PERJALANAN QALBU MENUJU KE HADIRAT ALLAH
Syekh Ibnu Atha’illah mengirim surat kepada sahabatnya :
“Sesungguhnya permulaan (bidayah) itu bagaikan cermin yang memperlihatkan akhir (nihayah). Barangsiapa yang permulaannya selalu bersandar kepada Allah, pasti akhirnya akan sampai kepada-Nya.”
Sahabatku, ungkapan di atas menjelaskan kondisi salik sejak awal hingga akhir perjalanan sampai ia menempati kedudukannya. Lalu, Syekh Ibnu Atha’illah menyebut adab suluk (meniti jalan Allah) dan cara wushul untuk sampai kepada Allah.
Maksud dari “permulaan” di sini adalah permulaan segala perkara. Sedangkan yang dimaksud dengan “cermin yang memperlihatkan akhir” adalah gambaran akhir segala perkara. Artinya, permulaan seorang murid adalah gambaran akhirnya. Jika di awal permulaan ia sudah memiliki tekad kuat untuk menghadap Allah dan berjuang dalam ibadah, serta melakukan riyadhah, maka hal tersebut adalah bukti bahwa di akhir ia akan mendapatkan kemenangan besar. Ia akan sampai kepada tujuannya dalam waktu singkat. Tetapi, jika awalnya dia lemah, maka kemenangan dan wushul-nya pun akan lemah.
Barang siapa sejak awal telah bersandar kepada Allah, selalu meminta pertolongan Allah dalam beribadah dan riyadhahnya, maka di akhirnya, ia pasti akan sampai kepada Allah. Ia akan berhasil mengesakan-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah Yang Awal dan Yang Akhir, Zahir dan Batin. Dengan begitu, ia akan merasa dirinya sirna dan hilang di hadapan Allah.
Syekh Ibnu Atha’ilah mengatakan: “Hal yang harus dikerjakan adalah amal ibadah yang engkau sukai dan semangat dalam melakukannya, sedangkan yang harus engkau tinggalkan adalah hawa nafsu dan urusan dunia yang sering mempengaruhinya.”
--Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim