APAKAH BOLEH MENJAWAB SALAM DI DALAM HATI?
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Untuk menjawab pertanyaan ini, alangkah baiknya kita bahas sedikit tentang hukum-hukum salam terlebih dahulu.
1. Bentuk-bentuk salam
Jika kita telusuri penjelasan ulama tentang salam dalam kitab-kitab fikih maka kita akan mendapati bahwa para ulama membagi salam itu ke dalam 3 bentuk:
a. salam dengan lisan atau lafaz
b. salam dengan tulisan
c. salam dengan isyarat, dan ini hanya berlaku bagi orang yang bisu/tunawicara
2. Hukum mengucapkan dan menjawab salam
Para ulama menjelaskan berbeda hukumnya antara mengucapkan dan menjawab salam. Mengucapkan salam hukumnya sunat dan dianjurkan. Sementara menjawab salam hukumnya adalah wajib, berdosa jika ditinggalkan. Tetapi di sini para ulama merinci, bahwa menjawab salam itu wajib ‘ain hukumnya apabila ia sendirian dan wajib kifayah hukumnya apabila mereka terdiri dari 2 orang atau lebih, artinya kalau mereka ada bersepuluh orang misalkan, kemudian datang seseorang mengucapkan salam kepada mereka maka cukuplah satu saja di antara mereka yang menjawab salam, sehingga gugurlah kewajiban menjawab salam itu dari kesembilan orang lainnya. Tetapi yang perlu diperhatikan di sini yang mendapatkan pahala hanyalah orang yang menjawab salam itu saja, adapun yang diam maka ia tidak mendapatkan pahala meskipun ia tidak berdosa.
$ads={1}
Dan yang menarik di sini meskipun mengucapkan salam itu sunat hukumnya dan yang wajib itu adalah menjawabnya, para ulama menjelaskan memulai salam itu lebih baik dan lebih mulia dibandingkan menjawab salam. Permasalahan ini juga merupakan salah satu pengecualian dari qaedah fikih: الفرض أفضل من النفل ( Amalan wajib lebih mulia dari amalan sunat).
Baca Juga: Do'a Yang Selalu Dibaca Oleh Para Waliyullah ( Wali Allah )
3. Syarat-syarat mengucapkan dan menjawab salam
Para ulama menjelaskan bahwa salam itu supaya berlaku hukum-hukumnya (yaitu: sunat memulai dan wajib dijawab) maka harus memenuhi 2 syarat, yaitu:
a. ucapan salam dengan jawabannya apabila disampaikan melalui lisan atau lafaz, maka mestilah bagi kedua belah pihak untuk mengeraskan suara sekira-kira terdengar ucapan salam dan jawabannya itu oleh lawan bicara. Maka jika keduanya melafazkan salam dan jawabannya dengan jelas sampai terdengar oleh lawan bicaranya, barulah salamnya itu dikatakan sah dan ia mendapatkan pahala sunat atas salam yang ia sampaikan, dan wajib bagi si lawan bicaranya untuk menjawab salam itu. Kemudian apabila si lawan bicara tersebut membalas salam tadi dengan dikeraskan juga maka barulah balasannya dikatakan sah dan menggugurkan ia dari kewajiban. Jika tidak demikian, artinya orang yang mengucapkan salam tersebut mengucapkannya dengan suara pelan sehingga tidak terdengar oleh lawan bicaranya maka ia tidak mendapatkan pahala salam sama sekali dan tidak ada kewajiban bagi lawan bicaranya untuk menjawab salam tersebut. Begitu juga bagi si penjawab, apabila telah diucapkan salam kepadanya dengan jelas tetapi ia hanya menjawabnya dengan pelan atau dalam hati saja sehingga tidak didengar oleh si pemberi salam, maka jawabannya tidak sah dan tidak menggugurkannya dari kewajiban menjawab salam.
Berkata Imam Nawawi dalam al-Adzkar:
فصل:
وأقل السَّلام الذي يصيرُ به مؤدّياً سنّة السلام أن يرفع صوته بحيث يُسمع المسلَّم عليه، فإن لم يُسْمعه لم يكن آتياً بالسلام، فلا يجب الردّ عليه.
وأقلّ ما يسقط به فرض ردّ السلام أن يرفع صوتَه بحيث يسمعه المسلِّم، فإن لم يسمعه لم يسقط عنه فرض الردّ، ذكرهما المتولي وغيره.
======================================
Telah kita jelaskan sebelumnya bentuk-bentuk salam, hukum mengucapkan dan menjawab salam, dan sebagian dari syarat-syarat salam.
