PELAJARAN YANG BERHARGA DARI AKHLAK LUHUR HABIB UMAR BIN HAFIDZ
-Muhammad Ismael Al Kholilie-
Kami yang waktu itu seakan sudah kehilangan gairah dan semangat tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Habib Umar, suara sholawat dan takbir langsung menggema silih berganti, nyaris semua yang ada disitu menangis haru dan bahagia. Tetapi beliau tetaplah beliau, tetap tenang dengan senyuman lebar yang tak henti-henti menghiasi wajahnya di malam itu. Seakan-akan tak ada suatu apapun yang telah terjadi. Padahal....
*********************************
Waktu itu aku masih berstatus sebagai pelajar baru, aku datang ke Tarim 5 bulan sebelumnya. Habib Umar sedang melaksanakan ibadah Haji dan dijadwalkan akan kembali ke Tarim di akhir bulan Dzul Hijjah untuk menghadiri acara hari jadi Darul Musthofa dan Multaqo Du'at (acara pertemuan para ulama dan dai dari seluruh dunia yang diadakan Habib Umar setiap tahun ).
Hari itu seharusnya merupakan hari kepulangan beliau dari Saudi, tapi beliau masih belum datang juga. Akhirnya acara HUT Darul Musthofa terpaksa diadakan tanpa kehadiran beliau.
Orang-orang mulai bertanya-tanya ? Apa terjadi sesuatu terhadap beliau ? Baru kali ini beliau tidak menghadiri acara tahunan yang sangat penting itu. Setelah diusut, ternyata beliau masih tertahan di Jeddah karena pihak Saudi mempersulit kepulangannya.
Tamu-tamu dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan ke Tarim untuk menghadiri Multaqo du'at. Bisa dibayangkan betapa kecewanya mereka yang datang jauh-jauh dari luar Yaman setelah mengetahui bahwa sang tuan rumah dan sosok yang menjadi tujuan utama mereka justru sedang tidak ada di Tarim. Tentunya Habib Umar pasti merasakan kekecewaan yang sama karena tak bisa menyambut tamu-tamu agung-nya yang kebanyakan adalah para dai dan ulama itu.
Suara-suara bising mulai bermunculan. Banyak yang menyatakan bahwa ini adalah ulah kaum Salafi-Wahhabi di Saudi yang sengaja mempermasalahkan kepulangan Habib Umar setelah mereka tahu akan diadakannya pertemuan ulama Ahlussunnah - Shufiyah dalam istilah mereka - di Tarim dan Habib Umar adalah tokoh utamanya. Menurut mereka ini adalah sebuah konspirasi yang terselubung dan makar tingkat tinggi yang sudah direncanakan Tokoh-tokoh Wahhabi disana. - Tentunya mereka tahu betul bahwa Habib Umar adalah salah satu Ulama Shufi paling berpengaruh di zaman ini.
Dan yang dikhawatikan akhirnya terjadi juga, Habib Umar benar-benar tidak bisa menghadiri acara pertemuan ribuan dai dan ulama itu, padahal beliau adalah sang tuan rumah dan sosok utama yang paling dinantikan nasehat dan wejangannya di pertemuan itu.
Multaqo resmi ditutup lalu dilanjutkan dengan ziarah bersama ke makam Nabi Hud As selama 3 hari, dan waktu itu, kami terpaksa berziarah tanpa kehadiran beliau. Rangkaian acara pada hari-hari ziarahpun terasa hambar.
Acara sudah memasuki malam terakhir, esoknya kami akan kembali ke Tarim. Saat itu sudah bisa dipastikan bahwa Habib Umar tak akan bisa datang. Karena meski seandainya izin beliau keluar, tidak ada penerbangan dari Jeddah ke Seiwun di hari itu.
Di malam itu Habib Muhammad Bakri sedang menyampaikan ceramahnya, tiba-tiba terlihat rombongan mobil berjalan dari kejauhan, awalnya kami menyangka itu adalah rombongan Habib Ali Aljufri. Habib Umar ? Mustahil beliau bisa datang. Dan ternyata perasangka kami salah. Ajaib ! Beliau benar-benar datang ! Habib Umar benar-benar datang ! Rupa-rupanya pada hari itu salah satu pangeran dari UEA mengirim pesawat khusus untuk beliau dengan rute Jeddah-Seiwun agar beliau bisa menghadiri penutupan ziarah !
Semua orang menangis haru, pekikan sholawat dan takbir menggema dimana-mana, meski terlihat sangat letih dan lelah, ditengah kerumunan beliau tersenyum lebar. Beliau langsung menuju acara dan bersiap untuk memberi ceramah. Aku duduk dengan antusias, aku bersiap mendengar cerita atau klarifikasi dari beliau terkait izin perjalanan beliau yang dipersulit, apa benar itu adalah ulah dan akal-akalan Wahhabi ? Aku yakin banyak orang selainku yang ingin medengarkan hal yang sama.
Dan inilah yang menakjubkan dari beliau , masalah yang sempat membuat 'gawat' ribuan murid beliau itu, sampai-sampai Habib Ali Aljufri menawarkan untuk melobi keluarga kerajaan untuk menyelesaikannya, terhitung dari malam itu sampai tulisan ini ditulis Habib Umar sama sekali tak pernah membicarakannya, menyinggungpun tidak, sedikitpun ! Beliau tetap sejuk dan tenang seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa .
Sejak saat itu aku mulai meyakini, bahwa keadaan segenting apapun tak akan pernah bisa merubah keluhuran budi pekerti beliau. beliau sering menceritakan, bahwa diantara gurunya ada yang selama puluhan tahun tak pernah berkata buruk atas seseorang dalam majlisnya, tak pernah terdengar dari lisannya kata-kata ghibah atas siapapun. Dan akupun juga bersaksi - selama 6 tahun duduk bersama beliau, tak pernah sama sekali beliau mencela atau berkomentar buruk atas siapapun - entah itu golongan atau per-orangan-.
Prinsip beliau yang pernah beliau tulis dalam salah satu kitabnya adalah :
" kita harus menjaga dan membentengi apa yang kita yakini benar, tanpa harus menyerang atau mencela kelompok lain, dan tanpa harus berkomentar buruk atas suatu kelompok atau individual "
Beliau juga seringkali menuturkan kisah Sayyidina Ali itu. Suatu hari ada seseorang yang mencaci maki beliau Habis-habisan, akan tetapi beliau tetap diam tanpa membalas satu patah katapun. Setelah capek mencaci beliau, orang itupun pergi. Sayyidina Hasan yang menyaksikan kejadian itu lantas bertanya :
" Ayah.. Mengapa kau tak membalas ucapan orang itu. ? Mengapa kau diam saja.. ?"
Sayyidina Ali menjawabnya dengan sebuah pertanyaan :.
" sejak kapan engkau mengenal ayahmu sebagai seorang pencela dan pencaci maki.. ? "
*********************************
Di zaman yang serba mudah ini, yang mana cacian, makian, hujatan, celaan dan kata-kata kotor dengan sangat mudah terucap karena berbeda pendapat, berbeda ormas, atau hanya gara-gara perbedaan dalam pandangan politik.. Aku berusaha untuk tak melenceng sedikitpun dari jalan yang telah beliau tunjukkan, bagiku seperti inilah wujud Islam rahmah dan Islam damai yang sesungguhnya, Tanpa cacian, tanpa makian, tanpa celaan dan tanpa menyerang atau menyakiti orang atau golongan lain .
Karena dari beliaulah kami belajar..
Oleh : Ismael Amin Kholil, Inat, 12 July.
Allahuma sholi 'ala sayyidina Muhammad nabiyil umiyi wa 'alihi wa shohbihi wa salim.