Penjelasan Tentang Zina
Oleh Ustadz Kholid Syamhudi
Tidak dapat dipungkiri,meninggalkan syari’at islam akan menimbulkan akibat buruk di dunia dan akhirat. Kaum musliminjauh dari ajaran agama mereka,menyebabkan mereka kehilangan kejayaan dan kemuliaan. Diantara ajaranislam yang ditinggalkan dan dilupakan oleh kaum muslimin adalah hukuman bagi pezina (Hadduz- Zinâ). Sebuahketetapan yang sangat efektif menghilangkanatau mengurangi masalah perzinahan.Ketika hukuman ini tidak dilaksanakan,makatentu akan menimbulkan dampak atau implikasi buruk bagi pribadi dan masyarakat.
Realita dewasa ini mestinya sudahcukup menjadi pelajaran bagi kita untuk memahamidampak buruk ini.
Melihat realita ini,makasangat perlu ada yang mengingatkan kaum muslimin terhadaphukuman ini. Semoga Allah Azzawa Jalla memberikan kesadaran dan menguatkan keyakinan mereka akan kemuliaan dan keindahan syari’at islam.
DEFINISI ZINA.
Istilahzina sudahmasuk dalam bahasa Indonesia, namununtuk memahami hukum syari’at tentang masalah inikita perlu mengembalikannya ke pengertian menurut bahasa Arab dan syari’at supaya pas dan benar.
Dalam bahasa arab,zina diambil dari kata : ﺯَﻧَﻰ ﻳَﺰْﻧِﻲ ﺯِﻧﻰً ، ﻭﺯِﻧَﺎﺀً yang artinya berbuat fajir (nista).[1]
Sedangkandalam istilahsyari’at zina adalah melakukan hubungan seksual (jima’)di kemaluan tanpa pernikahan yang sah, kepemilikan budak dan tidak juga karena syubhat.[2]
Ibnu Rusydrahimahullah menyatakan: Zina adalah semua hubungan seksual (jima’)diluar pernikahan yang sah dan tidak pada nikah syubhat dan kepemilikan budak. (Definisiini)secara umum sudahdisepakati para ulama islam, walaupun mereka masih berselisih tentang syubhat yang dapat menggagalkan hukuman atau tidak ?[3]
HUKUM ZINA Perbuatan zina diharamkan dalam syari’at islam,termasuk dosa besar, berdasarkandalil-dalilberikut ini:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻘْﺮَﺑُﻮﺍ ﺍﻟﺰِّﻧَﺎ ۖ ﺇِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻓَﺎﺣِﺸَﺔً ﻭَﺳَﺎﺀَ ﺳَﺒِﻴﻠًﺎ
“Danjanganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.Dan suatu jalan yang buruk”.[al-Isrâ/17:32]
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﺎ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻟَٰﻬًﺎ ﺁﺧَﺮَ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻘْﺘُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲَ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺰْﻧُﻮﻥَ ۚ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﻔْﻌَﻞْ ﺫَٰﻟِﻚَ ﻳَﻠْﻖَ ﺃَﺛَﺎﻣًﺎ ﻳُﻀَﺎﻋَﻒْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻌَﺬَﺍﺏُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻳَﺨْﻠُﺪْ ﻓِﻴﻪِ ﻣُﻬَﺎﻧًﺎ
“Danorang-orang yang tidak menyembahilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)yang benar, dan tidak berzina,barangsiapa yang melakukan demikianitu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni)akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”.[al-Furqân/25: 68-69]
Dalam hadits,Nabi juga mengharamkan zina sepertiyang diriwayatkan dari Abdullah binMas’ûdRadhiyallahu ‘anhu, beliauShallallahu ‘alaihiwa sallam berkata:
ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﺃَﻱُّ ﺍﻟﺬَّﻧْﺐِ ﺃَﻋْﻈَﻢُ ؟، ﻗَﺎﻝَ: ﺃَﻥْ ﺗَﺠْﻌَﻞَ ﻟﻠَِّﻪِ ﻧِﺪﺍً ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻠَﻘَﻚَ ، ﻗُﻠْﺖُ:ﺛُﻢَّ ﺃَﻱُّ ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺃَﻥْ ﺗَﻘْﺘُﻞَ ﻭَﻟَﺪَﻙَ ﺧَﺸْﻴَﺔَ ﺃَﻥْ ﻳَﻄْﻌَﻢَ ﻣَﻌَﻚَ ، ﻗُﻠْﺖُ:ﺛُﻢَّ ﺃَﻱُّ ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺃَﻥْ ﺗُﺰَﺍﻧِﻲَ ﺣَﻠِﻴْﻠَﺔَ ﺟَﺎﺭِﻙَ
“Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Dosa apakah yang paling besar ? Beliau menjawab : Engkau menjadikan tandingan atausekutu bagi Allah , padahal Allah Azza wa Jalla telah menciptakanmu.Aku bertanya lagi : “Kemudian apa?” Beliau menjawab: Membunuh anakmu karena takut dia akanmakan bersamamu.”Aku bertanya lagi : Kemudianapa ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lagi: Kamu berzina dengan istri tetanggamu”.[4,5]
Sejak dahulu hingga sekarang,kaum musliminsepakat bahwa perbuatan zina itu haran. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullaht berkata : Saya tidak tahu ada dosa yang lebih besardari zina (selain) pembunuhan.[6]
HUKUMAN PEZINA.