Adapun syarat salam yang kedua, adalah:
b. Bertalinya salam dengan jawaban, artinya jangan sampai ada jarak yang panjang antara salam dengan jawabannya. Maka apabila seseorang mengucapkan salam, mestilah bagi si lawan bicara untuk langsung membalas salam itu agar ia terlepas dari kewajiban menjawab salam. Karena kalau tidak demikan, bahwa ia menunda jawaban salam tersebut, maka jawabannya tidak sah, dianggaplah ia seperti orang yang tidak menjawab salam, maka ia berdosa, dan tidak ada artinya lagi jawaban salamnya setelah itu.
Berkata Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar:
قال الإِمام أبو محمد القاضي حسين، والإِمام أبو الحسن الواحدي وغيرهما من أصحابنا: ويُشترط أن يكون الجواب على الفور، فإن أخَّرَه ثم ردّ لم يعدّ جواباً، وكان آثماً بترك الردّ.
.
Maka bisa kita simpulkan bahwasanya syarat salam ada 2, yaitu:
1. Memperdengarkan salam (mengeraskan suara) jika salam tersebut disampaikan melalui lisan
2. Jawaban salam mesti disegerakan
Berkata Imam ar-Ramli dalam Ghayatul Bayan:
وَشَرطه (السلام) ابْتِدَاءً وردًّا: إسماع لَهُ واتصال كاتصال الْإِيجَاب بِالْقبُولِ
.
Dan yang wajib menjadi perhatian kita di sini adalah bahwasanya hukum salam (yaitu: sunat mengucapkan dan wajib dijawab) dan syarat salam yang telah kita jelaskan sebelumnya: berlaku bagi ketiga bentuk salam, yaitu salam dengan lisan, salam dengan tulisan dan salam dengan isyarat. Maka bagi orang yang menyampaikan salam melalui tulisan misalnya, hukumnya juga sunat dan dianjurkan, dan wajib bagi orang yang dikirimi salam itu untuk menjawabnya, dan wajib jawaban itu ia segerakan sesaat setelah salam itu sampai kepadanya. Kalau tidak demikian, bahwa ia tidak menjawab salam itu, atau ia tunda menjawabnya maka ia berdosa karena telah meninggalkan kewajiban menjawab salam.
Hukum ini sangat penting kita ketahui karena salam melalui tulisan itu tidak hanya berbentuk salam yang dituliskan di atas kertas. Tetapi salam yang kita tuliskan melalui pesan Whatsapp misalkan juga berlaku padanya hukum yang sama. Artinya tatkala ada orang yang mengirimkan pesan kepada kita, dan ia awali pesannya dengan salam, maka wajib hukumnya bagi kita untuk langsung menjawab salam itu sesaat setelah pesan itu sampai kepada kita. Juga jika ada orang yang mengirimkan salam ke dalam grup yang berisikan banyak orang, maka fardu kifayah hukumnya bagi orang-orang yang berada dalam grup itu untuk menjawab salam tersebut, setidaknya satu orang dari mereka sebagai pelepas kewajiban. Jika tidak ada satupun dari mereka menjawab salam itu, atau ada yang menjawab tetapi setelah ia tunda beberapa waktu, maka berdosalah semua orang yang tau dan mampu yang berada dalam grup itu.
Hal ini masih sering terluput oleh kita maka butuh perhatian lebih.
Dan yang perlu juga kita pahami di sini adalah meskipun salam melalui tulisan itu wajib dibalas, para ulama menjelaskan balasannya tidak mesti berupa tulisan juga, akan tetapi balasannya boleh berupa lafaz. Artinya kalau ada orang yang mengirimkan salam kepada kita, maka ada dua cara untuk menjawabnya, yaitu boleh dibalas dengan tulisan juga, atau boleh dijawab salam itu melalui lafaz saja, tanpa harus dituliskan.
Berkata Imam ar-Ramli dalam Nihayah tatkala beliau menjelaskan beberapa perkara yang hukumnya fardu kifayah:
(وَجَوَابُ سَلَامٍ) مَنْدُوبٍ وَإِنْ كُرِهَتْ صِيغَتُهُ وَلَوْ مَعَ رَسُولٍ أَوْ فِي كِتَابٍ، وَيَجِبُ الرَّدُّ فَوْرًا
Dan berkata Syaikhul Islam dalam Syarah ar-Raudh:
(وَ) يَجِبُ عَلَى الْغَائِبِ (الرَّدُّ) فَوْرًا بِاللَّفْظِ فِي الرَّسُولِ وَبِهِ (اللفظِ) أَوْ بِالْكِتَابَةِ فِي الْكِتَابِ
Oleh : Ustadz Khalilur Rahman
Sumber : dikutip melalui laman facebooknya
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim
- Media Dakwah Ahlusunnah Wal Jamaah -