CARA MARAH KARENA ALLAH
Guru Mulia Habib Umar bin Hafidz :
Jika engkau bertanya: 'Bolehkah aku membenci ahli bid'ah dan orang fasik? Padahal aku diperintah membenci keduanya , tetapi aku masih bersikap tawadhu' kepadanya.'
Ketahuilah bahwa seseorang boleh membenci ahlu bid'ah dan orang fasik, tetapi ia tidak boleh menyombongkan dirinya, apalagi jika ada orang fasik yang duduk di sebelahkan lalu ia akan mengusirnya dengan perasaan sombong di hatinya maka itu tidak boleh.
Karena adakalanya seseorang dulu fasik tetapi di akhir usianya ia Islam dan bertaubat, sebaliknya adapula seseorang yang dulunya sebagai Muslim yang taat tetapi di akhir usianya ia mengingkari Allah Swt, seperti yang terjadi pada seorang ahli ibadah dari Bani Israil dengan lawannya yang suka berbuat maksiat.
Lalu untuk menyelamatkan dirimu dari nasib yang tidak baik, hendaknya engkau bersikap tawadhu' kepada Allah swt dan menjauhi ahli bid'ah dan fasik dengan tiga cara:
- Pertama, hendaknya engkau menyadari berbagai kesalahanmu terdahulu, agar engkau tidak merasa sombong.
- Kedua, hendaknya engkau tidak merasa mempunyai keistimewaan dengan kesalehan dirimu, karena kesalehan itu merupakan karunia Allah. Dengan cara itu, maka engkau tidak merasa ujub.
- Ketiga, hendaknya engkau tidak menyombongkan dirimu karena seseorang yang menyombongkan dirinya akan berakibat buruk
Jika engkau bertanya: 'Bagaimana aku harus marah dalam keadaan seperti itu?'
Maka jawabanku: 'Engkau boleh marah kepada siapapun yang berbuat dosa hanya karena Allah swt semata, jangan engkau marah karena dirimu. Sebaiknya engkau lebih memikirkan keselamatan dirimu dari keselamatan orang lain.'
Ada seorang penguasa mempunyai anak, sedangkan anak itu sangat disayang oleh sang penguasa, tetapi ia menyerahkan anaknya kepada seorang pembantu dan si pembantu disuruh memukulnya jika anaknya kurang ajar atau melakukan sesuatu yang tidak pantas.
Jika sang pembantu cinta dan taat kepada tuannya tentunya ia akan marah jika melihat anak majikannya bersikap kurang ajar, sang pembantu sengaja melakukan hal itu karena ia sangat menghormati majikannya, sehingga jika anak majikannya berbuat yang tidak baik, maka ia akan memukul dan marah kepada anak itu.
Tetapi ia tidak menyombongkan dirinya, bahkan ia selalu merasa tawadhu' karena ia menyadari dirinya lebih rendah dari majikannya, apalagi anak majikannya lebih mulia dari dirinya sendiri, karena majikannya telah menitipkan pendidikan anaknya kepadanya.
-Kutipan buku "Apakah Yang Engkau Sombongkan Wahai Manusia???", Guru Mulia Al-Habib Umar bin Hafidz
Wallahu a'lam Bishowab
Allahumma Sholli 'ala Sayyidina Muhmmad wa 'ala alihi washobihi wasalim
Tags:
Dakwah Habaib dan Ulama