Ustazah MONA ELZANKALY (USA)
Kajian Muslimah “Bidadari Bumi”
Ruang Andalucia Menara 165
Selasa, 10 April’18
Ceramah dalam bahasa Arab
Diterjemahkan Ustadzah Halimah
Ditulis: Ida SW
Ustadzah Mona Elzankaly
Lulusan Computer Sains dan Matematika di University of California dan tinggal di California. Kemudian belajar Agama pada beberapa lembaga dan beberapa orang Syaikh ternama.
Berikut paparannya:
Kita berada di zaman ketika orang menganggap lebih penting akademik daripada ilmu syariah. Orang zaman sekarang mengagungkan gelar Dr, Prof, dll yang dianggap pintar dalam dunia, namun tidak memuliakan ulama dan ahli agama.
Karena kita sering sebut orang dengan gelar-gelarnya dengan pengagungan di hadapan anak-anak kita, sehingga anak kita lebih mengagungkan titel dunia daripada titel akhirat.
Ini bahaya, kita harus mengagungkan apa yang Allah agungkan dan merendahkan apa yang Allah rendahkan. Sedangkan dunia tidak agung di hadapan Allah.
Saya berada dalam lingkungan itu dari kecil, bahwa orang harus selalu sekolah di tempat bagus, meraih gelar dan titel, harus dipandang, harus kaya. Itu impian semua orang.
Saya mengerjakan sholat, puasa dan zakat sedekah secukupnya. Namun tidak merasakan ruhnya dan tidak menikmatinya. Saya seperti robot saya bergerak tapi tidak merasakan apapun.
Saya merasa bahagia itu yang dianggap kebahagiaan bagi banyak orang seperti uang dan kesuksesan dunia. Namun ternyata kebahagiaan itu hanya sesaat, fana dan tidak membawa kesenangn di akhirat.
Saya merasa semakin saya mencari kebahagiaan dunia, saya makin merasakan kelelahan, lelah fisik, lelah pikiran, sebuah kelelahan yang tidak ada ujungnya.
Yang ada dunia itu semakin didalami bukannya mendapat kebahagiaan namun makin depresi. Allah berkata tentang dunia pada Nabi Muhammad isinya kurang lebih begini, “Wahai dunia jadilah berhidmat pada orang yang melayani aku. Tapi Aku akan jadikan manusia yang berhidmat padamu untuk menjadi pelayanmu. Lelahkan dia. Sibukkan dia!
Namun jika berkhidmat padaKu, maka Aku jadilan kamu pelayan baginya!”
Menurut Anda kapan ahli dunia itu akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan? Masih muda belajar dan terus, setelah lulus bekerja dan terus bekerja, tidur di malam larut, dan keesokan harinya harus bekerja lagi.
Tak ada ‘rohah’ atau ketenangan lahir batin, dunia akhirat sampai datang usia 60 tahun. Sudah punya uang untuk bisa menikmati dunia, tapi fisik sudah tidak punya kekuatan buat menikmati dunia. Mereka tidak merasakan ketenangan dunia apalagi akhirat.
Kita ini sekarang penyakitnya adalah menjadi ahli dunia tak ada ‘rohah’ karena mengagungkan yang hina dan menghinakan yang agung. Sholat tiang agama, tiang kehidupan, kita anggap remeh. Kita sholat puasa, sedekah, zakat tidak mendapatkan ketenangan karena tidak menghargai semua itu, di mata kita tidak mengagungkan semua itu.
Tidak mendapat bahagia dengan semua ibadah itu karena kita mengagungkan yang hina seperti kelulusan, ijazah, titel, pangkat, dll. Kalau tak punya ijazah, tak kerja, seolah tak bakalan hidup dan tidak akan bahagia. Ini masalah besar karena kita pun menekankan ini dalam pikiran anak-anak kita.
Kita lihat bagaimana kehidupan orang yang tinggal dalam satu keluarga hidup dalam ilmu, ibadah, syariah, dan ketaatan pada Allah. Syaidah Nafisah cucu Hasan, cucu Nabi Muhamad SAW.
Syaidah Nafishah lahir di Madinah 11 R 145 H. Sesudah 134 Rasulullah wafat. Beliau termasuk Thabiin.
Syaidah Nafishah lahir dari ayah ibunya sholeh/sholehah dan berada dalam lingkungan yang mengajarkan ilmu dan ketaatan pada Allah. Syaidah Nafishah belajar dari para ulama Madinah, seperti makan minum. Setiap hari saat Nafishah masih kecil dibawa ke makam Rasulullah. “Ya Rasulullah inilah Nafishah saya ridho padanya, apakah engkau Ridho padanya?”
Setelah beberapa saat ayahnya melakukan hal itu. Beberapa hari kemudian ayahnya bermimpi jumpa RASULULLAH, dan berkata, “Saya ridho pada Nafishah karena keridhaan engkau. Dan Allah ridha pada Nafisah.”
Syaidah Nafishah tumbuh dalam keadaan ilmu, taat, amal ibadah, bukan hanya pelajar, menjadi ustadzah berbagai ilmu, ngajar pada kaum perempuan dan laki-laki.
Beliau ahli ibadah. Siang puasa, malam ibadah, khatam Quran 30 juz setiap hari. Mereka menjadi hamba-hamba yang pandai dan diridhoi Allah.
Mereka paham dunia sementara, menjadikan waktu sebagai kendaraan untuk mencari keridhoan Allah. Beliau menikah dengan sepupunya yaitu cucu Syaidina Husain, yaitu Ishaq. Syaidah Nafishah berhaji 30 kali dengan jalan jaki.
Suatu hari Syaidah Nafishah bermimpi Nabi Ibrahim as dan berkata, “Nafisah aku mau dikunjungi engkau. Beliau bilang sama suaminya, dan tak ada kendaraan memadai, berjalan dari Madinah ke Palistina. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim berkata, “Wahai Nafisah kamu terlalu berlebihan dalam ibadah.”
Pulang dari Palestina, Syaidah Nafishah berziarah ke Syaidah Zainab, nenek sampingnya di Mesir. Ketika datang ada Wali/gubernur yang memberi tempat pada Syaidah Nafishah selama di Mesir.
Di rumah tersebut ada tetangga Yahudi yang mempunyai anak perempuan lumpuh. Suatu hari mereka akan pergi ke suatu tempat. “Boleh tidak anak saya ini dititip ke Syaidah Nafishah?” Beliau mempersilakan anak tersebut tinggal bersamanya selama orangtuanya pergi.
Saat Syaidah Nafishah wudhu anak itu kecipratan air wudhu, ternyata anak tersebut bisa berdiri berjalan dan lari seolah tidak terjadi apa-apa. Setelah beberapa hari, begitu orangtunya datang anak itu membukakan pintu. Orangatuanya kaget, melihat karomahmya itu, mereka masuk Islam.
Maka orang-orang pun datang bawa yang sakit, bermasalah, dll. Sampai rumahnya penuh dengan orang dan segala hajatnya.
Beliau jadi khawatir karena begitu terkenal, didatangi, dan dimuliakan. Beliau khawatir ibadahnya tergangu dan akhirnya memilih keluar dari Mesir.
Orang-orang di Mesir, mereka tidak mau kehilangan Syaidah Nafishah. Mereka merasa paling cinta pada ahlul bait. Maka mereka datang pada Gubernur dan meminta agar Syaidah Nafishah jangan pergi dari Mesir. Maka mereka membuat aturan, agar ada jadwal kunjungan, sehingga tidak mengganggu Syaidah Nafishah. Beliau tinggal di Mesir sampai wafat.
Apa yang menarik dari beliau adalah dengan ilmu dan ibadahnya, beliau sangat tegas dalam memberdirikan kebenaran. Di Mesir ada gubernur yang dzolim. Orang-orang minta Syaidah Nafishah agar menegur Ahmad bin Tholut.
Beliau menulis dan langsung menyerahkan surat yang isinya sangat tegas. “Kamu diberi kepercayaan tapi sangat Dzholim. Kamu diberi pengaturan urusan rezeki malah menghalalkan harta bukan milikmu tersebut. Padahal kamu tahu panah neraka selalu tertuju pada orang yang korupsi. Panah orang yang kau dzholimi akan tertuju padamu. Kalau caramu seperti itu yang hidup hanya yang menzholimi.
Lalu surat itu ditutup oleh firman Allah, “Kau boleh melakukan apapun yang kau mau…dan Allah akan membalas...”
Surat itu ditulis dengan hati yang mengenal Allah dan bersambung pada Allah. Sehingga surat itu menjadi penyebab tobat Ahmad bin Tholut. Menjadi seseorang pemimpin yang adil.
Waktu Syaidah Nafishah meninggal, suaminya ingin memakamkannya di Madinah berkumpul dengan ayah ibunya, kerabat, dan leluhurnya.
Orang-orang Mesir menangis dan meminta dan membujuk suaminya. “Apa saja yang kamu mau kami kabulkan, mau dibangunkan apa kami siapkan, yang penting biarkan Syaidah Nafishah dikuburkan bersama kami di sini.”
Nmaun suaminya tetap akan membawa Syaidah Nafishah ke Baqi bersama ayah dan kakeknya. Malam hari Ishaq suaminya bermimpi juma Rasulullah dan berkata. “Biarkan SYAIDAH NAFISHAH di Mesir karena Syaidah Nafishah akan jadi sebab turunnya berkah di Mesir.”
Ini semua hasil ketika ada seseorang yang terdidik oleh sesuatu yang mengagungkan apa yang Allah agungkan dan merendahkan apa yang Allah rendahkan.
Coba lihat betapa ketika seorang sholehah terdidik bisa dua negeri mendapat keberkahan.
Sekarang bayangkan jika anak-anak kita tumbuh dalam ketaatan dan mengagungkan agama Allah. Bayangkan dalam masa 30 th ke depan seperti apa.
Saya rasa dalam 30 tahun umat Islam akan ada dalam kebaikan, keberkahan, tidak ada lagi perceraian, perpecahan, dan perseteruan.
Anda dan lingkungan yang baik yang menentukan. Saya yakin karena yang saya hadapi perempuan, dan ibu menciptakan sebuah generasi.
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholi 'ala sayyidina Muhammad nabiyil umiyi wa 'alihi wa shohbihi wa salim