Para Ahli Kubur Saling Berkunjung
Apa yang terpikirkan oleh umat Islam, jika mendengar penuturan orang, bahwa ternyata para mayit yang menghuni alam kuburan itu dapat saling berkunjung dan berkomunikasi?. Menurut syaikh Ibnu Qayyim ini adalah permasalahan yang besar dan mulia, dan jawabannya diperinci menjadi dua.
Untuk arwah yang mendapatkan kenikmatan, yaitu arwah orang-orang shaleh lagi beriman, mereka bebas dan tidak terkekang, mereka saling bertemu, saling menziarahi, dan saling berkomunikasi sebagaimana yang mereka lakukan di dunia.
Oleh karena itu, maka setiap arwah yang mendapatkan kenikmatan, mereka berkumpul dengan orang-orang yang semacam mereka. Sedangkan Ruh Nabi kita Muhammad shalallahu’alaihi wasallamn berada ar-Rafiq al-A’ala, hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 69:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.
Kebersamaan ini adalah tetap, mulai dari dunia, kelak ketika sudah di alam barzakh, di alam pembalasan (dar al-jaza’). Hal ini sebagaimana juga disampaikan oleh Nabi Muhammad shalallahu’alahi wasallam dalam sebuah riwayat;
المرأ مع احب
Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya
Sedangkan arwah orang-orang yang mendapatkan siksa, yaitu arwah orang-orang kafir, orang-orang ahli bermaksiat, mereka sudah tersibukkan dengan berbagai macam siksaan yang telah diancamkan oleh Allah Ta’ala sebab perbuatan mereka di muka bumi, sehingga sudah tidak ada kesempatan lagi untuk saling berziarah dan bertemu dengan kawan-kawan mereka.
Sebab mayat kaum kafir dan ahli maksiat, tidak akan sempat sejenakpun unyuk beristirahat di alam kubur. Boro-boro saling berkunjung dan berkomunikasi, mayat kaum kafir dan ahli maksiat terus sibuk merasakan pedihnya siksa kubur atas kekafirannya di muka bumi, dan perbuatan dosa yang selalu diperbuat.
Ibnu Jarir meriwayatkan, bahwasanya dahulu para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wasallam berkata kepada Nabi; Tidak semestinya ketika masih di dunia ini kami meninggalkan engkau, karena kelak ketika engkau telah wafat (dan kami juga telah mati), kami tidak akan melihat engkau lagi, karena engkau pasti akan berada di derajat yang sangat tinggi di atas kami”.
Mendengar ucapan para sahabat Nabi tersebut, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Diriwayatkan oleh imam asy-Sya’bi, suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dari kalangan Asnhor sambil menangis. Melihat laki-laki tersebut, Rasulullah shallahu’alaihi wasallam bersabda; “Apa yang membuatmu menangis?”.
“Wahai Nabiyallah, demi Allah Yang tiada Tuhan selain-Nya, engkau adalah orang yang paling aku cintai melebihi cintaku kepada keluargaku juga harta bendaku. Demi Allah Yang tiada Tuhan selain-Nya, engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri. Tiba-tiba aku dan keluargaku ingat engkau, sehingga aku datang ke sini dengan keadaan semacam ini untuk melihat engkau. Aku ingat, bahwasanya engkau akan wafat dan aku pun akan mati. Dan aku tau, bahwasanya kita tidak akan berkumpul semacam ini kecuali ketika masih di dunia. Kelak engkau akan di angkat ke derajat para Nabi. Sedangkan aku tahu, kelak jika aku dimasukkan ke surga, aku akan di masukkan ke surga yang paling rendah tingkatannya dari pada tingkatan engkau”.
Mendengar ucapan laki-laki tersebut, Nabi shalallahu’alaihi wasallam tidak menjawab sepatah kata pun. Tidak seberapa lama kemudian, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya sebagaimana ayat di atas (an-Nisa’ ayat 69), sampai pada akhir ayat berikutnya, yaitu:
ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.
Ketika menjelaskan firman Allah surat al-Fajr ayat 27;
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ . ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً . فَادْخُلِي فِي عِبَادِي . وَادْخُلِي جَنَّتِي
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.
Syaikh Ibnu Qayyim berkata; “Maksud ayat tersebut adalah, masuklah kalian semua ke dalam golongan mereka (hamba-hamba Allah yang shaleh), bersamalah kalian dengan mereka”. Ini di ucapkan kepada ruh ketika menjelang kematiannya.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, berkata :
Dia adalah orang yang mencintai kafan yang bagus, dan berkata, sungguh para mayyit itu saling mengunjungi dengan menggunakan kafan mereka.
Untaian di atas senada dengan hadits marfu` dalam musnad Ibnu Abi Usamah dari Jabir :
Mereka para mayyit saling membanggakan dan mengunjungi di dalam makam kuburan mereka.
Jabir juga meriwayatkan bahwa Nabi SAW barsabda :
Apabila salah seorang di antara kalian mengurus jenazah saudaranya, maka hendaklah mengkafaninya dengan kafan yang baik. (HR. Muslim).
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa para mayyit itu hakikatnya tidaklah mati dengan arti sudah tidak berguna sama sekali, tetapi nyawa mereka hanyalah berpindah alam, dari alam dunia yang kasat mata menuju alam kubur yang hanya diyakini oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Dzat Yang Maha Tahu atas segala perkara di alam ghaib.
Banyak riwayat tentang kehidupan di alam kubur yang sering disaksikan oleh mereka yang masih hidup di atas bumi, baik itu merupakan siksa kubur maupun kenikmatan kubur. Seringkali sebuah kejadian aneh dan tidak mudah dicerna oleh akal sehat manusia tiba-tiba tanpa sengaja didapati oleh para pelayat atau para penziarah makam kuburan.
Ibnu Abiddunya meriwayatkan dari Abu Ghalib -teman Abu Umamah- bahwa seorang pemuda di Syam akan menemui ajalnya. Lalu ia bertanya kepada pamannya : Ceritakan kepadaku sekiranya Allah mengantarkan aku kepada ibuku, apa yang diperbuat ibuku kepadaku ? Sang paman menjawab : Demi Allah, ibumu akan memasukkanmu ke dalam sorga..! Pemuda itu menjawab : Demi Allah, Allah lebih sayang kepadaku dari pada ibuku.
Lalu pemuda itu meninggal dunia, kemudian si ibu dan sang paman masuk ke dalam kuburan saat pemakamannya, lantas mereka ikut meratakan tanah makam kuburan tersebut. Di tengah usaha meratakan bebatuan yang ada di sekitar makam pekuburan itu, sedang penguburan jenazah saat itu belum tuntas betul, tiba-tiba ada barang milik sang paman yang terjatuh ke dalam lobang makam kuburan si pemuda, dan secara spontan sang paman turun untuk mengambil barang miliknya yang jatuh itu. Namun, belum sempat mengambil barangnya, tiba-tiba sang paman terkejut dan melangkah mundur.
Melihat kejadian itu, si ibu bertanya : Mengapa tiba-tiba engkau mundur ?
Sang paman menjawab : Aku melihat makam kuburan ini penuh dengan cahaya, dan liangnya menjadi luas sejauh pandangan mata.
Dalam riwayat Abu Dawud diterangkan bahwa Sayyidah `Aisyah berkata :
Tatkala Raja Najasyi meningal dunia, kami memperbincangkannya, karena senantiasa kami lihat ada cahaya di atas makam kuburannya.
Dengan demikian, betapa ahli kubur itu hakikatnya mereka hidup. Mereka dapat merasakan kenikmatan, dan dapat membalas salam dari para penziarahnya, serta mengamini doa keluarganya.
Walaa tahsabannal ladziina qutiluu fii sabiilillahi amwaatan bal ahyaa-un `inda rabbihim yurzaqquun (Dan janganlah engkau sangka orang-orang yang gugur fi sabiilillah itu mati, tetapi mereka hakikatnya adalah hidup dan mendapatkan rejeki dari Allah SWT). Ayat ini jelas menjustifikasi adanya kehidupan manusia kelak di alam kubur. Mereka akan mendapatkan balasan sesuai dengan amal perbuatannya selagi hidup di atas muka bumi.
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim