan bangun tidur.
Begitu pula sewaktu Syekh Masduqi Al-Lasimy menyemangati para santri agar tidak cepat puas dgn ilmu yg didapatkannya, beliau dawuh, “Nahwu-shorofmu kuwi opo? Urung enek sak kuku irengku (Ilmu nahwu-sharafmu seberapa sih? Belum ada secuil kuku hitamku).”
$ads={2}
Sebagai ulama yg ahli fiqih, nahwu, sharaf, tasawwuf dan banyak fan lainnya, sangatlah wajar apabila waktu mengaji Mbah Mashduqi mengoreksi kitab yg dibacanya. Syahdan, waktu itu beliau sedang membaca kitab Siraj ath-Thalibin karangan Syaikh Ihsan Jampes Kediri, yg sekarang menjadi salah satu mata pelajaran di Universitas Al-Azhar Kairo. Mbah Mashduqi sering berkata, “Iki keliru!” sambil langsung mencoret lafadz kitab tersebut dgn pena yg beliau bawa.
Kabar ini terdengar oleh Mbah Mat Jipang, salah seorang ulama Kediri yg sangat terkenal kecerdasannya sehingga masyarakat sekitar menjulukinya dgn Mbah Jipang, kepanjangan dari ngaji gampang. Mendengar itu, Mbah Jipang langsung berangkat ke Pondok Lasem dgn menyamar sbg orang desa. Kemudian beliau bertamu ke Ndalem Syekh Masduqi Al-Lasimy.
Setelah dipersilakan masuk, terjadilah adu argumen yg sangat tajam dan lama. Saking lamanya, debat antara Syekh Masduqi Al-Lasimy dan Mbah Mat Jipang terjadi beberapa hari. Istirahat hanya saat waktu shalat dan waktu istirahat malam. Singkat cerita setelah debat usai, Syekh Masduqi Al-Lasimy mengakui keilmuan Mbah Jipang dan membenarkan Siraj ath-Thalibin yg disalahkannya.
Pada kesempatan lain, Mbah Mashduqi berkata pada santri yg mengaji, “Aku kalah karo wong Kediri.” Latar belakang Mbah Mashduqi menyalahkan beberapa lafadz kitab tsb adalah karena kehati2an beliau. Terbukti, selang beberapa waktu beliau berkata, “Syariat kuwi koyok dalan nang pinggir kali, nek minggir2 iso gampang kecemplung, sing aman nang tengah wae (Syariat itu ibarat jalan yg berada di pinggiran sungai, kalau terlalu ke pinggir akan mudah tergelincir, yg aman berjalan di tengah saja).”
Karya-Karya
Syekh Masduqi Al-Lasimy sangat terkenal kealimannya. Beliau termasuk ulama yg produktif menulis, hasil karyanya banyak dari beberapa fan ilmu. Setiap beliau mengaji suatu kitab, pasti diterangkan secara panjang lebar seakan mensyarahi kitab tsb.
Di usia 17 tahun beliau menyusun karya tulis dalam fan ilmu tauhid berbentuk sya’ir yg dinamai “Nadzam Ibn al-Lasimiy”. Kemudian kitab tsb disyarahi pada usia 40 tahun dan diberi nama “adz-Dzakhair al-Mufidah” yg sudah tersebar di berbagai penjuru negeri seperti Bangladesh, Mekkah dan Yaman. Karya tulis lainnya berjudul “Ghayat al-Maram fi Ahadits al-Ahkam” yg berhubungan dgn hadits2 Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Wallahu a'lam .. semoga bermanfaat
نفعنا الله بعلومهم وامدنا بأسرارهم واعاد علينا من بركاتهم وعلومهم وانوارهم في الدين والدنيا والآخرة...
اِلَى حَضْرَةِ النَّبِىِّ الْمُصْطَفى صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَالِهِ وَصَحْبِه خُصُوْصًا اَهْلَ بَدْرٍ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَ الاَنْصَارِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ وَنفَعَنَا بِعُلُوْمِهِمْ وَاَمَدَّناَ بِاَسْرَارِهِمْ وَاَعَادَ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِمْ فِى الدَّارَيْنِ آمِينْ. الفاتحة ....
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ، إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ، اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ، صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ. أمين
Demikian artikel " KH. Masduqi Al-Lasemi : Semakin Bertambahnya Zaman Ahli Fiqih Semakin Langka "
Semoga bermanfaat bagi para pembaca
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -