TERAWIH DAN RAMADHAN
Sudah menjadi hal yang maklum, bahwa shalat tarawih adalah shalat sunah yang menjadi paket yang tidak terpisahkan dari bulan Ramadhan yang penuh keberkahan ini. waktunya dikerjakan sesudah sholat isya’ sampai sebelum masuknya waktu sholat subuh, sebagaimana yang dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, salaf dan sampai pada masa kini, yang telah dikerjakan dan dianjurkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa aalihi wa sallam (Saw). sehingga beliau juga menunjukkan keutamaan dari shalat tarawih tersebut sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhori dan Al-Imam Muslim dari riwayat Sayyiduna Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu (ra), yang mana beliu berkata: “Sesungguhnya Rosulullah Saw. telah bersabda: Barangsiapa menghidupkan bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. Al-Imam Nawawi berkata: yang dimaksud “Menghidupkan bulan Ramadhan” adalah dengan Shalat Tarawih.
Penjelasan dalil dari alfaqir :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Telah menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin Abdurrahman dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menegakkan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhori No.36, Muslim No.1266, At Tirmidzi No.736, An Nasai’I No.1584)
PENCETUS SHALAT TARAWIH.
Tentulah dapat dipastikan, bahwa pencetus pertama dari shalat tarawih adalah Nabi Muhammad Saw., sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummul Muminin Sayyidatuna Aisyah Radhiyallahu Ta’ala Anha, beliau berkata: pada suatu malam Nabi Saw. mengerjakan shalat di masjid maka dating sekelompok orang ikut mengerjakan shalat bersama Nabi Saw. sehingga bertambah banyak orang yang ikut shalat bersamanya, begitu juga hari berikutnya. pada hari ke tiga dan ke empat banyak orang berkumpul menunggu Nabi Saw. akan tetapi beliau tidak keluar ke masjid, sehingga dipagi harinya Nabi Saw. bersabda: “Sungguh aku telah tahu apa yang kalian lakukan semalam dan tidak ada yang mencegah aku keluar kecuali aku takut apabila diwajibkan kepada kalian”, Berkata Sayyidatuna Aisyah: “dan kejadian itu di bulan Ramadhan”.
Penjelasan dalil dari alfaqir :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin radliallahu ‘anha berkata; “Pada suatu malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat di masjid, maka orang-oang mengikuti shalat Beliau. Pada malam berikutnya Beliau kembali melaksanakan shalat di masjid dan orang-orang yang mengikuti bertambah banyak. Pada malam ketiga atau keempat, orang-orang banyak sudah berkumpul namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika pagi harinya, Beliau bersabda: “Sungguh aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam dan tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar shalat bersama kalian. Hanya saja aku khawatir nanti diwajibkan atas kalian”. Kejadian ini di bulan Ramadhan. (HR. Bukhori No. 1061, Muslim No.1270 dan An Nasa’I No.1586)
BERJAMA’AH.
Setelah Rosulullah Saw. meninggal, shalat tarawih selalu dikerjakan sendiri-sendiri, ketika di zaman Sayyiduna Umar ra. Beliau memerintahkan untuk dikerjakan secara berjamaah (seperti dahulu di zaman Nabi Saw.) sebagaimana yang telah diriwayatkan Sayyiduna Abdurrahman bin Abdul Qari, beliau berkata: “Ketika aku keluar bersama Sayyiduna Umar bin Khattab ra. dimalam bulan Ramadhan maka kami mendapati muslimin mengerjakan shalat tarawih dengan sendiri-sendiri dan ada juga yang berjama’ah dengan sekelompok orang, berkata Sayyiduna Umar ra.: “saya berpendapat, kalaulah dikerjakan berjama’ah maka akan indah”, lalu beliau mengumpulkan mereka dan dipilihlah Sayyiduna Ubay bin Ka’ab menjadi Imam. berkata Sayyiduna Abdurrahman bin Abdul Qari, lalu keesokan harinya, aku keluar lagi bersama beliau (Sayyiduna Umar ra.) dan shalat tarawih dikerjakan berjama’ah dengan imamnya Sayyiduna Ubay bin Ka’ab, lalu berkata: “inilah sebaik-baiknya bid’ah”.
RAKAAT TARAWIH.