Pelaku zina ada yang berstatus telah menikah (al-Muhshân)dan ada pula yang belum menikah (al-Bikr). Keduanya memiliki hukuman berbeda.
Hukuman pezina diawal Islamberupa kurungan bagi yang telah menikah dan ucapan kasar dan penghinaan kepada pezina yang belum menikah (al-Bikr). Allah Azza wa Jalla berfirman : ” Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya).Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian,maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya.Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu,maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri,maka biarkanlah mereka. SesungguhnyaAllah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. [an-Nisâ`/4:15-16]
Kemudiansanksi itu diganti dengan rajam (dilemparbatu) bagi yang telah menikah (al-Muhshân)dan dicambuk seratuskali bagi yang belummenikah (al-Bikr) dan ditambah pengasingan setahun.
a.Pezinaal-Muhshân Pezinayang pernah menikah (al- Muhshân) dihukum rajam (dilempar denganbatu) sampai mati. Hukuman ini berdasarkanal-Qur`an, hadits mutawatir dan ijma’kaum muslimin[7]. Ayat yang menjelaskantentang hukuman rajam dalam al-Qur`an meski telah dihapus lafadznya namun hukumnya masih tetap diberlakukan. Umarbin Khatthab Radhiyallahu‘anh menjelaskandalam khuthbahnya:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﺒِﻴِّﻪِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺁﻳَﺔُ ﺍﻟﺮَّﺟْﻢِ ﻓَﻘَﺮَﺃْﻧَﺎﻫَﺎ ﻭَﻭَﻋَﻴْﻨَﺎﻫَﺎ ﻭَﻋَﻘَﻠْﻨَﺎﻫَﺎ ﻭَﺭَﺟَﻢَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭَﺭَﺟَﻤْﻨَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻭَ ﺃَﺧْﺸَﻰ ﺇِﻥْ ﻃَﺎﻝَ ﺑِﺎﻟﻨَّﺎﺱِ ﺯَﻣَﺎﻥٌ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮْﻟُﻮْﺍ : ﻻَ ﻧَﺠِﺪُ ﺍﻟﺮَّﺟْﻢَ ﻓِﻲْ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠﻪ ﻓَﻴَﻀِﻠُّﻮْﺍ ﺑِﺘَﺮْﻙِ ﻓَﺮِﻳْﻀَﺔٍ ﺃَﻧْﺰَﻟَﻬَﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَ ِﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟْﻢَ ﺣَﻖٌّ ﺛَﺎﺑِﺖٌ ﻓِﻲْ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺯَﻧَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺣْﺼَﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺎﻣَﺖِ ﺍﻟْﺒَﻴِّﻨَﺔُ ﺃَﻭْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﺤَﺒَﻞ ﺃَﻭْ ﺍﻹِﻋْﺘِﺮَﺍﻑ.
“SesungguhnyaAllah telah menurunkan al-Qur`an kepada NabiNya dan diantara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat Rajam.Kami telah membaca, memahamidan mengetahuiayat itu. Nabi Shallallahu ‘alaihiwa sallam telah melaksanakan hukuman rajam dan kamipun telah melaksanakannya setelah beliau.Aku khawatir apabila zaman telah berlalu lama,akan ada orang-orang yang mengatakan: “Kamitidak mendapatkan hukuman rajam dalam kitab Allah!” sehingga mereka sesatlantaran meninggalkan kewajibanyang Allah Azza wa Jalla telah turunkan. Sungguh (hukuman) rajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah untuk orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshân), bila telah terbukti dengan pesaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri”.[8]
Iniadalah persaksian khalifah Umar bin al-Khatthâb Radhiyallahu ‘anhudiatas mimbar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dihadiri para sahabat sementara itu tidak ada seorangpun yang mengingkarinya [9].Sedangkan lafadz ayat rajam tersebut diriwayatkan dalam SunanIbnu Mâjah berbuny :
ﻭَﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﻭَﺍﻟﺸَّﻴْﺨَﺔُ ﺇِﺫَﺍ ﺯَﻧَﻴَﺎ ﻓَﺎﺭْﺟُﻤُﻮْﻫُﻤَﺎ ﺍﻟْﺒَﺘَﻪْ ﻧَﻜَﻼً ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﺰِﻳْﺰٌ ﺣَﻜِﻴْﻢٌ
“Syaikhlelaki dan perempuan apabila keduanyaberzina makarajamlah keduanyasebagai balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’aladan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana [10].
Sedangkandasar hukuman rajam yang berasal dari sunnah, maka ada riwayat mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik perkataan maupun perbuatan yang menerangkan bahwa beliauShallallahu ‘alaihiwa sallam telah merajam pezina yang al-Muhshân (ats- Tsaib al-Zâni)[11]
Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan:Para ulama telah berijma’(sepakat)bahwa orang yang dihukum rajam, terusmenerus dilempari batu sampai mati.[12]
Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan:Kewajiban merajam pezina al-muhshân baik lelaki atau perempuan adalah pendapat seluruh para ulama dari kalangan sahabat, tabi’indan ulama-ulamasetelah mereka diseluruh negeri islam dan kami tidak mengetahui ada khilaf (perbedaan pendapat diantara paraulama) kecuali kaum Khawarij [13].
Meski demikian,hukuman rajam ini masihsaja diingkari oleh orang-orang Khawarij dan sebagiancendikiawan modern padahal mereka tidak memiliki hujjah dan hanya mengikuti hawanafsu serta nekat menyelisihi dalil-dalil syar’i dan ijma’kaum muslimin.Wallahul musta’an.
Hukuman rajam khusus diperuntukkan bagi pezina al-muhshân (yang sudah menikah dengansah-red)karena ia telah menikah dan tahu cara menjaga kehormatannya dari kemaluan yang haram dan dia tidak butuh dengan kemaluan yang diharamkan itu. Juga ia sendiridapat melindungi dirinya dari ancamanhukuman zina. Dengan demikian, udzurnya (alasan yang sesuai syara’) terbantahkan dari semua sisi . dan dia telah mendapatkan kenikmatan sempurna.Orang yang telah mendapatkan kenikmatan sempuna(lalu masihberbuat kriminal) maka kejahatannya (jinayahnya)lebihkeji, sehingga ia berhak mendapatkan tambahan siksaan[15].
Syarat al-Muhshân. Rajamtidak diwajibkan kecuali atas orang yang dihukumi al-Muhshân. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang dihukumi sebagai al- Muhshaan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Pernah melakukan jima’(hubungan seksual)langsung di kemaluan. Dengan demikian, orang yang telah melakukan aqad pernikahan namun belum melakukan jima’, belumdianggap sebagai al-Muhshân.
2. Hubungan seksual (jima’)tersebut dilakukan berdasarkan pernikahan sah ataukepemilikan budak bukan hubungan diluar nikah
3. Pernikahannya tersebut adalah pernikahan yang sah.
4. Pelaku zina adalah orang yang baligh dan berakal. 5. Pelaku zina merdekabukan budak belian.
Dengan demikianseorang dikatakan al- Muhshân,apabila kriteria diatas sudah terpenuhi.[16]
b. PezinaYang Tidak al-Muhshân Pelaku perbuatan zina yang belum memenuhi kriteria al-muhshân,maka hukumannya adalah dicambuk sebanyak seratuskali. Iniadalah kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻴَﺔُ ﻭَﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻲ ﻓَﺎﺟْﻠِﺪُﻭﺍ ﻛُﻞَّ ﻭَﺍﺣِﺪٍ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ ﻣِﺎﺋَﺔَ ﺟَﻠْﺪَﺓٍ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, makaderalah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk)”.[An-Nûr/24:2]
Al-Wazîr rahimahullah menyatakan : “Paraulama sepakat bahwa pasangan yang belum al-muhshân dan merdeka (bukanbudak-red), apabila mereka berzina maka keduanyadicambuk (dera), masing-masing seratus kali.
Hukuman mati (dengandirajam-red) diringankan buat mereka menjadi hukuman cambuk karena ada udzur (alasan syar’i-red) sehingga darahnya masihdijaga. Mereka dibuat jera dengan disakiti seluruhtubuhnya dengan cambukan. Kemudian ditambahdengan diasingkan selama setahun menurut pendapat yang rajah, berdasarkansabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ﺧُﺬُﻭْﺍ ﻋَﻨِّﻲْ ، ﺧُﺬُﻭْﺍ ﻋَﻨِّﻲْ ، ﻗَﺪْ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﻬُﻦَّ ﺳَﺒِﻴْﻼً ، ﺍﻟْﺒِﻜْﺮُ ﺑِﺎﻟْﺒِﻜْﺮِ ﺟِﻠْﺪُ ﻣِﺎﺋَﺔٍ ﻭَﺗَﻐْﺮِﻳْﺐُ ﻋَﺎﻡٍ .
“Ambillah dariku!ambillah dariku! SungguhAllah telah menjadikan bagi mereka jalan,yang belumal-muhshaan dikenakan seratusdera dan diasingkan setahun.”[HRMuslim].
SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan : “Apabila tidak muhshân , maka dicambuk seratus kali,berdasarkan al-Qur`an dan diasingkan setahun dengandasar sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[17].
KEKHUSUSAN HUKUMAN PEZINA.
Allah Subhanahu wa Ta’alamemberikan tiga karakteristik khusus bagi hukuman zina :
1. Hukuman yang keras, yaitu rajam untuk al-Muhshân dan itu adalah hukuman mati yang paling mengenaskan dan sakitnya menyeluruhkeseluruh badan.Juga cambukan bagi yang belum al-muhshân merupakan siksaan terhadap seluruhbadan ditambahdengan pengasingan yang merupakan siksaan batin.
2. Manusia dilarangmerasa tidak tega dan kasihan terhadap pezina
3. Allah memerintahkan pelaksanaan hukuman inidihadiri sekelompok kaum mukminin.Ini demi kemaslahatan hukuman dan lebih membuat jera. Hal ini disampaikan Allah Subhanahu wa Ta’aladalam firmanNya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, makaderalah tiap-tiap seorang dari keduanyaseratus kali dera,dan janganlah belas kasihan kepada keduanyamencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,jika kamu beriman kepada Allah,dan hari akherat, dan hendaklah (pelaksanaan)hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”[an- Nûr/24:2]
SYARATPENERAPAN HUKUMAN ZINA.
Dalam penerapan hukuman zina diperlukansyarat-syarat sebagai berikut :
1. Pelakunya adalah seorang mukallaf yaitu sudahbaligh dan berakal(tidak gila).
2. Pelakunya berbuat tanpa ada paksaan.
3. Pelakunya mengetahui bahwa zina itu haram, walaupunbelum tahu hukumannya.[18]
4. Jima’(hubunganseksual) terjadi pada kemaluan.
5. Tidak adanya syubhat. Hukuman zina tidak wajib dilakukan apabila masih ada syubhat seperti menzinahi wanita yang ia sangka istrinya atau melakukan hubungan seksual karena pernikahan batil yang dianggap sah atau diperkosa dan sebagainya. Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: “Semua para ulama yang sayahafal ilmu dari mereka telah berijma’(bersepakat)bahwa had (hukuman) dihilangkan dengan sebab adanya syubhat.”[19]
6. Zina itu benar-benar terbukti dia lakukan.Pembuktian inidengan dua perkara yang sudah disepakati para ulama yaitu:
6.1.Pengakuan dari pelaku zina yang mukallaf denganjelas dan tidak mencabut pengakuannya sampai hukuman tersebut akandilaksanakan. 6.2.Persaksian empat saksi yang melihat langsung kejadian, sebagaimana dijelaskandalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺟَﺎﺀُﻭﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺄَﺭْﺑَﻌَﺔِ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ
“Mengapamereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas beritabohong itu.” [an-Nûr/24:13]
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺮْﻣُﻮﻥَ ﺍﻟْﻤُﺤْﺼَﻨَﺎﺕِ ﺛُﻢَّ ﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑِﺄَﺭْﺑَﻌَﺔِ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ
“Danorang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi.….” [An- Nûr/24:4]
Persaksian yang diberikan oleh para saksi ini akan diakui keabsahannya, apabila telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.Mereka bersaksi pada satu majlis
b. Mereka bersaksi untuk satu kejadian perzinahansaja
c.Menceritakan perzinahan itu dengan jelas dan tegas yang dapat menghilangkankemungkinan lain atau menimbulkan penafsiran lain seperti hanya melakukan hal-hal diluar jima’.
d. Para saksi adalah lelaki yang adil e.Tidak ada yang menghalangi penglihatan mereka sepertibuta atau lainnya.
Apabila syarat-syarat ini tidak sempurna,makapara saksi dihukum denganhukuman penuduh zina. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺮْﻣُﻮﻥَ ﺍﻟْﻤُﺤْﺼَﻨَﺎﺕِ ﺛُﻢَّ ﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑِﺄَﺭْﺑَﻌَﺔِ ﺷُﻬَﺪَﺍﺀَ ﻓَﺎﺟْﻠِﺪُﻭﻫُﻢْ ﺛَﻤَﺎﻧِﻴﻦَ ﺟَﻠْﺪَﺓً ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻘْﺒَﻠُﻮﺍ ﻟَﻬُﻢْ ﺷَﻬَﺎﺩَﺓً ﺃَﺑَﺪًﺍ ۚ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻔَﺎﺳِﻘُﻮﻥَ
“Danorang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi,maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,dan janganlah kamu terimakeksaksian mereka buat selama- lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” [an-Nûr/24:4]
Penetapan terjadinya perbuatan zina dan pemutusansaksi dengan berdasarkan persaksian dan pengakuan si pelaku yang disebutkan diatas, telah disepakati oleh para ulama. Dan paraulama masih berselisih pendapat tentang hamil diluar nikah.Bisakah hal ini dijadikan sebagai dasaruntuk menetapkan bahwa telah terjadi perbuatan zina atauorang ini telah melakukan perbuatan zina sehingga berhak mendapatkan sanksi ?
Para ulama berselisih menjadi dua pendapat :
Pertama: Pendapat jumhur yaitu madzhabHanafiyah,Syafi’iyah dan Hambaliyah(hanabilah) menyatakan bahwa hukuman pezina tidak ditegakkan ataudilaksanakan kecuali dengan pengakuan dan persaksian saja.
Kedua : Pendapat madzhab Malikiyah menyatakanhukuman pezina dapat ditegakkan dengan indikasi kehamilan.
Yang rajih dari dua pendapat diatas adalah pendapat madzhab Malikiyah sebagaimanadirajihkan syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau rahimahulllah menyatakanbahwa seorang wanitadihukum dengan hukuman zina apabila ketahuan hamil dalam keadaan tidak memiliki suami, tidak memiliki tuan (jika ia seorang budak-red) serta tidak mengklain adanya syubhat dalam kehamilannya. [20]
Beliau rahimahullah pun menyatakan: “Inilah yang diriwayatkan dari para khulafâ’rasyidin dan ia lebih pas dengan pokok kaedah syari’at.[21]
Dalil beliaurahimahullah dan juga madzhabMalikiyah adalah pernyataan Umarbin Khatthab Radhiyallahu‘anhu dalam khutbahnya :
ﻭَ ِﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟْﻢَ ﺣَﻖٌّ ﺛَﺎﺑِﺖٌ ﻓِﻲْ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺯَﻧَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺣْﺼَﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﺎﻣَﺖِ ﺍﻟْﺒَﻴِّﻨَﺔُ ﺃَﻭْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﺤَﺒَﻞ ﺃَﻭْ ﺍﻹِﻋْﺘِﺮَﺍﻑ.
“Sungguhrajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah atas orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshaan), bila tegak padanya persaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri”[22].
Jelaslahdari pernyataan Umar bin al- Khatthab Radhiyallahu ‘anhudiatas bahwa beliaumenjadikan kehamilan sebagai indikasi perzinahandan tidak ada seorang sahabatpunwaktu itu yang mengingkarinya.
al-Hâfidz Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari riwayat Umar Radhiyallahu‘anhudiatas dengan menyatakan:(Dalam pernyataan Umar diatas) ada pernyataan bahwa wanita apabila didapatidalam keadaan hamil tanpa suamidan juga tidak memiliki tuan,maka wajib ditegakkan padanya hukuman zina kecuali bila dipastikan adanya keterangan lain tentang kehamilannya atau akibatdiperkosa.[23]
Demikianlah, mudah-mudahan bermanfaat.
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim