TANDANYA GURU-GURU AGAMA ATAU PENGAJAR TIDAK DIPENGARUHI HAWA NAFSU
Tandanya ialah:
1. Dia mengajak orang lain "lil Lah" (karena Allah) bukan supaya diikuti orang juga hendaknya.
Sebab kewajibannya menyampaikan dan yang memberi hidayah ialah Tuhan Allah.
2. Bukan menyeru untuk diri. Menyeru mengajak kembali kepada Tuhan.
3. Insaf bahwa dia hanya manusia, tidak cukup, dan tidak lebih dari orang lain, jika dia pintar, ada pula yang lebih pintar darinya.
Tanda-tandanya:
Jika dia sedang mengajar, memberi wa'az, atau sedang berpidato, ada pula orang di tempat lain yang lebih baik perjalanannya atau lebih tinggi ilmunya, lebih disegani orang daripadanya atau sama; bagaimanakah perasaan hatinya? Bagaimanakah sikapnya?
Kalau dia suka cita atau gembira bersyukur kepada Allah lantaran ada orang lain yang bekerja sebagaimana pekerjaannya menyiarkan ilmu pengetahuan kepada umat, itulah sebagian tanda bahwa ia telah dapat mengalahkan nafsu.
Jika sebaliknya, maka tidaklah lebih tingkat orang ini dari manusia biasa yang berlain hanya pekerjaannya.
Yang setengah tukang dengar, dan dia tukang pidato, tetapi sama masih diperintah hawa nafsu.
Bahkan kadang-kadang orang yang diberi pelajaran lebih dahulu paham daripada yang memberi.
Maka hal ini bukanlah buat menyelidiki orang lain. Tetapi menyelidiki diri kita sendiri.
Bertambah tinggi martabat diri orang, bertambah banyaklah dia mengintai dirinya sendiri.
Sayidina Abu Bakar Shiddiq ra. pernah berkata,
"Bunuh sajalah saya, karena saya ini tidak lebih baik daripadamu."
Dan Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah dipuji orang bermuka-muka. Maka beliau pun murkalah sambil berkata,
"Saya lebih tahu hakikat diriku."
(Buya HAMKA, Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita; Ada di dalam Diri Kita, Hal. 139-143, Republika Penerbit, Cet.3, 2015).
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholi 'ala sayidina Muhammad nabiyil umiyi wa 'alihi wa shohbihi wa salim