BEKAL PENTING UMAT ISLAM DI AKHIR ZAMAN
Salah satu mukjizat Rasulullah Saw. bisa membelah bulan, yang merupakan tanda Akhir Zaman, dijelaskan dalam surat al-Qamar. Kita umatnya Rasulullah Saw. merupakan pengikut sang pembelah bulan. Mukjizat lainnya yaitu Rasulullah Saw. bisa mengeluarkan air dari jari-jemari mulia beliau. Mukjizat ini tidak ada yang bisa menyamainya, bahkan para nabi lainnya.
Kejadian keluarnya air dari jari-jemari Rasulullah Saw. banyak terjadi. Ketika akan berperang, pasukan dengan jumlah sekitar 1.500 sahabat mengalami kehausan karena perbekalan sudah habis. Rasulullah Saw. memasukan jari beliau ke sebuah mangkuk kecil. Kemudian dari jari-jemari beliau keluar air terus-menerus memenuhi mangkuk. Semua sahabat menampung air yang meluber dari mangkuk kecil itu hingga bisa dibuat minum semua sahabat dan juga untuk berwudhu. Tempat-tempat persediaan air pun dipenuhi.
Sayyidina Anas bin Malik Ra. ditanya berapa jumlah pasukan yang hadir, apakah air tadi cukup untuk memenuhi kebutuhan pasukan? Sayyidina Anas menjawab: "Andaipun jumlah pasukan 100.000 orang maka air tersebut masih cukup."
Itu semua merupakan qadrat (kuasa) Allah Swt. Maknanya, bahwa sesungguhnya kekuatan Allah-lah yang bisa mengeluarkan air dari jari-jemari Rasulullah Saw. Bahkan dari manapun Allah berkehendak, hal itu mudah bagiNya. Mengapa kita bangga dengan teknologi saat ini, padahal tidak ada teknologi yang mampu mengeluarkan air dari jari-jemari manusia? Sedangkan air yang keluar dari jari-jemari Rasulullah Saw. lebih afdhal (utama) dari air manapun di dunia ini.
Kita umat Akhir Zaman merupakan pengikut Rasulullah Saw. yang mempunyai air paling afdhal ini. Majelis-majelis ini adalah perkumpulan paling utama karena meneladani Rasulullah Saw. Kita berharap suatu saat nanti bisa meminum air dari telaga Kautsar karena kita meneladani Rasulullah Saw.
Manusia yang punya jabatan, punya kekayaan dunia, namun itu semua tidak ada kebanggaan bagi mereka selama mereka tidak bisa sampai kepada telaganya Rasulullah Saw. nanti di akhirat. Tidak ada kebanggaan sedikitpun. Demi Allah! tidak ada kemuliaan bagi mereka yang tidak mengikuti keteladanan Rasulullah Saw. Mereka menyesal kelak di akhirat hingga ingin menjadi tanah saja karena saking menyesalnya. Manusia yang membenci Rasulullah Saw. dilarang ke telaga beliau. Muslim yang tidak mau memaafkan Muslim lain juga dilarang ke telaga Rasulullah Saw.
Dua orang yang akan diperangi Allah, dan disebutkan dalam al-Quran dan hadits, yaitu pemakan riba dan orang yang memerangi walinya Allah Swt. Penyebaran bencana di dunia ini adalah karena maraknya praktek-praktek riba dan caci-maki yang dilakukan kepada wali-wali Allah Swt. Bagaimana keadaan para pencaci ahlul bait dan wali Allah? Allah menyatakan perang kepada mereka yang mencaci ahlul bait dan para wali Allah.
Dalam mengatasi bencana yang terjadi, manusia sering melakukan perundingan, rapat-rapat, guna mencari solusinya. Namun bukan bencananya selesai bahkan akan semakin parah. Hal itu karena praktek riba dan hati yang kotor yang digunakan mencaci-maki. Di majelis ini kita dekatkan diri kepada Allah Swt. Kita bersihkan hati kita. Kita cari taubat yang sesungguhnya.
Tentang betapa agungnya keridhaan Allah, lebih daripada dunia dan seisinya, digambarkan oleh Guru Mulia (Habib Umar bin Hafidz) dengan sebuah kisah seorang sahabat bernama “Dzulbijadain” yang mencari keridhaan Allah. Hatinya dipenuhi dengan perasaan ingin mendapatkan ridhanya Allah. Dan dia berkeyakinan bahwa keridhaan Allah adalah yang paling mahal dari apapun di dalam kehidupannya.
