CARA MENGHADAPI PENGHINA NABI MUHAMMAD SAW
Oleh : KH. Abdi Kurnia Djohan
RUMAH-MUSLIMIN.COM - Ketika Harian Jullen Pösten Denmark menampilkan karikatur sarkastik tentang Nabi Muhammad, Pemerintah Saudi Arabia menggerakkan semua elemen masyarakat untuk mengkampanyekan gerakan sholawat kepada Nabi secara terbuka.
Fenomena itu saya lihat ketika melaksanakan haji pada tahun 2012. Sepanjang perjalanan Jeddah-Makkah-Madinah terlihat baliho yang bertulis ajakan untuk memperbanyak sholawat dipasang sepanjang jalan. Koran-koran di Makkah pun tidak luput dari iklan satu halaman yang isinya ajakan bersholawat kepada Nabi.
Selain melakukan langkah diplomatik, Pemerintah Saudi Arabia juga menguatkan langkah kultural. Pemerintah Saudi dan mungkin pemerintah Negara-negara Arab lainnya sangat menyadari tidak mudahnya melakukan tekanan politik terhadap negara-negara Eropa dalam kasus penghinaan terhadap Nabi.
$ads={1}
Baca Juga :
- Tujuh Do'a Penenang Hati Untuk Menghilangkan Stres, Sedih, Dan Gelisah
Ada tiga simpulan yang bisa dikumpulkan terkait dengan sikap di atas:
Pertama, trauma Perang Salib dan Perang Arab-Israel yang mendatangkan kerugian bagi bangsa Arab, dan umumnya umat Islam;
Kedua, lemahnya posisi tawar politik negara-negara Arab di kancah global;
Ketiga, fragmentasi di antara negara-negara Arab karena perbedaan kepentingan politik internal masing-masing.
Sementara itu, di sisi negara-negara Barat penghinaan terhadap simbol-simbol agama tidak dianggap sebagai perbuatan pidana. Barat mengakomodasi kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam maknanya yang luas. Sebagai dampak dari kebebasan itu, setiap orang atau pihak mempunyai keleluasaan mengungkapkan pendapatnya. Satu-satunya pembatas dari kebebasan berpendapat itu adalah public interest (kepentingan publik), seperti yang disimpulkan oleh Wendy McElroy dan para pakar hukum lainnya.
Baca Juga :
- Ciri-ciri Rasulullah SAW yang hadir dalam mimpi Alhabib Munzir Al-Musawa
Maka dari itu, menghina Nabi, Yesus, Paus, dan tokoh-tokoh agama lainnya akan dijumpai sebagai pemandangan yang biasa di negara-negara Barat. Tentu, kita masih ingat bagaimana John Lennon pernah berseloroh di hadapan kumpulan wartawan bahwa dia lebih hebat daripada Yesus. Dan Varikan serta Gereja Inggris tidak bereaksi mengetahui pernyataan pentolan grup The Beatles tersebut. Tidak hanya itu, menurut penuturan seorang teman di dalam pentas-pentas tari telanjang di beberapa negara Eropa, ditampilkan seorang penari wanita yang mengenakan simbol zuster Katolik. Pihak Gereja Katolik sepertinya tidak mau ambil pusing dengan tindakan yang dalam pandangan orang Timur melecehkan itu.
Barat selalu berlindung di balik kebebasan yang mereka usung, ketika menyerang kehormatan pihak lain. Ironisnya, Timur tidak mempunyai kekuatan untuk menuntut Barat atas tindakannnya itu. Apalagi, dengan pengaruh yang dimiliki Barat menjadikan HAM (human rights) sebagai senjata untuk "mengadili" dan "menilai" Timur.
Maka dari itu, dalam kasus Presiden Macron saat ini, Timur, yang diwakili oleh negara-negara Teluk, mengambil jalan lain untuk "menghukum" Macron. Ekonomi merupakan senjata yang ampuh untuk membuat Barat tersengat. Negara-negara Teluk merupakan pasar terbesar produk-produk Perancis seperti Dior, Hermes, Carrefour, dan masih banyak lagi. Bahkan pada tahun 2012 dilaporkan 10.000 warga Perancis masuk ke Uni Emirat Arab untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Aksi boikot produk-produk Perancis oleh negara-negara Teluk tentu akan menggoncangkan ekonomi negara Menara Eifel tersebut. Apalagi jika itu diikuti dengan pemutusan kontrak terhadap perusahaan-perusahaan Perancis yang sedang menggarap proyek-proyek besar di negara-negara Teluk. Sudah pasti, Presiden Macron akan menghadapi tekanan dari kelompok konservatif atas ketidakmampuan menjaga keseimbangan ekonomi Perancis.
Bagaimana dengan di Indonesia? Ajakan untuk memboikot produk Perancis di sini sepertinya tidak akan signifikan. Selain karena masyarakat Indonesia lebih fanatik dengan produk Jepang, Korea dan Cina, yang paling terdampak dari aksi boikot produk Perancis itu hanyalah Syahrini, Manohara, Nia Ramadhani, dan geng arisannya. Dan bisa dikatakan bahwa mereka tidak mewakili apa yang dibutuhkan oleh ibu-ibu majelis taklim se-Indonesia. Kalau kemudian dikatakan bahwa produk-produk Perancis itu tidak terbatas pada barang-barang mewah, maka bisa dikatakan bahwa jumlahnya juga tidak signifikan. Masyarakat kota besar di Indonesia hanya mengenal istilah Perancis di ranah kuliner seperti croissant, baguet, risolles, escargöt, ratatouille, dan coqauvin. Itu pun masih dibuat secara lokal dan penikmatnya adalah mereka yang mengenakan mobil-mobil mewah.
Lalu bagaimana sikap yang mesti diambil terhadap penghina Nabi seperti Presiden Macron? Secara politik, sikap masyarakat Indonesia sudah diwakili oleh Pemerintah melalui pernyataan resmi yang berisi kecaman terhadap Perancis. Meskipun ada harapan, agar kiranya Pemerintah mengambil langkah memanggil Duta Besar Perancis untuk menyampaikan keberatan Pemerintah dan Umat Muslim Indonesia, sebagai kelompok muslim terbesar di dunia.
Namun begitu, jangan dilupakan langkah kultural seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia. Walaupun sholawatan sudah menjadi tradisi di sini, tidak salahnya jika tradisi itu dikuatkan menjadi gerakan yang sifatnya masif. Baliho-baliho ajakan bersholawat dengan disain yang menarik, seharusnya terpasang di jalan-jalan utama semua kota di seluruh negeri. Kumandang-kumandang sholawat justru harus bergema sebelum azan sholat yang lima waktu. Laman-laman media sosial dipenuhi video dan infografis tentang pribadi Sang Nabi.
Langkah-langkah seperti di atas mengingatkan kita semua terhadap pesan Sang Nabi:
واتبع السيئة الحسنة تمحوها
Ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus (dampak) dari keburukan.
Wallāhu a'lam bis showāb
Shollū alan Nabi....
Sumber : Dikutip melalui laman facebook KH Abdi Kurnia Djohan
Baca Juga :
- Filosofi Semar, Gareng, Petruk, Bagong (Punakawan) Dalam Islam
- Biografi Habib Muhammad Al Bagir bin Alwi Bin Yahya