ROMO KYAI USTMAN MELIHAT KA'BAH (AYAHANDA DARI HADRATUSSYEIKH K.H AHMAD ASRORI AL-ISHAQI)
KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi (salah satu putra Kiyai Utsman) menceritakan, ketika ayahanda berusia 13 tahun mempunyai kemampuan melihat Ka’bah secara nyata dari rumahnya Jatipurwo Surabaya. Beliau menganggap apa yang dilihatnya merupakan mimpi, tapi setelah berkali-kali matanya diusap, bahwa apa yang dia lihat bukan sekedar mimpi, akan tetapi benar-benar terjadi dan yang tampak hanyalah Ka’bah di Makkah. Kemudian Kiyai Utsman minta dibelikan kaca mata, beliau mengira bahwa matanya sudah rusak. Setelah dibelikan dan dipakai, ternyata hasilnya sama saja.
Menurut Kiyai Asrori, itulah awal kasyaf yang dialami ayahandanya dan sejak saat itu Kiyai Utsman bisa melihat orang dengan segala kepribadiannya. Ada yang menyerupai serigala, ada yang seperti ayam dan kucing tergantung pembawaan nafsu masing-masing. Akan tetapi Kiyai Utsman tidak berani mengatakan terus terang, karena hal itu menyangkut kerahasiaan seseorang.
Pada saat bermukim di lereng gunung dekat Ngawi, Kiyai Utsman pernah bermimpi ketemu KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng dan berpamitan dengan Kiyai Utsman dengan mengatakan: “Saya duluan Utsman!”. Ternyata pada esok harinya beliau mendengar berita bahwa KH. Hasyim Asy’ari meninggal dunia (pulang kerahmatullah).
Kiyai Muhammad Faqih Langitan Tuban pernah mengatakan bahwa Kiyai Zubeir Sarang Rembang
bermimpi ketemu Rasulullah Saw. sedang menemui 2 orang laki-laki dan Rasulullah Saw. menyatakan kepada Kiyai Zubeir: “Keluargaku banyak tersebar di tanah Jawa diantaranya ialah Romli dan Utsman”.
Salah seorang sopir Kiyai Utsman pernah mengatakan, dalam perjalanan dari Rejoso menuju Surabaya, tiba-tiba mobil yang dikendarai Kiyai Utsman bensinnya habis padahal seluruh uang
sakunya telah diserahkan ke pondok. Kemudian Kiyai memerintahkan kepada sopirnya: “Begini saja, tangki mobil diisi dengan air teh tanpa gula secukupnya.” Karena sopir itu percaya dengan kyai, maka perintah itu dilaksanakan dengan sepenuh hati. Kemudian Kyai Utsman menanyakan: “Sudah kau isi bensin?” “Mobil kami isi dengan teh sesuai dawuh Kyai,” jawab sopir.
Kyai Utsman pun segera mengajak pulang ke Surabaya. Dan atas izin Allah Swt. mobil itu bisa
berjalan sampai ke Surabaya dengan bahan bakar teh. Demikian sepenggal biografi ulama besar KH. Utsman al-Ishaqi asal Jatipurwo Surabaya, yang kemudian nama beliau terpatri dalam nama Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah al-Utsmaniyah. Sepeninggal Kiyai Usman, tongkat estafet mursyid
Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah al-Utsmaniyah diberikan kepada salah satu putranya yakni alm. KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi. Pengalihan tugas itu berdasarkan wasiat Kiyai Utsman menjelang
wafatnya.
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim