BERIBADAH DALAM KESOMBONGAN
Alhabib Ali Al-Jufri :
Jika seseorang melakukan ketaatan melalui ibadah, dan dilakukan dengan benar, tanpa cacat, tanpa niat riya atau ingin didengar, tanpa maksud mencari pangkat atau kedudukan di tengah manusia, tanpa ujub, tanpa mengungkit-ungkit kepada Allah, maka ia pasti merasa cemas bahwa amalnya tidak diterima Allah.
Ia melihat kebesaran Allah di hatinya. Ia tidak menganggap banyak amal yang dilakukannya. Karena tidak menganggap banyak, ia tidak sombong.
Karena, sumber kesombongan dengan amal shalih adalah menganggap amalnya sudah banyak, menganggap dirinya telah memenuhi hak-hak Allah.
Padahal, jika hati selalu melihat kebesaran Allah, seluruh amal tidak ada artinya di mata kita.
“Di antara ulama salaf shalih ada yang mengerjakan shalat semalam suntuk, tidak tidur. Pagi harinya, ia menangis sambil berkata,”Mahasuci Engkau, kami tidak menyembah-Mu dengan sungguh-sungguh”(HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya V/173).
Para malaikat yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah dan senantiasa melaksanakan perintah-Nya, ada yang rukuk terus menerus, tidak pernah bangun, sampai hari kiamat. Ada yang bersujud tiada henti-hentinya, tidak pernah bangun sampai kiamat…”
Bagaimana dengan kita yang hanya rukuk sebentar, sedekah sedikit?
Alhamdulillah beramal ini, beramal itu. Amal apa? Apakah sebelum kita tidak ada yang beramal seperti ini?
Karena itu, setiap mukmin hendaknya memahami etika dalam beribadah. Jika ia merasa besar kepala dengan ibadahnya, ini pertanda ibadahnya tidak diterima.
Ketika merasa besar kepala, takjub, atau terangkat karena sudah beribadah, cepatlah selidiki amal. Pasti di situ terselip aib yang membuka celah amal ditolak Allah. Waspadailah penyakit ini, obatilah dengan selalu ingat mati.
~Al Habib Ali Al Jifri~
Wallahu a'lam Bishowab
Allahuma sholi 'ala sayidina muhammad nabiyil umiyi wa 'ala 'alihi washobihi wasalim