LISAN BERCABANG DUA
Alhabib Umar bin Hafidz :
Orang yang berlisan dua mendatangi dua orang yang bermusuhan, lalu berkata kepada masing-masing dari kedua belah pihak dengan perkataan yang sesuai dengan kepentingannya,
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Barang siapa mempunyai dua muka ketika di dunia, di Hari Kiamat ia mempunyai dua lisan dari api neraka “
Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga bersabda, ‘Kalian akan menjumpai hamba Allah yang paling buruk pada hari Kiamat adalah orang yang bermuka dua. Yaitu orang yang datang pada satu kelompok dengan suatu perkataan dan datang kepada kelompok yang lain dengan perkataan yang lain.”
Apabila seseorang mendatangi dua orang yang sedang bermusuhan dan ia bersikap baik kepada keduanya dan ia tidak memihak kepada salah satunya, ia bukan orang munafik dan bukan pula termasuk orang yang berlisan dua
Jika ia memindahkan ucapan kedua pihak yang sedang bermusuhan, maka ia termasuk orang yang berlisan dua. Perbuatan ini lebih buruk dan mengadu domba. Karena mengadu domba hanya menyampaikan perkataan kepada salah satu pihak sedangkan orang yang berlisan dua menyampaikan perkataan dan masing-masing pihak. Maka ia lebih hina dan tercela dari pengadu domba.
Jika seseorang tidak memindahkan perkataan, tetapi ikut mendorong adanya permusuhan pada kedua pihak yang bertengkar, orang seperti ini juga termasuk berlisan dua, Termasuk sikap berlisan dua apabila ia berjanji untuk menolong (dalam pertengkaran) kepada kedua belah pihak, atau memuji keduanya atas permusuhan tersebut, atau ia memuji salah satu pihak dari keduanya, dan ketika keluar dan tempat itu ia lalu mencelanya.
Ketika ada permusuhan dari dua pihak. maka sikap kita yang paling baik adalah diam. atau memuji kedua belah pihak tanpa disisipi kepentingan kecuali untuk mendamaikan keduanya, Baik memuji itu di hadapan salah satu dari keduanya di hadapan musuhnya atau di belakangnya.
Dikisahkan bahwa ada orang berkata kepada Ibnu Umar r.a.. “Aku pernah menghadap seorang pajabat, Lalu aku mengatakan sesuatu kepadanya. Akan tetapi ketika keluar dari sisinya kami mengatakan perkataan yang lain” Ibnu Umar menjawab. “Pada masa Rasulullah perbuatan ini dianggap sebuah kemunafikan.”
Termasuk bentuk kemunafikan adalah jika seseorang menghadap pejabat tanpa ada kepentingan lalu ia memuji pejabat tersebut. Dan jika seseorang terpaksa harus memuji penguasa maka diperbolehkan memujinya demi menghindari kejahatannya. Karena menghindari kejahatan orang lain dengan cara memujinya diperbolehkan.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling buruk adalah orang yang dimuliakan karena orang lain karena takut akan kejahatannnya”
Bahkan tidak diperbolehkan memuji, membenarkan dan menggerakkan kapala yang mengesankan membenarkan ucapan yang bathil. Tetapi sebaiknya ucapan yang bathil harus diingkari. Jika ia tidak mampu maka hendaknya ia bersikap diam dengan lisannya dan mengingkari dengan hatinya.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholi 'ala sayidina Muhammad nabiyil umiyi wa alihi wa shohbihi wa salim