Dzulbijadain mencari keridhaan dari sumber keridhaan, dia pun merindukan Rasulullah Saw. Dia asyik duduk bersama Nabi Saw., dan senang mengikuti ajaran Rasulullah Saw. Sedangkan kabilah (suku) di kampungnya sendiri adalah orang-orang non-Muslim. Kabilahnya melarang ia untuk pergi kepada Rasulullah Saw. Mereka menghalangi Dzulbijadain agar jangan sampai keluar kampung pergi ke Madinah. Tetapi Dzulbijadain selalu mencari kesempatan untuk bertemu Rasulullah Saw. di Madinah.
Hingga pada suatu malam dia pun berhasil meloloskan diri dari kampungnya setelah mereka tidak tahu. Namun secara kebetulan ada orang yang melihatnya, maka ditangkaplah Dzulbijadain. Dzulbijadain membujuk orang yang menangkapnya tersebut dengan berkata: “Kalian tidak perlu kepada saya, lepaskanlah, apa yang kalian minta akan aku berikan.”
Kebanyakan orang-orang kafir sering tertipu dengan harta dan benda. Mereka bilang: “Saya mau imbalannya semua asetmu menjadi milik kami!”
“Baik, aku berikan.” Kata Dzulbijadain.
Tanya mereka lagi: “Bahkan semua bekalmu, tinggalkan buat kami?”
Jawab Dzulbijadain: “Ambil semuanya buat kamu, kecuali dua baju yang kupakai.”
Maka dilepaskanlah Dzulbijadain. Dengan hati yang senang, pergilah ia ke Madinah hanya dengan dua lembar baju tersisa yang sudah lusuh, yang menutupi bagian bawah (izar/sarung) dan bagian atas (rida’)nya. Hingga dia dikenal di kalangan sahabat sebagai “Dzulbijadain” (orang yang datang dengan dua lembar baju yang sudah lusuh).
Beliau ini merasakan kenikmatan dengan melihat wajah sang Nabi Saw. Dan beliau sangat merasa nikmat apabila mendengar sabda Nabi dan shalat di belakang Nabi Muhammad Saw. Serta merasa nikmat hadir di majelis Nabi, makan bersama Nabi, dan berjalan bersama dengan Nabi Saw.
Beliau sendiri banyak menghabiskan waktunya di dalam masjid. Pernah suatu ketika Nabi Saw. berjalan melalui masjid, sementara terdengar suara Dzulbijadain berdzikir dengan suara keras. Maka sebagian sahabat bilang: “Jangan-jangan dia ingin riya’ ya Rasulullah?” Rasulullah Saw. mengatakan: “Tidak, itu bukan riya’, tapi sikap orang yang merujuk kepada Allah Swt.”
Suatu peristiwa terjadi, saat Rasulullah Saw. pergi untuk perang Khaibar dan Dzulbijadain ikut pergi bersama dengan Nabi. Di dalam perjalanan pulang (kembali ke Madinah), Dzulbijadain pun meninggal dunia. Para sahabat menggali kuburan untuknya, termasuk yang menggali kuburnya adalah para pembesar sahabat Nabi yaitu Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar Ra.
Begitu sudah selesai digali, Rasulullah Saw. sendiri yang turun ke liang lahat untuk menerima jasad Dzulbijadain dengan tangan mulianya serta meratakan lahat itu. Kemudian Baginda Nabi pun shalat jenazah atasnya. Rasulullah Saw. berdoa: “Ya Allah ridhalah Engkau kepadanya, karena sesungguhnya aku ridha kepadanya.”
Betapa beruntungnya Dzulbijadain, sejak malam itu mendapat ridha Rasulullah Saw. sampai malam ini. Betapa beruntung hidupnya. Apakah ada sedikit penyesalan di hatinya atas harta yang dulu dia berikan untuk menebus dirinya? Mereka yang merampas hartanya justru menyesal karena tidak mengikutinya untuk menemui Nabi Saw.
Ya Allah ridhalah Engkau kepada kami, dan jadikan Nabi Muhammad ridha kepada kami. Ya Allah dengan “tajjali” yang Engkau pancarkan pada Dzulbijadain di malam itu, maka bentangkanlah karuniaMu pada kami saat ini juga. Aamiin. (Ditranskip oleh: Narko Sun, dari ceramah Habib Umar bin Hafidz di acara Tabligh Akbar Majelis Rasulullah Saw. 16 November 2015).
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholii 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa salim