Kisah Romo Yai Idris Marzuqi Dan Habib Munzir Al-Musawa
Satu hari, Habib Munzir Allohu Yarham bersilaturrohim ke Al-Marhum Romo Yai Idris Marzuqi di kediaman komplek aula Al Muktamar untuk menyampaikan undangan Tabligh Akbar Majelis Rasulullah di Monas.
Dalam kesempatan itu sebenarnya Habib Munzir dalam kondisi kurang sehat dan soal undangan Tabligh Akbar sebetulnya bisa diamanatkan pada utusan atau dikirim via pos. Tapi demi ta’dzim pada Ayahanda Mbah Idris, demikian Habib Munzir biasa memanggil Al-Marhum Romo Yai Idris Marzuqi, maka dari Jakarta beliau memaksakan diri melakukan perjalanan darat sowan ke Lirboyo Kediri yang diteruskan ke Langitan Tuban untuk menyampaikan undangan acara tersebut pada Mbah Idris Lirboyo dan Mbah Faqih Langitan.
Di halaman kediaman, Al-Marhum Romo Yai Idris Marzuqi dengan penuh tawadhu’ dan penghormatan menyambut kedatangan Al-Marhum Al-Habib Munzir Al-Musawa dengan tanpa menggunakan alas kaki. Dalam kacamata adab, melepaskan alas kaki adalah simbol ketawadhuan dan penghormatan. Sebagamana Syaikh Ihsan Dahlan Jampes yang melepaskan sandal ketika mau sowan gurunya beberapa puluh meter sebelum sampai dalem Sang Guru. Seakan demi untuk menghormati kedatangan cucu Rosulillah SAW. Beliau Al-Marhum Romo Yai Idris melepaskan semua kebesaran sebagai Kyainya ribuan santri dan alumni yang telah menjadi para Kyai di Nusantara.
Di sisi lain tampak dalam gambar, Al-Habib Munzir berusaha bertabarruk mencium tangan Romo Yai Idris. Seakan beliau membuang semua kebesaran diri di hadapan ulama yang beliau anggap sebagai Guru. Padahal beliau adalah habib yang sangat alim dan mulia dengan jutaan muhibbin di Indonesia.
Habib dengan penuh ketawadlu’annya diterima di Lirboyo oleh Mbah Idris dan terlihat jelas bahwa perjumpaan itu adalah BERTEMUNYA DUA PRIBADI YANG SALING MENCINTAI KARENA ALLOH.
Sebagai bukti tawadlu’ yang luar biasa, selaku tamu justru dengan ta’dhimnya Habib Munzir menuangkan minuman untuk Mbah Idris. Setelah keperluan sowan dianggap cukup, Habib Munzir mohon pamit ke Mbah Idris untuk melanjutkan perjalanan menuju Langitan Tuban. Dan yang tidak pernah terbayangkan olehku adalah setelah saling sungkem tangan, Habib Munzir berjalan mundur dari hadapan Mbah Idris menuju pintu ndalem karena tidak ingin istidbar dan membelakangi Mbah Idris.
Atas hal itu, Mbah Idris dawuh, “Habib sing alim tur tawadlu’ niku medheni tur nyungkani.” (Habib yang alim nan tawadhu’ itu membuat segan dan sungkan)
Rasanya adem-ayem tur tentrem kalo melihat Habaib yang mengajarkan ta'dzim dan cinta terhadap Ulama dan Ulama yang mengajarkan cinta dan ta'dzim terhadap Habaib. Dan mungkin keakraban antara Habaib dan Ulama inilah yang paling ditakuti oleh sekelompok golongan.
Semoga kita semua termasuk orang-orang mencintai Ulama dan Habaib. Amin.
Tidak hanya mencintai dengan rasa, namun semoga kita semua dapat meneladani Ulama dan Habaib, Aamiin.
YA ROBBI sholli 'alaa Muhammad