Shalat Tarawih, merupakan ibadah sunnah yang muakkad, sebagaimana tertera dalam hadits diawal tulisan ini, dengan jumlah rakaat 20, dengan 10 salam. Jika kita gabungkan dengan 3 rakaat dari shalat witir, menjadi 23 rakaat. Tidak ada satupun yang menentang akan hal ini, semenjak zaman Sayyiduna Umar bin Khattab ra., lalu zaman para Imam 4 Madzhab sampai saat ini. Hanya saja memang Al-Imam Malik disamping berpendapat 23 rakaat, juga memunculkan pendapat, bahwa shalat tarawih 36 rakaat ditambah 3 rakaat witir, menjadi 39 rakaat. Pendapat beliau ini berdasarkan amalan penduduk Kota Madinah Al-Munawwaroh. Para Imam Madzhab mengambil pendapat yang sama, tentang 20 rakaat, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Baihaqi dan yang lainnya dengan sanad yang shahih, dari Sayyiduna As-Saib bin Yazid ra. Beliau berkata: “Sesungguhnya dahulu para sahabat mendirikan shalat tarawih dizaman Sayyiduna Umar ra. dua puluh rakaat”. Begitu juga yang diriwayatkan dari Al-Imam Malik bin Anas ra. Didalam kitabnya Al-Muwaththo’ dari sahabat Yazid bin Rumman ra. berkata: “Sesungguhnya dahulu para sahabat mendirikan shalat tarawih dizaman Sayyiduna Umar ra. dua puluh tiga rakaat”. Dari Al-Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, beliau menjelaskan sesungguhnya para ulama sepakat bahwa jumlah rakaat tarawih adalah 20 dan menolak atas pendapat Al-Imam Malik ra. dalam riwayatnya yang kedua yaitu 36 rakaat. Al-Imam Ahmad bin Hambal, Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Asy-Syafi’i dan Al-Imam Ats-Tsauri Radhiallahu Anhum. bersepakat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Adapun Al-Imam Malik ra. mengerjakan 36 rakaat karena megikuti apa yang dikerjakan ahli Madinah. Disebutkan didalam kitab Mukhtasor Al-Muzani bahwa Al-Imam Asy-Syafi’I berkata: “Aku telah mendapati ahli Madinah mengerjakan tarawih 36 rakaat tetapi Aku lebih suka 20 karna mengikuti apa yang telah diriwayatkan dari Sayyiduna Umar bin Khattab ra. Begitu juga, telah menjadi amalan ahlu Makkah mengerjakan shalat tarawih dengan 20 rakaat ditambah dengan 3 rakaat witir. Al-Imam At-Turmudzi juga meriwayatkan dalam kitab Sunannya, bahwa shalat Tarawih adalah 20 rakaat. Begitu pula apa yang dikatakan oleh Al-Imam Ibn Rusyd dan Al-Imam An-Nawawi. Al-Imam Ibnu Taymiyyah mengatakan dalam Fatwanya: “Adalah benar bahwa Ubay bin Ka’ab dahulu menjadi imam dalam shalat tarawih 20 rakaat dan berwitir dengan 3 rakaat. Dengan inilah banyak ulama sepakat inilah yang tepat, karena dikerjakan ditengah-tengah para Muhajirin dan Anshor, dan tidak terdapat seorangpun dari para sahabat yang menentang hal tersebut”. sebagaimana dilaksanakan sampai saat ini di Masjidil Haram dan Masjid An-Nabawi dan di hampir semua kaum Muslimin. Bahkan Sayyiduna Ali Karamallahu Wajhah berkata: “Semoga Allah menerangi kubur Umar ra. sebagai mana beliau telah menerangi masjid-masjid kita”.
Penjelasan dalil dari alfaqir :
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجُرَشِيِّ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ وَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْنَا لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ فَقَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ وَصَلَّى بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ فَقَامَ بِنَا حَتَّى تَخَوَّفْنَا الْفَلَاحَ قُلْتُ لَهُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ فَرَأَى بَعْضُهُمْ أَنْ يُصَلِّيَ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً مَعَ الْوِتْرِ وَهُوَ قَوْلُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَهُمْ بِالْمَدِينَةِ وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ و قَالَ الشَّافِعِيُّ وَهَكَذَا أَدْرَكْتُ بِبَلَدِنَا بِمَكَّةَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً و قَالَ أَحْمَدُ رُوِيَ فِي هَذَا أَلْوَانٌ وَلَمْ يُقْضَ فِيهِ بِشَيْءٍ و قَالَ إِسْحَقُ بَلْ نَخْتَارُ إِحْدَى وَأَرْبَعِينَ رَكْعَةً عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُبَارَكِ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَقُ الصَّلَاةَ مَعَ الْإِمَامِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ وَاخْتَارَ الشَّافِعِيُّ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ وَحْدَهُ إِذَا كَانَ قَارِئًا وَفِي الْبَاب عَنْ عَائِشَةَ وَالنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ
Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Fudlail dari Daud bin Abu Hind dari Al Walid bin Abdurrahman Al Jurasyi dari Jubair bin Nufair dari Abu Dzar berkata; “Kami berpuasa Ramadlan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun beliau tidak shalat malam bersama kami sampai tersisa tujuh hari dari Ramadlan. Lalu beliau shalat bersama kami hingga sepertiga malam. Kemudian beliau tidak shalat bersama kami pada malam ke dua puluh enam. Beliau shalat bersama kami pada malam ke dua puluh lima, hingga lewat tengah malam. Kami berkata kepada beliau: ‘Seandainya anda jadikan sisa malam ini untuk kami melakukan shalat nafilah.’ Beliau bersabda: ‘Barangsiapa yang shalat fardlu bersama imam, hingga selesai diberikan baginya pahala shalat satu malam.’ Kemudian Nabi tidak shalat lagi bersama kami hingga tersisa tiga malam dari bulan Ramadlan. Beliau shalat bersama kami untuk ketiga kalinya, dengan mengajak keluarga dan istri-istri beliau. Lalu beliau shalat hingga kami takut akan ketinggalan al falah. (Jubair) bertanya; ‘Apakah artinya al falah? ‘ Dia menjawab; ‘Sahur’.” Abu ‘Isa berkata; “Ini merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat shalat malam bulan Ramadlan. Sebagian dan mereka lebih memilih empat puluh satu rakaat dengan witir. Ini adalah pendapat penduduk Madinah, mereka mempraktekkannya di Madinah. Sebagian besar ulama berpendapat dengan berdasarkan riwayat dari ‘Umar, Ali dan lainnya dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memilih dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat Ats Tsauri, Ibnu Al Mubarak dan Syafi’i. Syafi’i berkata; “Demikian juga kami dapati penduduk kota Makkah, mereka shalat sebanyak dua puluh rakaat.” Ahmad berkata; “Ada banyak riwayat dalam masalah ini.” Ahmad tidak menentukan mana yang dia pilih. Ishaq berkata; “Kami lebih memilih empat puluh satu rakaat. Berdasarkan riwayat dari Ubay bin Ka’ab. Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq lebih memilih shalat malam bulan Ramadlan berjamaah bersama imam, sedangkan Syafi’i memilih seorang laki-laki sendirian jika dia bisa membaca Al Qur’an. Hadits semakna diriwayatkan dari ‘Aisyah, Nu’man bin Basyir dan Ibnu Abbas. (HR. At Tirmidzi No. 734)
DELAPAN RAKAAT???
Telah kami sebutkan diatas bahwa shalat tarawih sebagaimana Ijma para para Ulama, dengan jumlah rakaat 20, adalah shalat sunnah muakkad. Setiap individu dapat mengerjakan sebatas kemampuan masing-masing. Namun, ketika sebagian merasa bahwa yang “dikerjakan Nabi” (shalat tarawih) 8 rakaat, ini merupakan kesalahpahaman dalam memahami Hadits hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw.. Sehingga lebih parah dari itu, mereka menyatakan bahwa tarawih 8 rakaat adalah sunnah dan 20 rakaat adalah bid’ah, dengan bersandar kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Muminin Sayyidatuna Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa beliau berkata: “Sesungguhnya Rasulullah tidak shalat (malam), baik di Ramadhan maupun diluar Ramadhan tidak lebih dari 11 rakaat (Hadis dipenjelasan dalil)”. (Riwayat Al-Imam Bukhori dan Al-Imam Muslim) Jika diperhatikan, hadits ini tidak memperkuat pendapat yang mengatakan tarawih 8 rakaat, sebaliknya malah menjadi bumerang atas pendapat tersebut. Hadits riwayat Sayyidah Aisyah di atas merupakan hadits tentang shalat malam, bukan terawih. Perhatikanlah kalimat dalam hadits tersebut “baik di Ramadhan maupun diluar Ramadhan”. Apakah ada tarawih diselain bulan Ramadhan??? Hadits diatas menceritakan tentang shalat witir yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. sepanjang tahun, sebagaimana keterangan dari para ahli hadits. Lebih dari itu, perlu diingat, dan telah menjadi maklum, bahwa Ummahat Al-Muminin bukanlah satu, melainkan ada 9 orang. Hadits dari Sayyidatuna Aisyah, hanyalah sebatas menceritakan apa yang dilakukan Nabi ketika berada dirumah beliau. Adapun, di rumah para istrinya yang lain, Nabi Muhammad Saw. melakukan shalat malam dengan jumlah rakaat yang berbeda lagi. diantaranya yang diriwayatkan oleh para istri-istri beliau yang lainnya, mengatakan: “Nabi Muhammad dahulu shalat sebanyak 16 rakaat selain yang fardhu”.
Hadits dari Sayyidatuna Aisyah ini juga bertolak belakang dengan apa yang diriwayatkan dari Sayyiduna Abdullah bin Abbas ra., yang termaktub dalam kitab shahih Al-Bukhori, beliau mengatakan bahwa Nabi shalat di waktu malam sebanyak 13 rakaat (Hadis dipenjelasan dalil).
Penjelasan dalil dari alfaqir :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya katanya; aku menyetorkan hapalan kepada Malik dari Said bin Abu Said Al Maqbari dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa dia pernah bertanya kepada ‘Aisyah; “Bagaimanakah shalat (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadhan?” Aisyah menjawab; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat sunnah baik ketika Ramadhan atau diluar ramadhan tak lebih dari sebelas rakaat”. (HR. Bukhori No.1874 dan Muslim No.1219)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو جَمْرَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَتْ صَلَاةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يَعْنِي بِاللَّيْلِ
Telah menceritakan kepada kami Musadad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu’bah berkata, telah menceritakan kepada saya Abu Jamrah dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; “Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tiga belas raka’at, yaitu shalat malamnya”. (HR. Bukhori No.1070 Dan Muslim No.1283)
KESIMPULAN.
Setidaknya ada empat kesimpulan yang dapat kita tarik dari pembahasan ini, yaitu:
1. Menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan dengan ibadah adalah sunnah muakkadah, sebab Nabi Muhammad SAW sangatlah menganjurkan hal tersebut, sehingga beliau bersabda: “(Ramadhan) adalah bulan yang diwajibkan berpuasa oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, dan akuh sunahkan shalat di malam harinya, siapa yang berpuasa di siang harinya dan shalat di malam harinya (tarawih) dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah, akan keluar dari bulan Ramadhan seperti bayi yang baru dilahirkan (tanpa dosa)”.
2. Tarawih berjamaah sunnah muakkad, sebab pernah dikerjakan Rasulullah Saw. pada beberapa malam di bulan Ramadhan, juga sebagaimana yang dilakukan para sahabat setelahnya.
3. Jumlah rakaat tarawih 20 rakaat, sebagaimana Ijma para sahabat dan ulama, merupakan sunnah juga, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Kerjakan atas kalian akan sunnah-sunnahku dan sunnah-sunnah Khulafaur-Rasyidin setelahku”.
4. Shalat tarawih dikerjakan setelah mengerjakan shalat Isya. Tidak sah bila dikerjakan sebelum menyelesaikan shalat Isya.
RENUNGAN.
Sudah menjadi fitrah dari manusia, akan mengerjakan apa yang telah ia pelajari, baik dibangku sekolah formal ataupun non formal. Seseorang hanya akan dapat mengerjakan sesuatu yang telah dipelajarinya, baik dari pengalamannya ataupun dari petuah-petuah para guru-gurunya. Demikian pula para sahabat Rasulullah Saw. sudah dapat dipastikan, setiap apa yang mereka kerjakan adalah buah dari pendidikan yang mereka dapatkan dari guru besar mereka Nabi Muhammad Saw..
Lantas, kalau masih ada orang yang lancang, bersikukuh dengan pendapatnya yang notabene berlainan dengan apa yang digariskan oleh para sahabat yang mulia, bukankah orang seperti ini seolah-olah berkata, “Wahai para sahabat, kalian telah mengerjakan bid’ah, kamilah yang mengerjakan sunah dengan sebenarnya”. Sungguh, Taufiq hanyalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang semoga di berikan pada kita semua. Aamiin.
Penulis : Al-Habib Ahmad Bin Novel Bin Salim Bin Jindan
Tulisan tersebut diatas sudah alfaqir (Muhammad Shulfi Al ‘Aydrus) revisi dengan menambahkan hadis dalam tulisan bahasa arab dan nomer hadis..
Di Posting Ulang oleh : Habib Muhammad Shulfi bin Abunawar Al ‘Aydrus
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim