SEGUDANG KAROMAH KITAB IHYA' ULUMUDDIN
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Kitab Ihya' Ulumuddin yang ditulis oleh Hujjat ul-Islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali, merupakan kitab yang memuat banyak karamah. Tidak terhitung banyaknya disertasi dan tulisan jurnal yang mengambil manfaat dari Kitab Ihya. Kurang lebih selama 600 tahun, kitab Ihya ini dikaji sampai sekarang. Kalangan habaib menjadikan kitab ini sebagai bacaan wajib. Bahkan al-Habib Abdul Qadir al-Aydrus rahimahullah ta'ala, penulis Kitab Ta'rif ul-Ahya bi Fadhail il-Ihya, mampu menghapal isi kitab Ihya ini secara verbatim.
Baca Juga :
- Kisah Mbah Moen Beli Makanan Di Warung Non Muslim
Di antara karamah lain yang termuat di dalam Kitab Ihya, adalah sikap sebagian ulama yang tidak mau mengadakan "selamatan" atas dikhatamkannya pembacaan Ihya. Syaikhuna Mbah Kyai Maimun Zubair, seperti diriwayatkan sebagian santrinya, tidak pernah berkenan mengadakan haflah atau selamatan mengkhatamkan Ihya.
Bagi kalangan akademisi, karamah dari Kitab Ihya terlihat dari kekuatan epistemologi yang dibangun oleh Imam al-Ghazali. Dari bahasa yang digunakan, dapat dilihat kepakaran al-Imam al-Ghazali di bidang filsafat, mantiq, ilmu Kalam, ushul fikih, fikih, hadits, tafsir dan tasawwuf. Singkatnya, beliau adalah seorang mutafannin (orang yang mempunyai penguasaan terhadap banyak ilmu). Penamaan Ihya Ulumiddin (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama) memang tepat diberikan terhadap kitab ini. Karena di dalam uraian yang disajikan, Imam al-Ghazali menggunakan banyak pendekatan disiplin ilmu agama.
$ads={1}
Pembahasan Kitab Ihya secara elaboratif akan memberikan kenikmatan tersendiri. Pembahasan tersebut tidak berhenti di penerjemahan mufradat (kosa kata), tapi juga mengeksplorasi aspek kontekstual dari kalimat-kalimat yang digunakan oleh Imam al-Ghazali.
Baca Juga :
- Habib Umar bin Hafidz : Sekilas Mengenai Kehidupan Imam Syafi'i
Sebagai orang yang dilahirkan di kawasan yang dikenal sebagai pusat peradaban pada masanya, Imam al-Ghazali merupakan figur ulama yang mempunyai karakteristik berpikir yang kosmopolit. Itu misalnya bisa dilihat dari analisisnya tentang epistemologi ilmu. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, perbincangan tentang ilmu bukanlah perbincangan tentang tata cara ibadah (kaifiyyat) semata. Ilmu adalah nilai (value) yang harus selalu hidup di dalam diri manusia. Pandangan itu ditunjukkan oleh Imam al-Ghazali dengan merujuk kepada pandangan al-Hasan, seorang ulama tabi'in, yang mengatakan:
لولا العلماء لكان الناس كالبهائمِ
sekiranya tidak ada ulama (orang-orang yang memegang ilmu), pastilah manusia akan seperti hewan ternak
Ditulis Oleh : KH. Abdi Kunia Djohan
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jama'ah -