MUBALIGH NU TIDAK PERNAH MEMPERHATIKAN DAKWAH DI JABODETABEK, HINGGA MUDAH DISUSUPI FAHAM WAHABI
KH. Abdi Kurnia Djohan :
Saya tidak menyalahkan Wahabi dalam hal penguasaan masjid dan panggung dakwah. Saya lebih suka melihat kondisi internal kalangan Aswaja (NU) yang memang tidak siap menghadapi kompetisi dakwah.
Sebagian besar muballigh NU menganggap bahwa dakwah itu adalah berceramah. Mereka lupa bahwa dakwah merupakan proses yang cukup panjang dan di dalamnya terjalin intimasi antara da'i (sebagai penyampai dakwah) dan mad'u (sebagai pihak yang disampaikan dakwah).
Ketidaksiapan menghadapi kompetisi itu ditandai dengan:
1. Tidak adanya kesiapan di dalam menyajikan materi dakwah:
2. Keengganan mengubah metodologi dakwah:
3. Ketidakmampuan merespon perubahan paradigma keislaman yang berkembang di masyarakat:
4. Ketidakseriusan menggarap dakwah sebagai ladang perjuangan.
Yang sangat disayangkan, ketidaksiapan itu ditutupi dengan melakukan "serangan" negatif kepada pihak kompetitor. Sebagian malah memilih untuk meminjam kuasa negara sebagai alat memenangkan kompetisi dakwah.
Padahal, dengan memperbaiki keempat poin kerja dakwah di atas, kalangan Aswaja (NU) diprediksi bisa memenangkan kompetisi dakwah.
Berteriak keras-keras bahwa banyak masjid menampilkan penceramah radikal dan intoleran adalah upaya yang sia-sia, jika para kyai dan ustadz NU--khususnya di wilayah jabodetabek atau kota lainnya--masih malas menghadiri sholat berjamaah di masjid. Teriakan itu juga akan mengakibatkan radang tenggorokan jika para kyai dan ustadz NU--khususnya di Jabodetabek--enggan melakukan revisi kinerja dakwah mereka.
Yang perlu diingat:
Bahwa banyaknya orang-orang yang keras hatinya (kalau bisa dikatakan begitu) untuk memimpin Masjid merupakan HUKUMAN dari Allah bagi orang2 yang lembut hatinya, tapi malas meramaikan masjid...
Melalui akun facebook : KH. Abdi Kurnia Djohan
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim