Pertobatan Seorang Syaikh Sufi
Suatu malam, lima puluh syekh terkemuka pada zamannya di Baghdad berkumpul di rumah Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Termasuk diantaranya Hafizh Abu al-Izz Abdul Mughits ibn Harb, yang menuturkan kisah berikut:
Malam itu Syekh (yakni Syaikh Abdul Qadir al-Jailani RA) tengah mendapatkan ilham. Mutiara hikmah berhamburan dari mulutnya. Kami benar-benar merasa tenang dan khusyuk, perasaan yang tak pernah kami alami sebelumnya. Tiba-tiba Syekh menunjuk ke arah kakinya dan berkata, “Kaki ini lebih tinggi daripada leher semua wali”. Tak lama kemudian, salah seorang muridnya, Syekh Ali ibn al-Hili merunduk ke kaki Syekh. Ditempelkannya kaki Syekh itu ke lehernya. Lalu kami semua mengikutinya.
Diantara hadirin lainnya, yakni Syekh Abu Sa’id al-Kaylawi, berkata: Ketika Syekh berkata, “Kaki ini lebih tinggi daripada leher semua wali”, kurasakan kebenaran Allah mewujud dalam hatiku. Aku melihat semua wali di dunia berdiri dihadapannya, menutupi seluruh penglihatanku. Semua yang masih hidup hadir secara jasmani, semua wali yang sudah mati hadir secara ruhani. Langit dipenuhi malaikat dan makhluk ghaib lainnya. Sekelompok malaikat turun dan memberi beliau jubah Rasulullah SAW. Ketika kami bersujud and merendahkan kepala, kami mendengar suara tanpa bunyi berkata, “Wahai Penguasa Zaman dan Pembimbing Agama, wahai Pengamal Firman Allah Yang Maha Pengasih, Pewaris Kitab Suci, Penerus Rasulullah SAW, wahai orang yang diserahkan kepadanya kekuasaan langit dan bumi, yang doanya dikabulkan, yang jika dia meminta hujan maka hujan akan turun dan air susu mengalir dari payudara yang telah kering, wahai yang dicintai dan dimuliakan seluruh makhluk…”.
Usai Syekh Abdul Qadir menyampaikan ucapan itu, bukan hanya orang-orang yang ada dihadapannya saja , melainkan semua ulama merasakan bertambahnya ilmu mereka, kebijaksanaan mereka, cahaya Ilahi dalam hati mereka, dan tingkatan ruhani mereka.
Ketika kejadian ini tersiar luas di seluruh dunia Islam, semua syekh dan guru bersujud untuk menghormati dan menerima kepemimpinan beliau. Orang-orang yang berdosa datang kepada beliau untuk bertobat dan disucikan kembali. Para bajingan, pencuri, dan penjahat datang kepadanya lalu menjadi pengikutnya. Dia menjadi pusat – kutub ruhani.
Tiga ratus tiga belas wali pada zaman itu, termasuk diantaranya tujuh belas yang tinggal di Kota Suci Makkah, enam puluh di Irak, empat puluh di Iran, dua puluh di Mesir, tiga puluh di Damaskus, sebelas di Abbissinia, tujuh di Ceylon, dua puluh tujuh di Barat, empat puluh tujuh di daerah terpencil di Gunung Qaf, tujuh di kawasan Yajuj dan Majuj, dan dua puluh empat di belahan dunia lainnya hingga di lautan, semuanya bersujud dengan patuh – kecuali satu orang Persia.
Syekh Persia ini dikenal sangat tekun beribadah. Dia mendirikan shalat lebih banyak daripada siapapun dan terus menerus berpuasa. Dia sering beribadah haji ke Makkah. Dia sangat mendambakan ridho Allah. Selama lima puluh tahun dia mengasingkan diri bersama empat ratus orang muridnya, yang dilatihnya siang dan malam untuk menyempurnakan diri. Dia memiliki banyak ilmu dan karamah. Ketika ucapan Syekh Abdul Qadir sampai kepadanya, dia tengah menunaikan ibadah haji bersama murid-muridnya di Kota Suci Makkah. Entah karena meremehkan Syekh Abdul Qadir atau entah karena mengagungkan dirinya sendiri, dia menolak bersujud untuk menghormati seruan Syekh Abdul Qadir. Malam harinya dia bermimpi meninggalkan Makkah menuju Bizantium dan disana dia menyembah berhala. Karena sedih mendapatkan impian seperti itu, dia kumpulkan semua murid-muridnya dan mengatakan bahwa dia harus pergi ke Bizantium untuk menyingkap makna mimpinya. Mereka mengikutinya dengan setia.
Ketika memasuki kota Bizantium, syekh melihat seorang gadis cantik berdiri di balkon. Rambut gadis itu hitam sepekat malam, matanya laksana dua purnama dengan alis mata tebal melengkung bagaikan bulan sabit kembar, parasnya memikat para pecinta. Bibirnya yang berwarna delima tampak basah dan lembut, membuat semua orang yang melihatnya merasa kehausan. Mulutnya mungil, seolah-olah kata-katapun akan tersendat. Pinggangnya yang ramping dilingkari sabuk yang indah. Melihat gadis itu, hati syekh terbakar birahi, lekat-lekat dia menatapnya. Hasratnya membara meruapi rongga dadanya. Karena cintanya kepada gadis itu, agama dan iman tersingkir dari hatinya. Kecantikan gadis itu benar-benar menjadi pemuas nafsu iblis.
Syekh berdiri di depan pintu rumah gadis kafir itu dengan mulut terbuka seraya menatap lekat-lekat kearah balkon, berharap dapat melihatnya lagi. Pikirannya terkoyak. Puasa yang dilakonimya bertahun-tahun dan menguruskan tubuhnya tak dapat membandingi derita yang dialaminya kini. Begitu pikirnya. Dia kerahkan segenap pengetahuan dan akalnya untuk memahami keadaanya ini, namun semua pengetahuan telah sirna meninggalkan dirinya. Dengan rasa takut dan segan, murid-muridnya memohon kepadanya untuk pergi dari tempat itu, bertobat dan berdoa. Syekh menjawab bahwa sekiranya dia harus bertobat, maka dia akan bertobat dari kebodohannya selama ini yang telah menyisihkan dunia dan kesenangannya hanya karena agama. Jika diharuskan berdoa, dia akan memohon kepada gadis itu daripada memohon kepada Allah. Ketika diperingatkan akan azab Allah dan neraka, dia bilang bahwa perpisahan dengan gadis yang dicintainya dan api cinta dalam hatinya dapat memadamkan tujuh neraka. Mereka berusaha keras membujuk syekh. Namun, melihat upaya mereka sia-sia, mereka pun meninggalkannya.
Syekh itu berdiam sebulan suntuk di depan pintu rumah pelacur kafir itu. Debu menjadi kasurnya dan anak tangga menjadi bantalnya. Dia tidur di jalanan bersama anjing-anjing kudisan. Akhirnya si cantik kafir itu membukakan pintu dan berkata, “Hai orang tua yang mengaku sebagai syekh muslim, kau telah dimabuk kemusyrikan yang membuatmu melakukan kebodohan ini dijalan kafir”. Syekh berkata, “Akan kuserahkan bukan hanya agamaku, melainkan juga jiwaku asalkan aku dapat menyentuh bibirmu”. “Sungguh memalukan, kau orang tua budak nafsu. Betapa beraninya kau ingin menciumku sementara kau sudah nyaris masuk liang kubur. Pergilah! Tak sudi aku menyentuhmu”.
Tanpa mempedulikan caci maki gadis itu, syekh tetap berdiam di depan pintu. Lalu perempuan itu turun lagi dan berkata kepadanya, “Jika kau sungguh-sungguh mencintaiku, kau harus keluar dari Islam, membakar al-Qur’an, menyembah berhala, dan minum arak”. Syekh berkata, “Aku tak dapat sepenuhnya meninggalkan Islam atau membakar al-Qur’an, tetapi aku bersedia minum arak demi kecantikanmu”. Gadis itu menjawab, “Kalau begitu, mari minum bersamaku, pasti kau akan mau melakukan permintaanku yang lainnya”. Ketika gadis itu menuangkan arak, hati dan pikiran syekh menyala-nyala. Dia mencoba mengingat al-Qur’an yang pernah dihafalnya, kitab-kitab yang pernah dibaca dan ditulisanya tentang Islam, namun tak ada sedikitpun yang diingatnya. Dalam keadaan mabuk dia berusaha menyentuh gadis itu. Namun, gadis itu menampiknya seraya berkata “Tidak, kecuali jika kau menjadi orang kafir sepertiku dan membakar kitab sucimu”.
Dia turuti permintaan pelacur itu. Dilemparkannya al-Qur’an dan jubah sufinya kedalam api, lalu dia menyembah berhala. Sekali lagi dia berupaya menyentuh gadis itu. Namun sekali lagi gadis itu menolaknya “Sungguh kau tua bangka budak nafsu yang tak tahu diri. Kau sama sekali tak punya harta, bukan pula orang yang tenar. Bagaimana mungkin gadis sepertiku mau melayani pengemis jorok sepertimu? Aku butuh perak, emas dan sutra. Karena kau tak punya apa-apa, enyah saja kau dari hadapanku!”
Waktu terus berlalu. Orang tua miskin itu masih saja berdiri didepan pintu rumah gadis itu. Akhirnya pada suatu hari gadis itu menyerahkan dirinya sambil berkata “Bayarlah aku, hai orang tua yang malang, dengan menjadi penggembala babi-babiku selama satu tahun”. Tanpa daya, syekh menjadi penggembala babi.
Berita sedih mengenai syekh yang tidak mau menghormati Syekh Abdul Qadir pun tersebar luas. Murid-muridnya yang meninggalkan dirinya telah tiba di Baghdad. Mereka berusaha menemui Syekh Abdul Qadir. Usai menceritakan keadaan guru mereka, Syekh Abdul Qadir berkata “Jika seseorang tidak tunduk dan menjadi seekor kambing bagi seorang penggembala maka dia akan menjadi penggembala sekumpulan babi. Ketahuilah bahwa setiap orang memiliki seribu babi, yakni seribu berhala dalam hatinya, yang hanya dapat diusir dengan ketundukan dan pertobatan”. Syekh juga memarahi mereka karena meninggalkan guru mereka dan memberitahukan bahwa mereka seharusnya ikut menjadi kafir demi guru mereka. Sahabat sejati adalah sahabat disaat suka maupun duka. Sahabat seperti itu pasti akan didekati semua orang. Kemudian Syekh berdoa bagi orang tua sesat itu dan meminta para muridnya untuk kembali ke Bizantium dan memberitahu guru mereka bahwa Syekh Abdul Qadir memintanya untuk kembali.
Murid-muridnya langsung pergi ke Bizantium. Sepanjang jalan mereka berdoa bagi guru mereka. Mereka berpuasa dan memohon kepada Allah untuk memberikan pahala mereka kepada guru mereka. Mereka bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dan meminta syafaat Beliau SAW. Anak panah doa itu melesat dan mencapai sasaran. Ketika bertemu dengan orang tua itu, mereka melihatnya bercahaya ditengah kumpulan babi. Dan ketika diberitahukan bahwa Syekh Abdul Qadir memintanya menghadap, segera dia campakkan pakaian kekafiran. Air mata penyesalan menetes deras, dan dia mengangkat tangan ke langit untuk bersyukur. Seketika itu juga semua yang telah dilupakannya – al-Qur’an dan Rahasia Ilahi – kembali kepadanya. Kini dia terbebas dari kehinaan dan kebodohan. Setelah itu dia mandi, berwudlu dan mengenakan jubah sufinya, kemudian berangkat menuju Baghdad.
Ketika peristiwa itu berlangsung, gadis kafir itu bermimpi melihat cahaya turun kepadanya dan mendengar suara berkata “Ikutilah syekhmu, anut agamanya. Jadilah debu di kakinya. Kau yang pernah kotor, jadilah sesuci dia. Kau telah menariknya ke jalanmu. Kini, masuklah ke jalannya”. Ketika bangkit dari tidur, dia merasakan perubahan dalam dirinya. Dia berlari menyusul syekh dan murid-muridnya, tanpa makan dan minum melewati lembah dan pegunungan. Akhirnya, ditengah-tengah padang sahara, gadis itu jatuh ke tanah. Dia berdoa “Wahai zat yang telah menciptakanku, ampuni aku, jangan hukum aku. Aku telah menentang agama dan jalan-Mu. Namun, kulakukan itu karena kebodohan, sebagaimana syekhku melakukannya karena kesombongan. Engkau telah mengampuninya. Kini, ampunilah aku. Aku tunduk dan menerima agama yang benar”.
Allah memungkinkan syekh yang memang belum terlalu jauh, mendengar ucapannya sehingga dia dan murid-muridnya segera kembali dan mendapatinya tengah terbaring. Wanita itu berkata “Kau telah membuatku malu. Ajari aku Islam agar aku dapat bertemu dengan Tuhanku melalui agama ini”. Ketika syekh menjadi saksi atas keimanannya dan para muridnya menangis haru, wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya. Wanita itu, yang tak lebih dari setetes air di samudera khayal, telah berpulang ke samudera sejati. Syekh lalu datang ke Baghdad dan menundukkan lehernya dengan penuh hormat di bawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim